Hangatnya Malam yang Dihapus Hujan

9 0 0
                                    


Fadli's POV

Hujan turun deras malam itu, mengiringi suasana malam yang dingin dan kelam. Suara tetes hujan menghantam kaca jendela kamar tamu di rumah Ivy, menciptakan gemuruh yang bergema ke seluruh ruangan. Sekali-sekali kilat menyambar, memberikan kilatan cahaya singkat di tengah kegelapan. Fadli, yang sudah bersiap untuk tidur, menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. **Ini akan jadi malam yang panjang,** pikirnya, berharap ia bisa terlelap dengan damai.

Namun, seperti malam-malam sebelumnya, mimpi buruk itu datang lagi—begitu nyata dan menakutkan. Dalam mimpinya, Fadli kembali menjadi anak kecil yang tak berdaya, menyaksikan ibunya tersiksa oleh kekerasan ayahnya. Ia merasa tercekik oleh rasa takut, rasa tak berdaya, dan kesedihan yang begitu mendalam. Ketika ibunya terbaring tak bernyawa di depannya, Fadli berteriak tanpa suara. Rasa sakit itu, rasa kehilangan itu, menghantamnya dengan keras, membuat tubuhnya berkeringat dingin.

Malam-malam biasanya, mimpi seperti ini akan membangunkannya dengan mata yang basah dan napas yang sesak. Ia akan duduk sendirian di kegelapan, merasakan rasa sakit itu merasuk ke dalam hatinya, dan hanya bisa menatap sekeliling dengan mata kosong. Namun, malam ini berbeda.

Fadli terbangun dengan napas yang masih tersengal-sengal. Dia terdiam sejenak, mencoba menenangkan dirinya, dan saat menoleh, pemandangan yang dilihatnya membuat hatinya bergetar. Di tepi tempat tidur, Ivy tertidur dalam posisi duduk, menggenggam tangan Fadli dengan lembut. Matanya terpejam, napasnya tenang. Ada kehangatan di genggaman tangan Ivy yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ivy telah berada di sana, di sampingnya, entah sejak kapan.

Pandangan Fadli tertuju pada baskom kecil berisi air hangat di lantai samping tempat tidur dan handuk kecil yang tergeletak di dekatnya. Ivy telah merawatnya dalam diam, menyeka keringat dinginnya selama ia tenggelam dalam mimpi buruknya. Hati Fadli terenyuh. **Dia ada di sini, menjagaku,** pikirnya, dan perasaan syukur dan haru seketika mengalir deras di dalam dadanya.

Dengan hati-hati, Fadli mengangkat tangan kirinya untuk mengusap lembut rambut Ivy yang jatuh ke wajahnya. Rasanya seperti sebuah mimpi melihat Ivy di sampingnya—wanita yang dulu begitu terluka dan takut, kini justru berada di sana, menjadi kekuatan dan penyembuhan baginya. Fadli merasa bahwa Ivy telah banyak berubah, dan perubahan itu telah menghangatkan hatinya lebih dari yang bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

"Ivy..." bisiknya pelan, suaranya hampir pecah oleh rasa haru. Nama itu meluncur dari bibirnya dengan rasa sayang yang begitu dalam. Fadli terdiam sejenak, menatap Ivy yang tertidur dengan wajah yang tenang dan damai. Di tengah segala kesulitan yang mereka lewati bersama, Fadli tahu satu hal pasti—dia semakin mencintai Ivy, jauh lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan.

Namun saat dia hendak memindahkan Ivy dari posisi duduknya, pintu kamar tiba-tiba terbuka perlahan, dan Haris, ayah Ivy, melangkah masuk dengan langkah pelan. "Dia tadi langsung masuk ke kamar kamu setelah dengar kamu mengigau, Fadli," kata Haris dengan nada hangat, senyum kebapakan di wajahnya. "Dia khawatir padamu."

