**Judul: "Pelukan dalam Cinta Sejati"**
Fadli duduk di ruang guru, mendengarkan cerita-cerita dari rekan-rekannya yang telah berpengalaman menjalani masa kehamilan. Mereka bercerita dengan tawa riang tentang betapa aneh dan lucunya permintaan ngidam yang pernah mereka alami di bulan-bulan pertama hingga ketiga. Ada yang meminta suami mencari mangga muda di tengah malam, ada yang ngidam durian padahal bukan musimnya, dan bahkan ada yang tiba-tiba ingin pergi ke pantai jauh hanya untuk mencium aroma laut.
Fadli tersenyum tipis mendengar cerita-cerita itu, namun dalam hatinya, rasa khawatir perlahan-lahan muncul. Selama masa kehamilan Ivy, istrinya, yang kini memasuki bulan keempat, Ivy tidak pernah meminta apa pun. Tidak ada permintaan makan makanan aneh, tidak ada rengekan tengah malam, dan tidak ada tuntutan yang sulit dipenuhi seperti cerita-cerita rekan-rekannya.
Di satu sisi, Fadli merasa lega karena tidak perlu melalui kesulitan-kesulitan itu. Namun, di sisi lain, ia mulai bertanya-tanya, **Apakah Ivy baik-baik saja? Apakah dia benar-benar bahagia dengan kehamilan ini? Ataukah Ivy sedang menyembunyikan sesuatu seperti yang sering ia lakukan dulu?**
Fadli tahu Ivy adalah wanita yang sangat kuat dan jarang mengeluh. Bahkan dalam kesulitan, Ivy selalu menanggung semuanya sendiri, tidak ingin membebani orang lain. Itulah salah satu alasan Fadli jatuh cinta padanya. Namun sekarang, sebagai suami, ia justru khawatir kalau Ivy terlalu banyak menyimpan perasaannya sendiri.
Malam itu, setelah melewati hari yang panjang di sekolah, Fadli dan Ivy berbaring di tempat tidur mereka. Perut Ivy yang semakin membesar kini menjadi pengingat nyata dari kehidupan baru yang sedang mereka jalani. Fadli memandangi wajah Ivy yang tertidur di sampingnya. Wajah yang selalu memberinya ketenangan, namun malam ini membuatnya gelisah.
Dalam tidurnya, Ivy terlihat damai, namun Fadli merasa pasti ada perasaan yang Ivy sembunyikan di balik ketenangan itu. Ia perlahan menutup matanya, mencoba tidur, namun pikirannya masih penuh dengan pertanyaan. Malam-malam sebelumnya, Fadli sering terbangun dan mendapati Ivy sudah berada sangat dekat dengannya, kepalanya bersandar di dadanya, tangannya melingkar di pinggang Fadli seolah mencari rasa aman.
Malam ini, Fadli memutuskan untuk pura-pura tidur, menunggu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Benar saja, sekitar tengah malam, ia merasakan Ivy bergerak di sampingnya. Awalnya, Ivy tidur membelakanginya, tetapi dengan susah payah, dia membalikkan badannya menghadap ke arah Fadli.
Fadli tetap memejamkan matanya, menahan rasa ingin tahu yang melonjak. Ia bisa merasakan Ivy memandangi wajahnya dalam kegelapan kamar. Tatapan itu begitu lembut, begitu penuh cinta. Lalu, dengan perlahan, tangan Ivy terulur menyentuh wajah Fadli, membelainya dengan elusan yang sangat pelan. Sentuhan itu membuat hati Fadli berdebar, namun ia tetap berusaha tenang.
"Aku selalu suka melihat wajah tampanmu, Fadli..." suara Ivy terdengar lirih. "Mungkin kamu akan bosan mendengar ini kalau aku mengatakannya saat kamu terjaga, tapi aku sangat bersyukur karena kamu memilihku. Kamu adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki..."
Fadli merasa dadanya menghangat mendengar kata-kata Ivy. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya membawa cinta yang begitu dalam, begitu tulus. Ia ingin merespons, ingin menarik Ivy dalam pelukannya, namun ia tetap diam, memberi ruang pada Ivy untuk melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
"Jangan pernah lelah menghadapiku ya," lanjut Ivy dengan suara yang mengandung harapan dan kerentanan. "Aku tahu aku bukan yang terbaik, tapi kamu membuatku merasa begitu dicintai... begitu berarti."
