Sudah beberapa minggu sejak Ivy memulai sesi terapinya bersama Dr. Livia, dan setiap minggunya dia menunjukkan kemajuan yang mengagumkan. Teknik pernapasan, latihan “grounding,” dan pembicaraan terbuka mengenai traumanya telah membantu Ivy untuk menemukan kembali rasa aman di dalam dirinya. Setiap kali ada sesi terapi, Fadli selalu duduk di samping Ivy, menggenggam tangannya, memberikan dukungan dengan tatapan penuh cinta. Kehadiran Fadli tidak hanya memberi Ivy kekuatan, tetapi juga membuat proses penyembuhan menjadi lebih cepat dan efektif.
Dr. Livia pun mengakui perkembangan ini. Di minggu keenam terapi, ia menyampaikan kepada Haris dan Indira bahwa Ivy telah sembuh sekitar 80 persen dari trauma yang menghantuinya. "Ivy telah menunjukkan kemajuan yang pesat," kata Dr. Livia sambil tersenyum. "Saya sangat kagum dengan kerja kerasnya dan dukungan yang dia dapatkan dari keluarga, terutama dari Fadli. Dengan sesi yang tersisa, saya optimis Ivy akan pulih sepenuhnya."
Mendengar ini, Fadli merasa hatinya dipenuhi kebahagiaan dan harapan. Dia tahu, sudah saatnya untuk mengambil langkah berikutnya. Dia telah melihat Ivy berjuang, bangkit, dan sekarang hampir sembuh. Fadli tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Rencana yang telah dia simpan selama berminggu-minggu akhirnya akan dijalankan: dia akan melamar Ivy. Namun, sebelum itu, dia merasa perlu berbicara dengan seseorang yang juga memiliki tempat istimewa di hati Ivy.
---
Suatu malam, Fadli mengajak Yale untuk bertemu di sebuah kafe kecil dekat rumah Ivy. Mereka duduk berhadapan, sambil menyesap kopi hangat di udara malam yang mulai terasa sejuk. Fadli menatap sahabatnya itu dengan serius, mencoba merangkai kata-kata yang ingin dia sampaikan.
"Yale, aku ingin ngomong sesuatu," kata Fadli, suaranya terdengar ragu.
Yale mengangkat alis, memandang Fadli dengan tatapan penuh perhatian. "Ada apa, Fadli?"
Fadli menghela napas, kemudian menatap Yale dengan mantap. "Aku ingin melamar Ivy," ucapnya perlahan, tetapi penuh dengan keyakinan.
Mendengar itu, Yale terdiam sejenak. Wajahnya berubah serius, dan matanya menatap Fadli dengan dalam. "Fadli," katanya dengan nada yang tegas, "Ivy adalah sahabat kita. Aku tahu betapa dia berharga bagimu, dan aku juga tahu kamu akan menjaganya. Tapi tolong, jangan pernah ulangi kesalahan yang aku lakukan. Dulu, aku melukai Ivy tanpa sengaja karena ego dan kebodohanku. Dia terluka, dan itu menghantui aku sampai sekarang."
Fadli menatap Yale dengan penuh pengertian. "Yale, aku janji. Aku akan selalu menjaga Ivy, mencintainya, dan tidak akan pernah melakukan hal yang menyakitinya," jawab Fadli dengan tulus. "Aku ingin menjadi pelindungnya, orang yang membuatnya merasa aman dan bahagia."
Yale tersenyum kecil dan meraih pundak Fadli. "Aku percaya padamu, Fadli. Pergilah, buat Ivy bahagia. Dan pastikan lamaranmu benar-benar spesial," ucap Yale sambil tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.
Fadli tersenyum, hatinya dipenuhi rasa syukur atas dukungan sahabatnya ini. "Terima kasih, Yale. Aku akan membuatnya menjadi momen yang tidak akan pernah dia lupakan," jawab Fadli dengan penuh semangat.
### Rencana Lamaran di Sekolah Sepi
Beberapa hari kemudian, Fadli mulai merancang rencana lamarannya. Dia ingin membuat sesuatu yang sederhana namun bermakna, dan tempat pertama kali mereka bekerja bersama terasa seperti pilihan yang tepat. Fadli pun menghubungi Pak Ridwan, kepala sekolah SMP Cemerlang, untuk meminta izin dan bantuan dalam melancarkan rencananya.
