Nabila menggerutu terus-menerus saat menyiapkan makan malam. Denis mengunci diri di kamar. Angkasa belum kembali dari yang katanya pergi ke apotek untuk membeli obat. Sedangkan Nabila masih belum pulih dari rasa kesalnya terhadap dua orang tak dikenal yang bersikukuh untuk bertemu dengan Denis.
Untungnya mereka tidak kembali lagi bahkan setelah Denis tiba di rumah. Remaja satu itu langsung pergi ke kamarnya, menyapa sambil lalu dan tak muncul-muncul sejak sore tadi.
Nabila menghela nafas untuk yang ke sekian kalinya. Merasa kehidupannya mulai monoton padahal ia belum ada satu bulan keluar dari komplotan. Ia juga belum pergi ke kafenya lagi dan hanya menyerahkan semuanya pada Yumika. Si bos galak.
Nabila sudah menyajikan makanan di meja, sudah mengetuk pintu kamar Denis berkali-kali, dan sudah melirik jam dinding hampir setiap menit. Oke, wanita itu merasa terabaikan. Ia duduk di kursi makan sambil menerawang pada langit-langit rumahnya. Menerka-nerka apakah keputusannya sudah benar. Mungkinkah Sagara akan kembali dan meneror kehidupannya lagi?
Bukan hanya sekali Nabila mencoba keluar dari komplotan itu. Tapi setiap kali ia melakukannya, Sagara akan kembali dengan wajah penuh seringai mengerikan dan menyeretnya masuk dalam komplotan lagi. Tapi kalaupun kali ini lelaki itu melakukannya pada Nabila, Nabila memiliki Angkasa yang akan melindunginya. Nabila mempercayai Angkasa.
"Sayang..." ciuman lembut terjatuh di pipi Nabila. Wanita itu melebarkan senyum dan menoleh ke samping untuk menatap wajah Angkasa yang terlihat cerah.
"Lama sekali ke apoteknya." Nabila pura-pura cemberut.
Angkasa meringis kecil, "Maaf, aku ada urusan kecil tadi. Tapi aku membawa kejutan untukmu." Angkasa tersenyum begitu lebar. Membuat Nabila mau tak mau mengikuti senyuman itu juga.
"Kejutan apa?" tanya Nabila antusias.
"Sebentar," Angkasa menepuk pundak Nabila pelan, kemudian duduk di sebelah wanita itu. Merogoh kantong plastik putih yang sejak tadi ia bawa. Senyumnya semakin lebar saat ia mengeluarkan sebuah kotak dan meletakannya di atas meja.
Senyum Nabila mendadak beku ketika melihat benda tersebut. Ia menatap Angkasa kemudian pada kotak itu dan kembali pada Angkasa lagi. Lelaki itu belum menyadari perubahan ekspresi di wajah Nabila dan masih terus tersenyum.
"Pregancy test?" tanya Nabila. Angkasa memintanya untuk melakukan tes kehamilan?
"Aku tidak hamil, Angkasa!" tukas Nabila cepat, tanpa pikir panjang.
Angkasa mengulum senyum dan meraih tangan istrinya. "Selama tiga hari ini kamu pusing, mual bahkan muntah. Itu tanda-tanda awalnya, sayang."
Nabila menarik nafasnya seolah ada beban yang tiba-tiba menghantam. Ia menggeleng kecil, senyumnya getir. "Tapi aku nggak hamil, Angkasa. Aku tahu tubuhku, tidak mungkin ada bayi di dalam sana tapi aku tidak merasakannya."
"Tidak ada salahnya kamu coba dulukan?" Angkasa mulai menyadari raut wajah Nabila yang terlihat tidak senang. "Ada apa denganmu?" tanya Angkasa.
Nabila hanya bisa tersenyum. Senyum yang bahkan tidak sampai ke matanya. "Oke..tunggu sebentar." Ia mengambil kotak tersebut dan membawanya masuk ke kamar mandi.
Angkasa memandang kepergian Nabila dengan hati tidak menentu. Apakah perasaannya saja atau benar Nabila terlihat tidak senang dengan apa yang baru saja Angkasa sampaikan. Lelaki itu menanti dengan sabar dari ruang keluarga. Lima belas menit kemudian, Nabila keluar.
Negatif.
Angkasa memegang alat tes kehamilan itu dengan satu tangan menumpu kepalanya. Dalam sejarah hidupnya yang seorang playboy terkemuka, Angkasa tidak mengira ia benar-benar menginginkan anak saat ini. Ia ingin seorang putra, atau jika memang takdir memberinya seorang putri, Angkasa pasti akan menjaganya dengan baik.
"Pernikahan kita baru beberapa bulan, Angkasa. Kita masih memiliki banyak waktu. Mungkin..." Nabila agak ragu ketika mengatakannya, "Mungkin Tuhan belum dapat mempercayakan titipannya pada kita."
Angkasa mengangguk lesu. Tidak membalas ketika Nabila memeluknya. Matanya hanya terfokus pada satu buah garis merah dalam tes kehamilan itu. Ia merasa tidak ada yang salah dengan dirinya atau cara ia memberikan benihnya pada Nabila. Biasanya kabar baik itu datang pada sebuah keluarga setelah dua atau tiga bulan menikah. Tapi kenapa keluarga kecilnya tidak mendapatkan hal itu?
"Kita bisa mencobanya lebih sering, mungkin?" bisik Nabila. Ia sendiri tidak tahu apa yang baru saja ia katakan. Saat ini ia hanya bingung harus berkata apa pada Angkasa. Jika Angkasa mengetahuinya, Angkasa pasti akan marah besar. Atau bahkan menceraikan Nabila? Tidak, Nabila sudah terlanjur mencintai Angkasa. Sangat mencintai pria ini.
Angkasa menatap tajam pada Nabila. "Ya, kita harus mencobanya lebih sering. Kuberitahu Nabila, aku menginginkan anak. Yang banyak!" ucap pria itu sebelum membopong Nabila ke dalam kamar. Mengabaikan makan malam yang sudah disiapkan Nabila. Melupakan hasil tes kehamilan Nabila.
****
Terima kasih telah membaca! Jangan lupa berikan vote dan tinggalkan komentar ya. Cuplikan dari cerita ini akan di upload setiap hari Rabu dan Sabtu pukul 20.00.
Bagi yang ingin membaca versi lengkap bisa menuju ke Karyakarsa/Amubamini, pilih menu "Seri" dan pilih karya "Sweetly Broken". Kalian juga bisa mendapatkan diskon-diskon menarik jika hendak membeli satu paket bacaan. Keterangan dan lain-lain bisa kalian baca di menu "Paket" ya.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Salam sayang,
Amubamini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetly Broken
RomanceKata pepatah, polisi dan penjahat adalah pasangan serasi. Lalu apa jadinya jika mereka menikah? Angkasa David Leander. Tampan. Cerdas. Seorang anggota intelegen negara. Nabila Putri Galaksi. Cantik. Cerdas. Seorang kurir obat obatan terlarang. Lalu...