Suasana riuh pada Kafe Semesta tidak dapat menghentikan aktivitas Galen yang tengah duduk bercengkrama dengan buku. Ia tetap memfokuskan diri, meski Ajis di hadapannya berceloteh banyak hal. Sedangkan, di tempat Mariana meracik minuman—diam-diam mencuri pandang—ke arah Galen. Sontak membuat Kasri melempar candaan, hingga membuat Mariana tersipu malu.
Sesekali ingatan Galen mengudara entah ke mana. Ia tetiba saja menjatuhkan kecemasan terhadap Nawala. Galen tak tahu apa yang terjadi, ia mencoba untuk mengotak-atik ponsel miliknya, tetapi tak ada satupun pesan dari perempuan itu. Kini, Ajis merebut buku yang ada dalam genggaman tangan Galen.
"Kamu sebenarnya mau membaca atau main hp?" tanya Ajis, membolak-balikkan halaman yang Galen baca.
Galen menghela napas, merebut kembali bukunya. "Kamu harus perbanyak membaca, biar otakmu punya banyak kosakata," jawab Galen, melanjutkan bacaannya.
Ajis tak seperti Galen yang suka membaca. Lelaki itu lebih suka mendengarkan pordcast, musik, dan menonton film. Bagi Ajis semua kosakata bisa didapatkan di mana saja, termasuk berbicara dengan orang lain. Selain itu, membaca cukup membosankan, katanya.
"Kamu ajalah, Len. Aku bagian mendengarkan," balas Ajis seraya mengotak-atik ponsel.
Tak ada sahutan dari Galen, sebab ia terlalu sibuk berkutat dengan ribuan aksara di dalam sana. Bahkan, keduanya tidak menyadari kedatangan Azani yang telah memesan Latte pada Mariana. Namun, Kasri tertegun ketika menatap wajah Azani yang begitu manis.
"Mbak, mau pesan apa? Nanti kalo sama aku dapat gratis," celetuk Kasri, menghampiri Azani.
Azani tersenyum, sedangkan Mariana menggelengkan kepala atas tingkah laku Kasri.
"Heh! Liat cewek cantik aja langsung melek matanya. Balik kerja sana!" Imah tetiba datang menggagalkan rencana perkenalan Kasri. Sontak saja membuat lelaki itu menatap Imah datar.
"Ini pesanannya, Kak. Selamat menikmati," ucap Mariana ramah.
Azani membalas senyum Mariana ramah. Beberapa pengunjung lelaki menatapnya tertegun ketika mendapati Azani berjalan mencari tempat duduk. Namun, ia tak menemukan kursi kosong. Azani mencoba mengedarkan pandangan, lalu ia menjatuhkan netra ke arah Ajis dan Galen duduk. Azani ingin ke sana, tetapi langkahnya terhenti, sebab sekumpulan lelaki menawarkan diri.
"Mbak, duduk di sini aja sama kita." Salah satu menggoda dengan mengedipkan sebelah mata, tertawa bersama yang lain.
Azani menolak, tetapi salah satu di antaranya mencoba menarik secara paksa hingga terjadi kegaduhan.
Sementara itu, Ajis tak tinggal diam ketika melihat Azani diganggu. Mulai dari Kasri yang menggoda perempuan itu, hingga Ajis memberanikan diri untuk menghampirinya. Kini, Galen pun ikut memperbaiki posisi duduk dengan menatap ke arah Azani. Meletakkan buku dan hanya tersenyum. Ia tahu bahwa Ajis masih menyimpan rasa, meski berkali-kali disanggah.
Ajis tak mengatakan apa-apa. Ia menarik tangan Azani menjauh dari sana, sedangkan sekumpulan lelaki itu hanya pasrah saja tidak mencegah lagi dan kembali berceloteh dengan kawan yang lain. Bahkan, terdengar seruan dari mereka ketika salah satunya tertolak. Sedangkan, Ajis menggerutu dalam hati menahan cemburu.
"Duduk!" titah Ajis dingin, menarik kursi untuk Azani, "Gak pesan makanan?" tanyanya, menatap perempuan itu.
Azani menggeleng, sedangkan Ajis sudah berjalan menuju dapur untuk mengambil sepiring cemilan. Kini, hanya ada Azani dan Galen dalam satu meja. Azani merasa canggung, begitupun dengan Galen yang sekarang fokus pada bukunya.
"Ajis masih kayak dulu," kata Galen, menghentikan aktivitasnya.
"Beda, Len. Ajis udah berubah." Azani sendu seraya menundukkan kepala, sebab ia merasa bersalah telah meninggalkan Ajis dulu.
Galen tersenyum. "Kalo dia berubah, dia gak akan nolongin kamu tadi. Bahkan, dia bela-belain ambilin kamu makanan tanpa disuruh," jelasnya, mengemas buku serta meninggalkan Azani yang terdiam terpaku.
'Apa benar Ajis masih mencintaiku?'
Lamunan Azani terhenti, sebab Ajis bertandang sembari meletakkan sepiring makanan di atas meja. Ia ikut duduk di hadapan Azani tanpa mengatakan apa pun lagi. Azani masih berkutat pada pikirannya, ia merasa senang, tetapi di satu sisi terlalu takut menjalani kembali hubungan dengan Ajis. Sebab, tak ingin jika lelaki yang dirinya cintai terluka.
"Galen bilang apa ke kamu?" tanya Ajis, menatap Galen yang sedang berdiri di samping Mariana.
"Gak ada. Terima kasih atas pertolongannya tadi," jawab Azani seraya tersenyum, menyicipi Latte yang dipesannya.
Ajis mengangguk. Tak ada percakapan lagi antara keduanya. Mereka sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Kini, Ajis beralih menatap Azani yang kembali melamun. Ia merasa perempuan itu sedang memikirkan sesuatu.
"Jangan kebiasaan memendam pertanyaan di kepalamu itu," celetuk Ajis dingin, menunggu Azani membuka suara.
"Bagaimana perasaanmu padaku?" tanya Azani menundukkan kepala, meremas ujung baju.
Ajis belum melepas tatapannya dari Azani. "Jawaban apa yang kamu mau?" Lalu, menyenderkan punggungnya ke belakang kursi.
Azani merasakan dalam dadanya seperti ada tikaman yang menghantam. Sesak mulai menyelimuti hingga tanpa sadar air mata perlahan bertitik. Sementara, Ajis belum memberi pergerakan apa pun lagi.
"Aku butuh jawaban, Ajis! Aku ingin memastikan perasaanmu, agar—" Kalimat Azani berhasil dipotong oleh Ajis.
"Agar kamu bisa meninggalkan aku lagi? Ck!" Ajis tersenyum sinis.
Azani semakin meremas ujung bajunya dengan menahan kesal, agar air matanya tidak kian tumpah.
"Aku kembali ke sini untuk menemui kamu, tapi sekarang aku senang kamu udah lebih baik tanpa aku," ungkap Azani mencoba untuk tersenyum, meski dalam dadanya terasa sesak.
Ajis terdiam. Bahkan, Azani memilih bergegas untuk meninggalkan Ajis di tempat. Ia tak ingin semakin terlihat lemah dan menangisi tentang lelaki itu. Azani berlari keluar kafe, sontak saja Galen memberi intruksi pada Ajis, agar ia mau mengejarnya. Tanpa menunggu lama, Ajis berlari ikut menyusul Azani keluar. Menarik lengan perempuan itu, hingga membuat Azani menubruk dada bidang Ajis.
"Aku gak pernah baik-baik aja, Zan. Sejak hari itu, hari-hari aku cuma terisi kekosongan." Ajis mendekap Azani erat.
"Aku juga merasakan hal yang sama," ucap Azani, melepas pelukan Ajis.
Ajis menatap mata Azani mencari kebohongan di sana, tetapi tak ada. Ia menghapus air mata Azani dengan kedua tangannya, lalu mengecup pelan kening perempuan itu.
"Tetap di sisiku. Kita pasti bisa lewati semuanya, tapi kalo kamu capek kita bisa nongkrong di kafe ini sambil minum Latte," harap Ajis yang disertai dengan gelak tawa. Sedangkan, Azani memeluk Ajis menyembunyikan raut wajahnya yang tersipu malu.
Kini, Galen dan lainnya berdiri di depan pintu kafe menatap Ajis dan Azani berpelukan. Kebahagiaan keduanya terpancar, hingga terdengar sorakan dari dalam kafe itu.
"Yaaa! Pupus udah harapanku untuk mendekatinya," celetuk Kasri berpura-pura mengusap air mata.
"Dihh! Gebetanmu kan segudang!" Imah menimpali seraya melirik tajam ke arah Kasri.
Kasri menoleh. "Sirik aja! Jangan-jangan kamu suka ya samaku?" tanyanya meledek Imah. Sontak membuat perempuan itu menginjak kaki Kasri begitu kencang.
"Aku suka sama kamu? Dih, ogah!" jawab Imah, meninggalkan Kasri dan lainnya.
Ajis dan Azani tertawa menyaksikan tingkah laku keduanya, sedangkan Galen menaikkan kedua jempol. Sementara, Mariana sibuk menatap layar ponsel hingga membuat Galen menatap ke arah benda mungil itu. Raut wajah Mariana terlihat panik dan ketakutan.
"Siapa, Mar?" tanya Galen penasaran.
Mariana menggeleng dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Bukan siapa-siapa. Aku harus kembali bekerja," jawabnya terburu-buru, meninggalkan Galen penuh tanda tanya dalam kepala.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWALA (Tamat)
RomanceIngatan adalah memori yang sangat penting bagi siapa saja, tetapi apa jadinya jika separuh menghilang? Karena sebuah insiden, Nawala harus merelakan ingatan masa kecilnya direnggut secara paksa. Namun, ketika ia menginjakkan kaki pertama kali di kam...