Pak Ridwan, yang sudah mengenal Ivy dan Fadli dengan baik, setuju dan bahkan antusias untuk membantu. “Tentu saja, Fadli! Saya akan mengoordinasikan dengan satpam sekolah untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Ini akan menjadi kejutan yang indah untuk Ivy,” kata Pak Ridwan dengan penuh semangat.
---
Pada hari yang telah direncanakan, Fadli datang ke rumah Ivy dengan rencana kecil. Dia berbohong, meminta Ivy untuk menemaninya ke sekolah karena ada berkas penting yang tertinggal di ruang guru. Ivy yang tak curiga sedikit pun, setuju untuk ikut.
"Aku hanya butuh kamu temani sebentar saja, Ivy," kata Fadli dengan nada santai. "Berkas ini penting dan besok akan ada rapat pagi-pagi sekali."
Ivy hanya mengangguk. "Oke, ayo kita berangkat," jawabnya sambil tersenyum.
Sesampainya di sekolah, suasana sepi dan tenang. Langit sudah mulai berubah menjadi oranye, menunjukkan matahari yang akan segera terbenam. Sekolah yang biasanya ramai oleh suara anak-anak kini tampak lengang. Ivy mengikuti Fadli yang berjalan menuju ruang guru, tanpa menyadari kejutan apa yang menantinya.
Ketika mereka sampai di koridor menuju ruang guru, Ivy melihat deretan lilin kecil yang menyala di sepanjang lorong, membentuk jalur menuju pintu ruang guru yang tertutup. Ivy menatap Fadli dengan bingung. “Ini… apa, Fadli?” tanyanya, mulai merasakan ada sesuatu yang tidak biasa.
Fadli hanya tersenyum dan menggenggam tangan Ivy. “Ikuti aku, ya,” ujarnya pelan, menuntunnya menuju pintu ruang guru.
Ketika Fadli membuka pintu, Ivy melihat ruangan itu telah dihias dengan sederhana namun indah. Di atas meja guru, ada bunga-bunga mawar putih yang tertata rapi, dan di dinding terpampang tulisan “Maukah Kau Menjadi Milikku Selamanya?” yang dirangkai dengan foto-foto perjalanan mereka bersama. Ivy menutup mulutnya dengan tangan, matanya mulai berair.
Fadli kemudian berlutut di depan Ivy. Dengan suara lembut namun penuh perasaan, dia berkata, “Ivy Maharani Haris, kamu adalah perempuan yang mengubah hidupku, perempuan yang membuatku ingin menjadi lebih baik setiap harinya. Maukah kamu menjadi istri dari Fadli Dirgantara?”
Air mata Ivy mengalir deras. Dia terisak, tak mampu berkata-kata. Namun, tanpa ragu, dia menganggukkan kepalanya dan segera memeluk Fadli erat-erat. "Iya, aku mau," jawabnya sambil menangis bahagia. "Aku mau menjadi istrimu, Fadli."
Suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar dari sudut ruangan. Ivy menoleh dan melihat Pak Ridwan, Yale, Danica, dan beberapa teman guru lainnya muncul dari balik tirai di sudut ruangan, tersenyum sambil memberikan selamat. “Selamat, Ivy dan Fadli!” seru Pak Ridwan dengan mata berkaca-kaca.
Fadli berdiri dan memeluk Ivy erat. “Terima kasih sudah memberikan kesempatan ini, Ivy. Terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku,” bisiknya di telinga Ivy, lalu mengecup lembut keningnya.
Di ruang guru yang kini dipenuhi kebahagiaan dan cinta, Fadli dan Ivy berdiri sebagai pasangan yang siap melangkah bersama ke tahap baru dalam kehidupan mereka. Lamaran itu mungkin sederhana, di tempat yang penuh kenangan bagi mereka, namun memiliki makna yang begitu dalam. Mereka berdua tahu, perjalanan mereka tidak akan selalu mudah. Tapi dengan cinta, kesabaran, dan komitmen yang mereka miliki, Fadli dan Ivy yakin mereka dapat melalui segalanya bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVERB
General Fiction"REVERB" adalah kisah tentang perjuangan, dukungan, dan menemukan cinta dalam diri sendiri dan orang-orang terkasih.