Air mata hampir jatuh dari sudut mata Fadli, namun ia menahannya. **Ivy... Kamu telah menanggung semuanya sendiri lagi,** pikirnya. Ivy tidak pernah meminta apa pun, bukan karena dia tidak ingin, tetapi karena dia takut membebani Fadli.
Ivy mendekatkan wajahnya ke Fadli, lalu mencium keningnya dengan lembut. Setiap ciuman Ivy terasa seperti sebuah pengakuan-betapa pentingnya Fadli dalam hidupnya. Kemudian, bibir Ivy menyentuh bibir Fadli dengan ciuman yang sangat halus dan penuh kasih.
"Maaf kalau aku selalu seperti ini," bisik Ivy, suaranya semakin lirih. "Aku izin tidur di pelukanmu ya..."
Fadli, yang masih berpura-pura tidur, merasakan Ivy melingkarkan tangannya ke tubuhnya, mencari kehangatan dan kenyamanan dalam pelukannya. Dengan lembut, Ivy bersandar di dada Fadli dan kembali memejamkan matanya.
Dalam momen itu, Fadli akhirnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Ngidam Ivy bukanlah tentang makanan atau permintaan yang aneh. Ngidam Ivy adalah dirinya-pelukan hangatnya, detak jantungnya, dan kehadiran Fadli yang selalu memberikan rasa aman.
Pelan-pelan, Fadli membuka matanya dan menatap Ivy yang sudah tertidur di pelukannya. Ia menundukkan kepalanya, mengecup puncak kepala Ivy dengan lembut. **Kamu tidak perlu meminta izin untuk ini, sayang.**
"Kamu tidak perlu izin, sayang..." bisik Fadli dengan suara rendah, namun penuh cinta. "Pelukanku selalu untukmu, kapan pun kamu mau..."
Mendengar suara Fadli, Ivy terbangun sedikit, matanya terbuka setengah, menatap Fadli dengan senyum kecil. "Aku hanya... aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman..." ucap Ivy pelan.
Fadli merasa hatinya begitu tersentuh. Ivy, wanita yang selalu menahan semuanya sendiri, bahkan saat hamil, masih khawatir membuatnya tidak nyaman. Fadli mengelus rambut Ivy, mengusap punggungnya dengan lembut.
"Kamu tidak pernah membuatku tidak nyaman," jawab Fadli dengan penuh kelembutan. "Aku justru merasa sangat beruntung karena kamu selalu ada di sini. Kamu bisa memelukku kapan saja, Ivy. Aku akan selalu di sini untukmu..."
Air mata mengalir dari sudut mata Ivy. Tubuhnya bergetar pelan, menangis dalam pelukan Fadli. Selama ini, dia berusaha menahan semuanya, tetapi kini dia membiarkan dirinya menunjukkan kerentanannya. Fadli memeluknya lebih erat, memberikan semua rasa cintanya dalam pelukan itu.
"Aku mencintaimu, Ivy..." bisik Fadli, mengecup puncak kepala Ivy lagi dan lagi, berharap setiap ciuman bisa menghapus semua ketakutan dan kesedihan yang pernah Ivy rasakan.
"Aku juga mencintaimu, Fadli..." balas Ivy dengan suara bergetar.
Mereka akhirnya tertidur dalam pelukan satu sama lain, merasakan kehangatan dan keamanan yang hanya bisa diberikan oleh cinta sejati. Fadli tahu, malam itu bukan hanya malam yang istimewa. Malam itu adalah pengingat bahwa cinta mereka adalah tempat di mana mereka berdua selalu bisa kembali dan merasa dimiliki sepenuhnya.
Dan saat Fadli terlelap, ia tahu satu hal dengan pasti: **Cintanya pada Ivy adalah jawaban untuk semua keraguan dan kekhawatiran.**
KAMU SEDANG MEMBACA
REVERB
General Fiction"REVERB" adalah kisah tentang perjuangan, dukungan, dan menemukan cinta dalam diri sendiri dan orang-orang terkasih.