Chapter 35

475 66 26
                                    

###

Kanin menatap layar ponselnya, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Story Instagram Nada terpampang jelas di sana---video Gika dengan caption yang menusuk hatinya, "My Sist😋✨️ @sayanggikanath." Waktu sudah hampir 23 jam berlalu sejak postingan itu diunggah, tapi rasa nyeri di hatinya seakan baru saja muncul.

Dia mengenali setiap sudut ruangan dalam story itu. Rumah Nathan. Tempat yang dulu sering ia kunjungi, tempat di mana kenangan-kenangan persahabatannya dengan Nathan terukir. Kini, malah Gika yang mengisi ruang itu, ruang yang dulu terasa begitu akrab untuknya.

"Gika, Nathan," gumamnya, ada kepedihan dari suaranya.

Tangannya gemetar saat ia meraih liontin di lehernya. Cincin persahabatan yang ia miliki bersama Nathan, kini menggantung di kalungnya seperti kenangan yang perlahan terasa menjauh. Dulu, benda itu adalah simbol dari hubungan yang tak tergoyahkan, tetapi sekarang hanya menjadi pengingat bahwa jarak di antara mereka semakin nyata.

Kanin menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Di saat dirinya dan Nathan semakin berjarak, tak ada lagi obrolan panjang, tawa bersama, bahkan kehadirannya terasa terabaikan---justru dia dihadapkan dengan kenyataan yang menyakitkan.

Perjodohan kali ini sepertinya benar-benar akan menyingkirkan Kanin di hidup Nathan.

Rasanya seperti ditampar berkali-kali oleh kenyataan.

Usapan lembut di bahunya membuat Kanin terkejut dan menoleh cepat. Pandangannya kabur oleh air mata yang sudah tak bisa ditahan lagi. Satu tetes jatuh membasahi pipinya, namun buru-buru dia hapus dengan punggung tangannya, berharap tak ada yang menyadarinya.

Dia memaksa tersenyum, meski hatinya remuk. Perasaan terluka itu terlalu besar untuk disembunyikan, namun dia tetap mencoba, seperti biasa.

"Kenapa?" Suara lembut Ken, papahnya Zalea, memecah keheningan di antara mereka. Pria berusia 37 tahun itu menatapnya dengan sorot mata yang penuh perhatian, seolah mencoba menelusuri apa yang ada di balik senyum yang dipaksakan dan air mata yang baru saja Kanin hapus. Dia selalu begitu-peduli, penuh perhatian, tapi tak pernah memaksa.

"Mas," suara Kanin terdengar pelan, hampir seperti bisikan, saat dia mulai berbicara. "Aku bener-bener nggak ngerti sama diri aku sendiri. Nathan... selalu ada di kepala aku, dan aku nggak bisa berhenti mikirin dia. Padahal, aku tahu banget, kita nggak mungkin bisa bareng."

Pria duda itu, Ken, tersenyum tipis. Senyuman yang selalu ia berikan ketika mendengarkan Kanin berbicara tentang Nathan. Ken telah terbiasa mendengar cerita ini, meski setiap kali, hatinya masih saja merasa nyeri. Dia menghembuskan napas panjang, mencoba bersikap senetral mungkin. "Kamu masih sayang sama dia, ya?" tanyanya dengan nada yang lembut, tanpa nada menyalahkan.

Kanin mengangguk pelan, matanya sedikit berkabut. "Iya. Kadang aku ngerasa bodoh, Mas. Nathan itu bukan orang yang bisa aku miliki, tapi perasaan ini tetap nggak hilang."

Ken menahan diri untuk tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Sebagai seorang pria yang telah kehilangan istri dan sekarang mencoba membangun hidup kembali, ia tahu betul bagaimana perasaan itu bisa sangat rumit. Apalagi ketika orang yang dicintai justru mencintai orang lain. Tapi Ken juga tahu bahwa cintanya pada Kanin tak bisa dipaksakan, dan dia memilih untuk menunggu dengan sabar, berharap suatu hari Kanin akan melihatnya dengan cara yang berbeda.

Partner [Nathan Tjoe A On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang