Setelah upacara pernikahan yang khidmat dan penuh haru, Ivy dan Fadli memulai perjalanan baru mereka sebagai suami istri. Mereka memutuskan untuk menghabiskan malam pertama mereka di Hotel Grand Arcadia, hotel terbaik di kota mereka yang terkenal dengan fasilitas mewah dan pelayanan yang istimewa.
Sesampainya di Hotel Grand Arcadia, mereka disambut oleh staf hotel dengan ramah dan hangat. "Selamat datang, Pak Fadli dan Ibu Ivy. Selamat atas pernikahan Anda," sapa resepsionis dengan senyum tulus. Mereka kemudian diarahkan ke Presidential Suite, kamar terbaik di hotel itu, yang telah dihiasi khusus untuk mereka. Ruangan itu luas dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari lantai tertinggi. Di dalamnya terdapat ruang tamu elegan, kamar tidur mewah dengan ranjang king size, balkon pribadi, dan kamar mandi marmer lengkap dengan jacuzzi.
Saat mereka masuk ke dalam kamar, Ivy terkejut melihat ruangan yang telah dihias dengan kelopak mawar merah yang tersebar di lantai dan tempat tidur. Lilin aroma terapi menyala lembut di sudut ruangan, memberikan suasana romantis dan menenangkan. Di meja kecil dekat jendela, terdapat sebotol champagne dan dua gelas kristal, serta sepiring cokelat dan buah segar.
"Fadli, ini... indah sekali," ucap Ivy dengan mata berbinar.
Fadli tersenyum, menggenggam tangan Ivy. "Aku ingin malam ini menjadi malam yang tak terlupakan untuk kita."
Malam semakin larut, dan setelah berbincang ringan serta menikmati hidangan kecil yang disediakan, Fadli dengan lembut berkata, "Kamu mungkin ingin mandi terlebih dahulu. Air hangat akan membuatmu rileks."
Ivy mengangguk pelan. "Baiklah," jawabnya sambil tersenyum. Dia masuk ke kamar mandi yang luas dan mewah, merasakan air hangat yang menenangkan mengalir di kulitnya. Sambil mandi, Ivy merenungkan hari yang telah dilaluinya. Perasaannya campur aduk antara bahagia, gugup, dan penuh harapan. **Ini adalah awal dari kehidupan baruku bersama Fadli,** pikirnya.
Setelah selesai, Ivy mengenakan piyama sutra berwarna putih lembut yang disiapkan hotel. Ia keluar dari kamar mandi dan melihat Fadli menunggunya di ruang tamu. "Sekarang giliranmu," ucap Ivy dengan senyum manis.
Fadli mengangguk. "Baik, aku akan segera kembali," katanya sambil masuk ke kamar mandi.
Sambil menunggu, Ivy duduk di tepi tempat tidur. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Bukan karena takut, tetapi karena perasaan gugup yang wajar dirasakan pada malam pertama pernikahan. Ia berbaring sejenak, mencoba menenangkan diri, namun pikirannya terus melayang pada Fadli dan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tak lama kemudian, Fadli keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan piyama berwarna biru gelap yang membuatnya tampak semakin tampan. Rambutnya sedikit basah, menambah kesan segar dan karismatik. Ivy menoleh dan seketika terpesona melihat suaminya. **Dia begitu tampan, dan sekarang dia adalah suamiku,** batinnya dengan perasaan hangat.
Fadli berjalan mendekati Ivy dan duduk di sampingnya. Ada keheningan sejenak di antara mereka, namun bukan keheningan yang canggung. Fadli menatap Ivy dengan lembut. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya pelan.
Ivy tersenyum tipis. "Aku merasa... bahagia, tapi juga sedikit gugup."
Fadli mengangguk memahami. "Aku juga," katanya sambil tertawa kecil. "Kita tidak perlu terburu-buru. Malam ini adalah tentang kita, dan aku ingin kamu merasa nyaman."
Ivy merasa tersentuh dengan kata-kata Fadli. "Terima kasih, Fadli. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa tenang."
Fadli kemudian berbaring di sebelah Ivy. Dengan hati-hati, ia merengkuh Ivy dalam pelukannya, memeluknya dari belakang. "Bolehkah aku memelukmu seperti ini?" tanyanya dengan suara lembut.
Ivy merasakan kehangatan dari pelukan Fadli. Sesaat, bayangan masa lalu yang menakutkan sempat muncul di benaknya, namun segera sirna ketika ia menyadari bahwa orang yang memeluknya adalah Fadli—pria yang mencintainya dengan tulus dan selalu melindunginya. Ia mengangguk pelan. "Ya, tentu saja."
Fadli tersenyum, merasa lega. Ia ingin memastikan bahwa setiap langkah yang diambilnya membuat Ivy merasa nyaman dan dicintai. Perlahan, ia memutar posisi sehingga mereka saling berhadapan. Mata mereka bertemu, dan dalam tatapan itu, tersirat perasaan cinta yang mendalam.
"Denganmu, aku merasa lengkap," ucap Fadli dengan tulus.
Ivy merasakan hatinya bergetar. "Aku juga merasa begitu. Terima kasih telah menjadi suamiku."
Fadli mengangkat tangan Ivy dan mengecupnya dengan lembut. Kemudian, ia mendekatkan wajahnya dan memberikan kecupan lembut di kening Ivy. "Aku mencintaimu," bisiknya.
"I love you too," jawab Ivy sambil tersenyum.
Perlahan, Fadli mengecup pipi Ivy, lalu bibirnya. Kecupan itu lembut dan penuh kasih sayang. Ivy membalasnya dengan perasaan yang sama, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berdua tenggelam dalam perasaan cinta yang hangat, saling berbagi kehangatan dan kepercayaan.
Malam itu, tanpa perlu kata-kata berlebihan, mereka mengekspresikan cinta mereka dengan penuh kelembutan dan saling pengertian. Fadli selalu memastikan bahwa Ivy merasa nyaman, dan Ivy merasa aman dalam pelukan suaminya. Mereka merayakan awal dari kehidupan baru mereka dengan penuh kasih sayang dan keintiman yang tulus.
Ketika malam semakin larut, mereka berdua berbaring di atas tempat tidur, saling berpelukan. Ivy meletakkan kepalanya di dada Fadli, mendengarkan detak jantungnya yang tenang. "Terima kasih telah membuat malam ini begitu indah," ucapnya pelan.
Fadli mengelus rambut Ivy dengan lembut. "Terima kasih telah mempercayai aku. Aku berjanji akan selalu menjagamu dan membuatmu bahagia."
Ivy menutup matanya, merasa damai dan bahagia. "Aku percaya padamu."
Dengan perasaan penuh cinta, mereka pun tertidur dalam pelukan satu sama lain, siap menghadapi hari-hari indah yang menanti mereka sebagai suami istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVERB
General Fiction"REVERB" adalah kisah tentang perjuangan, dukungan, dan menemukan cinta dalam diri sendiri dan orang-orang terkasih.