Fadli menatap Haris dengan perasaan terharu, sulit baginya menemukan kata-kata yang tepat untuk membalasnya. "Terima kasih, Pak. Ivy... dia sudah banyak membantu saya malam ini," balasnya pelan, mencoba mengendalikan emosinya.

Haris menepuk pundaknya dengan lembut. "Biarkan dia tidur di sini, Fadli. Kamu juga tidurlah di sebelahnya," katanya sambil menatap Fadli dengan penuh kepercayaan. "Kami percaya padamu, Fadli. Kamu laki-laki yang baik. Jaga Ivy baik-baik, ya."

Kata-kata itu membuat Fadli semakin terhimpit perasaan sungkan. "Tidak usah, Pak. Saya tidur di sofa ruang tamu saja," usul Fadli, merasa tidak enak hati untuk tidur bersama Ivy di kamar yang sama.

Namun Haris hanya tersenyum, menggeleng. "Tidak apa-apa, Nak. Kami percaya kamu tidak akan macam-macam. Lagipula, kalian memang harus saling menguatkan. Saya juga sangat berterima kasih. Kalau kamu tidak ada, entah bagaimana Ivy bisa sembuh dari trauma itu. Sudahlah. Tidak apa. Kamu pasti butuh Ivy malam ini."

Kata-kata Haris menghantam Fadli tepat di hati. Bagaimana mungkin dia tidak terharu mendengar ucapan itu? Fadli mengangguk perlahan, mencoba menahan air matanya, dan mengucapkan terima kasih dengan suara yang bergetar.

Setelah Haris menutup pintu kamar, Fadli berbalik menatap Ivy lagi. Hatinya berdesir. Perlahan, dia menyelipkan tangannya di bawah tubuh Ivy, mengangkatnya dari kursi dengan hati-hati. "Maaf ya, Ivy," bisiknya pelan, seolah takut membangunkan Ivy dari tidurnya yang tenang.

Dengan lembut, dia memindahkan Ivy dari posisi duduk ke posisi berbaring di tempat tidur. Rasa canggung menyelimutinya, namun di dalam hatinya, ada rasa bahagia yang tak terlukiskan. Di sini, dia bisa berada di samping Ivy, menjaga wanita yang sangat ia cintai.

Fadli berbaring di sisi tempat tidur, menghadap Ivy. Matanya terus tertuju pada wajah Ivy yang tertidur dengan damai. Jantungnya berdebar, penuh rasa cinta dan syukur. Dia menyelimuti Ivy dengan pelan, memastikan tubuh Ivy tetap hangat. Dalam keheningan malam itu, Fadli mengelus lembut rambut Ivy, merasakan tekstur lembutnya di jari-jarinya, dan tanpa sadar, ia mendekat dan mengecup kening Ivy dengan penuh cinta. "Aku akan selalu ada untukmu, Ivy," bisiknya, seolah janji itu terpahat di langit-langit malam.

Ia meraih ponselnya dan mengatur alarm untuk bangun lebih pagi. Ia tahu, ia harus kembali ke rumahnya dan bersiap mengajar. Tapi untuk malam ini, dia ingin menghabiskan sisa malam yang penuh hujan ini di sisi Ivy, merasakan kehangatan dan rasa syukur yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Sebelum memejamkan mata, Fadli menatap Ivy sekali lagi dengan penuh sayang, memandang setiap lekuk wajahnya yang cantik dan damai. Dalam hatinya, dia tahu bahwa setiap saat bersama Ivy adalah penyembuhan bagi keduanya. Cinta mereka adalah cahaya di tengah kegelapan masa lalu yang pernah mereka alami. **Terima kasih sudah ada untukku, Ivy,** batinnya. Dengan hati yang penuh cinta, Fadli akhirnya memejamkan matanya, membiarkan kehangatan cinta Ivy dan gemuruh hujan yang menenangkan membawanya ke dalam tidur yang damai.

REVERBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang