Angkasa sudah berdiri di depan pintu rumah Nabila dengan seplastik besar belanjaan. Ia membawakan berbagai macam bahan makanan. Supaya gadis itu senang dan agar Angkasa bisa menikmati makanan enak. Win win solution, pikir Angkasa senang. Ia hendak langsung membuka pintu tapi mengurungkan diri.
Dengan penuh senyum ia berpikir akan lebih menyenangkan kalau wanita cantik di dalam akan membukakan pintu untuknya. Membayangkan Nabila akan tersenyum di balik pintu sebelum membukakan pintu untuknya membuat jantung Angkasa melompat penuh antisipasi.
Lelaki tampan itu merapikan sedikit kerah sweter dan mengetuk pintu. Telinganya mendengar teriakan-teriakan dari dalam. Tapi tak ia pedulikan dan menanti dengan sabar. Tak lama, pintu dengan daun ganda itu terbuka.
"Hallo, say—" kalimat sayang yang ingin Angkasa ungkapkan pada Nabila terputus begitu saja saat dilihatnya bukan Nabila yang membukakan pintu. Melainkan remaja jangkung yang hanya memakai celana training.
Air masih tampak menetes-netes dari kepalanya.
Remaja itu menukikkan alisnya, tidak mengenal siapa pria yang berkunjung. Kepala Denis menoleh ke belakang dan berteriak dengan lantang, "ADA OM-OM KAK!"
Mata Angkasa melotot. "Siapa yang kamu panggil om, Hah?!"
Denis kembali menatap Angkasa dengan alis terangkat. Di belakangnya terlihat Nabila yang memakai celana training dan kaos tanpa terkecuali apron ungu kesayangannya berlari dengan kecepatan penuh menuju dua orang yang sedang saling memandang itu.
Angkasa mendelik pada Nabila yang hanya bisa menyengir. Gadis itu memberi kode pada Denis untuk masuk dan berhenti bersandar pada pintu seperti super model.
"Masuk sana!" desis Nabila sambil mencoba menendang Denis yang telah menghindar lebih dahulu.
Bocah itu melenggang manis dengan kedua telapak tangan yang dimasukkan ke saku. Ia bergumam kecil, "Udah dibilangin kakak aja yang buka."
Meskipun lirih Nabila masih bisa mendengarnya. Ia melempar tatapan lihat-saja-besok-pagi pada Denis dan secara mendadak bocah itu langsung mengibrit ke kamarnya.
Kini tinggallah Angkasa yang masih berdiri di pintu masuk. "Aku nggak disuruh masuk?" sindir Angkasa.
Lagi, Nabila tersenyum dan membiarkan tubuh besar Angkasa masuk ke dalam rumahnya. Otak Nabila langsung berputar bagaimana ia bisa mencegah Angkasa untuk mengomelinya. Kemarin ia sukses dengan menghidangkan makanan untuk lelaki itu. Mudah-mudahan kali ini ia berhasil.
Nabila melihat Angkasa yang langsung berjalan ke arah kulkasnya. Lelaki itu memasukkan beberapa bahan makanan dalam diam. Karena Nabila juga tidak tahu apa yang harus dibicarakan dan Angkasa juga tidak menanyakan apa pun tentang keberadaan Denis, jadi ia kembali pada nasi goreng yang tadi sempat ia tinggal. Beruntung Nabila sempat mematikan kompor sebelum ke depan.
Angkasa menyandarkan tubuhnya pada pintu kulkas mengamati Nabila yang kembali asyik memasak. Lelaki itu bersedekap, menyerap keseluruhan postur Nabila. Matanya jatuh pada apron ungu yang gadis itu kenakan. Panggil Angkasa seorang maniak, karena otaknya selalu memikirkan hal-hal erotis ketika Nabila mengenakan apron tersebut.
"What do you want to ask?" Nabila mendelik. Merasa jengah diperhatikan seperti itu oleh Angkasa.
"I didn't even say anything!" jawab Angkasa dengan enteng dan menolak untuk mengalihkan pandangannya dari Nabila.
Nabila memiringkan kepalanya dan menatap Angkasa dengan muka datar. "Duduk sana, sebentar lagi sarapan siap."
Angkasa mengedikan bahunya, ia berjalan ke meja makan. Matanya sudah tertuju pada kursi yang biasa ia duduki. Namun satu meter sebelum ia mencapai kursi tersebut, Denis memilih untuk keluar dari kamar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetly Broken
RomanceKata pepatah, polisi dan penjahat adalah pasangan serasi. Lalu apa jadinya jika mereka menikah? Angkasa David Leander. Tampan. Cerdas. Seorang anggota intelegen negara. Nabila Putri Galaksi. Cantik. Cerdas. Seorang kurir obat obatan terlarang. Lalu...