5 - CCTV

49.4K 3.5K 78
                                        

Angkasa menaikkan sebelah alisnya, benar-benar terhibur ketika menatap bumper belakang mobil Nabila yang penyok. Sedangkan Nabila hanya berkacak pinggang mengamati Angkasa yang tampak antusias dengan kerusakan tersebut.

"Ini, saya yang nabrak?"

Pake nanya lagi! Pekik Nabila dalam hati.

"Bukan, kemarin malam diseruduk babon!" ucap Nabila, menyilangkan tangannya dan bersandar pada dinding dengan kesal.

Kekesalan Nabila bukannya membuat Angkasa merasa bersalah, tapi lelaki itu tampak semakin tertarik pada tingkah polah gadis di hadapannya ini. Mereka baru mengenal satu sama lain tidak lebih dari tiga hari, dan Angkasa berfirasat ke depannya mereka akan terus berhubungan.

"Sorry, biar saya bawa ke bengkel. Nanti sore saya kembalikan kesini."

Bohong besar. Angkasa bisa saja menyuruh salah satu ajudannya untuk membawa mobil Nabila kembali. Tapi, otaknya berputar cepat. Jika ia datang nanti sore, mungkin ia bisa mendapat makan malam gratis. Makanan yang dibungkuskan oleh Nabila, ia sudah tidak sabar untuk menyantapnya nanti.

Nabila mendesah, "Nggak perlu. Saya bisa bawa ke bengkel sendiri. Sekarang, gimana caranya kamu pulang?" Nabila jelas enggan mengantar Angkasa ke mana pun itu rumahnya.

Angkasa menaikkan alisnya lagi. Kadang baik kadang galak minta ampun. Nabila benar-benar wanita yang unik.

"Hmm, kalau gitu boleh saya minta mobil saya yang kemarin nabrak kamu?"

"Emang situ punya berapa mobil sih?" cibir Nabila. Tapi ia mengeluarkan kunci mobil dari saku jaketnya dan memberikan pada Angkasa. "Masih terparkir manis di tempat kamu nabrak saya kemarin."

"Itu di mana ya?" Angkasa berlagak pikun. Belum tahu rasanya ditempeleng Nabila.

"Inget-inget aja sendiri!" ucap Nabila ketus dan berlalu masuk ke dalam.

Bukan.

Nabila hanya berlagak ketus karena ia ingin menghindari pembicaraan tentang obat. Ia sudah berusaha mengatur pipinya yang kurang ajar ini agar tidak merona setiap kali ia melihat bibir Angkasa. Ia juga sudah mengomeli otaknya yang mulai tidak waras semenjak semalam Angkasa menggenggam tangannya.

Ah, Nabila bisa gila kalau begini lama-lama.

"Nabila?" suara rendah dan seksi milik Angkasa menghentikan langkah Nabila. Gadis itu terdiam di tempatnya. Sebuah déjà vu yang tidak diinginkannya mendadak terlintas. Ia langsung berbalik, melihat Angkasa berdiri di depan pintu rumahnya. Tampak begitu besar dan menggoda dengan kaos hitam yang dipinjami Nabila.

"Apa?"

"Terima kasih telah merawat saya semalaman," Angkasa tersenyum. Manis. Manis sekali. Sampai-sampai Nabila takut sebentar lagi ia akan didiagnosis terjangkit diabetes yang disebabkan oleh manisan bernama Angkasa.

"No big deal," tenang Nabila. Tenang. Santai. Stay cool.

"Terima kasih juga sudah membantu saya minum obat, semalam."

Darah di wajah Nabila mendadak hilang untuk beberapa saat, namun kemudian kembali lagi dan membuat pipi gadis itu merah bukan main. Mulutnya terbuka sedikit untuk mengekspresikan kekagetannya. Apa tadi yang Angkasa bilang?

Angkasa mengedipkan sebelah matanya, dan berlalu pergi. Merasa sudah cukup terhibur dengan gadis pemalu yang galak di dalam rumah sana. Pagi ini cukup sampai di sini. Nanti sore, dapat dipastikan ia akan kembali lagi untuk menggoda gadis itu. Tanpa sadar Angkasa menjilat bibirnya sendiri, mencoba mencari jejak bibir Nabila di sana.

****

Hari ini transaksi dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan. Nabila mengeluh dalam hati. Ia menatap seorang pria dengan senyum yang tidak pernah hilang semenjak sepuluh tahun yang lalu. Lelaki ini terus tersenyum seperti orang bodoh. Hanya saja, tidak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya ketika ia tersenyum.

Sweetly BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang