“Ah.. aku punya dua mainan sekarang.”
Nabila tidak bisa menyembunyikan wajah jijiknya terhadap perkataan Sagara. Ia berdiri dengan cepat, tidak ingin juga menjadi bulan-bulanan Sagara untuk ke sekian kalinya.
“Sagara, saya yang akan mengurus anak itu. Tidak perlu repot-repot begini.” Nabila maju selangkah menolak untuk terlihat lemah.
Sagara meliriknya sekilas kemudian tersenyum tipis. “Oh silakan-silakan. Kemari, adikku sayang.”
Sagara membuka tangannya lebar-lebar. Mengisyaratkan Nabila untuk mendekat dan berdiri di antara dirinya dan anak laki-laki yang sedang diikat di kursi tersebut.
Nabila menegakkan kepalanya, mencari dari setiap sudut tubuhnya kekuatan untuk tidak terjatuh saat berjalan. Agar ia tidak ditertawakan Sagara dan anak buahnya yang begitu tengik.
Setelah Nabila berdiri berhadapan dengan anak itu, ia menyadari mengapa Sagara begitu kesal. Anak ini tak memiliki rasa takut. Matanya memicing penuh kebencian. Bibirnya tertarik ke belakang seperti serigala yang sedang mendesis marah. Giginya mengatup keras dan tubuhnya condong ke depan dengan hawa membunuh yang begitu kental di sekitarnya.
“Nah, siapa namamu anak kecil?” Sagara berjalan memutari Nabila dan sanderanya. Tersenyum senang karena mendapat hiburan.
Sagara gila, desis Nabila dalam hati.
“Cih.,” dengan bencinya anak itu meludah ke dekat kaki Sagara.
“Tampar dia, Nabila!” ucap Sagara datar. Ia berhenti dan hanya menyilangkan tangannya mengamati.
Sedangkan Nabila menoleh, mendelik bingung pada pernyataan Sagara.
“Kenapa? Tidak tahu aturannya, hah? Setiap kali dia tidak mau menjawab, kamu harus menamparnya.”
Nabila diam. Matanya menusuk mata Sagara, membuat pria itu menarik senyum mengejek yang bagi Nabila sangat menyebalkan.
“Tunggu apa lagi? Cepat tampar!”
Nabila menghela nafas kemudian melayangkan tangan kanannya untuk menampar pipi anak itu. Suaranya tidak terlalu keras, namun Nabila berharap dapat mengelabui Sagara bahwa tamparannya cukup keras.
Keliru, Sagara tahu Nabila tidak akan menampar anak itu dengan keras. Jadi ia tersenyum kecil dan mendekat. “Jika kamu tidak melakukannya dengan benar, maka akan terjadi dua hal.”
Nabila menoleh saat Sagara berkata, “Pertama,−” sebuah tamparan yang cukup keras melayang ke pipi Nabila. Kali ini gadis itu tidak terhuyung jatuh dan tetap berdiri di tempatnya. Menutup mulut rapat-rapat agar ia tidak berteriak.
“Dan kedua,−” Sagara langsung mengubah haluannya dan menampar anak itu. Dengan sangat kuat. Suaranya menggema ke seluruh ruangan. Membuat Nabila dan dua orang lainnya terkesiap mendengarnya.
“Tampar dia dengan lembut begitu, aku pastikan pipimu dan dia akan berubah ungu!” tutur Sagara dengan geraman yang sama sekali tidak ia sembunyikan. Setelah bertatapan sengit dengan Nabila, ia kembali ke posisi dan postur sebelumnya. Mengamati.
“Siapa namamu, nak?” tanya Sagara dengan lebih lembut.
Anak itu dan Nabila bertukar pandang. Nabila memohon agar anak itu untuk menjawab dengan baik. Tapi anak itu hanya menilai tatapan Nabila, menghiraukan permintaan tersirat dari mata Nabila.
“Sudah kubilang, aku tidak akan menjawabnya!” desis si bocah sambil melemparkan tatapan marah pada Sagara yang hanya ditanggapi dengan desahan panjang dari pria besar itu.
Nabila memejamkan matanya kesal. Ia menatap kedua rekannya saat tangannya menampar dengan keras pipi anak tersebut. Menyesali pilihannya untuk ikut campur. Namun, jika Sagara dibiarkan saja dengan anak ini, bisa dijamin besok mereka harus menggali rumah untuk makan anak tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetly Broken
RomanceKata pepatah, polisi dan penjahat adalah pasangan serasi. Lalu apa jadinya jika mereka menikah? Angkasa David Leander. Tampan. Cerdas. Seorang anggota intelegen negara. Nabila Putri Galaksi. Cantik. Cerdas. Seorang kurir obat obatan terlarang. Lalu...