Galen terus menatap gerak-gerik Mariana yang terlihat begitu mencurigakan. Ia seperti melihat sekilas nama penelpon pada ponsel perempuan itu, bahkan Galen mencoba mengingat hingga ingatan perihal itu berhasil didapatkannya. Kini, Galen melangkahkan kaki sembari berdiri di samping Mariana. Entah, mengapa Galen ingin mencari tahu sosok tersebut.
Di tengah kesibukan Mariana, benda di atas nakas kembali berdering berulang kali. Galen yang meraihnya lebih dulu, menatap nama itu cukup lama, tetapi buru-buru direbut secara paksa oleh Mariana. Tiba-tiba berbagai pertanyaan mulai bersarang di kepalanya. Sementara, pintu terbuka memperlihatkan Ajis dan Azani bergandengan masuk ke dalam Kafe.
"Siapa tau penting. Kenapa gak diangkat?" Galen menatap Mariana, berpura-pura melanjutkan aktivitas.
Mariana gelagapan. "G-Gak panting, kok, Galen," jawabnya seraya tersenyum, memasukkan benda itu ke dalam saku.
Ponsel itu terus berdering tanpa henti. Galen hanya melirik sekilas, ia tidak menegur Mariana lagi. Galen tak mau berpikiran negatif, tetapi justru gerak-gerik Mariana membuatnya kembali bertanya akan banyak hal. Dari tempat Ajis, Azani dapat menangkap raut wajah Galen yang berubah menjadi datar. Sontak ia menyuruh Ajis untuk mendekati lelaki itu.
"Ajis, Galen kenapa? Kok, dari tadi aku liatnya dia kayak celingak-celinguk gitu," bisik Azani, mendekatkan diri pada Ajis.
Ajis menoleh memperhatikan Galen yang terus menatap Mariana. Ajis pun merasakan kebingungan yang sama dengan Azani. Lalu, detik kemudian ia beralih menghampiri sahabatnya.
"Ada apa denganmu?" tanya Ajis, duduk di kursi depan dekat dengan meja barista.
"Memangnya aku kenapa?" Galen menjawab ketus, ia kembali melempar pertanyaan hingga membuat Ajis mendengus kesal.
"Orang kalo ditanya ya jawab, bukan bertanya balik!" ucap Ajis meninggikan nada, "Ponselmu dari tadi bunyi, kenapa gak diangkat aja, sih?!" sambungnya menatap Mariana.
Mariana tak mengatakan apa-apa. Ia segera berlari ke belakang dapur untuk menerima panggilan tersebut. Mariana menggerutu tanpa henti, sebab penelpon itu terus saja mengganggu. Tanpa disadari, ternyata Galen diam-diam mengikutinya dari belakang. Sedangkan, Ajis pun ikut berdiri di samping Galen, mendengar percakapan Mariana dengan seseorang di seberang sana.
"Ada apa, sih, Tuan nelpon mulu!?" Mariana tampak kesal ketika menerima panggilan itu. "Aku lagi kerja, nanti Galen dan lainnya menaruh curiga." Lalu, mengomel tanpa henti.
Tuan tertawa mendengar ocehan perempuan itu. "Ayolah, Mari temui saya di gedung tua. Temani saya berpesta malam ini," jawabnya begitu manja.
Mariana menghela napas panjang. Ia terlalu muak dengan pria tua itu. Sebab, Tuan tidak mengiyakan permintaannya untuk segera melenyapkan Nawala. Mariana tak ingin jika Galen mencintai perempuan lain.
"Bagaimana dengan permintaanku waktu itu?" tanya Mariana, memilih duduk pada bangku dekat pot bunga.
"Saya tidak bisa melakukan itu. Kamu kan tau sendiri kalo Nawala adalah sahabat anakku. Saya tidak mungkin melukainya," jawab Tuan lembut, menyakinkan Mariana agar mengerti.
Mariana menghela napas lagi. "Kalo begitu biar aku yang melenyapkan dia!" putusnya tersenyum sinis.
Suara Tuan terbahak-bahak di seberang sana tatkala mendengar penuturan Mariana. Kemudian, panggilan terputus hingga Mariana harus kembali berjalan masuk ke dalam Kafe. Ia mencoba menetralkan napas, tetapi sebelum membuka pintu tiba-tiba saja Galen dan Ajis sudah berdiri di hadapannya. Sontak membuat Mariana tersentak kaget.
"S-Sejak kapan kalian ada di situ?" tanya Mariana terbata-bata, menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Galen tak menjawab. Ia berjalan mendekati Mariana hingga perempuan itu tersudutkan pada tembok. Tatapan tajam Galen membuat Mariana gemetar. Sedangkan, Ajis duduk di bangku dengan menaikkan satu kaki sembari mengotak-atik ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWALA (Tamat)
RomanceIngatan adalah memori yang sangat penting bagi siapa saja, tetapi apa jadinya jika separuh menghilang? Karena sebuah insiden, Nawala harus merelakan ingatan masa kecilnya direnggut secara paksa. Namun, ketika ia menginjakkan kaki pertama kali di kam...