Dan disinilah Febi sekarang. Berada di satu mobil bersama dua orang yang saling canggung satu sama lain, ialah Sheila dan Satria.
Satria nan tengah fokus menyetir itu seakan tutup mulut, pakaiannya yang menggunakan kemeja putih di keluarkan dan celana jeans hitam yang pas di kaki—membikin penampilannya jadi lebih menggoda. Namun hebatnya, Febi sama sekali tidak merasa tertarik maupun tergoda.
Dirinya sekarang memakai dress midi berwarna biru malam dan bahunya yang lumayan terekspos. Tau nggak sih sama dress yang talinya cuman seuprit? Nah begitu penampilan Febi kali ini. Kesannya Febi terlihat sexy dengan bahunya yang seperti itu.
Sedangkan Sheila yang duduk di belakang—menatap tajam ke arah jendela karena tak suka akan pakaian Febi kali ini, terlalu memperlihatkan bahu putihnya. Sheila pun sama halnya memakai dress, bedanya, bahu miliknya tak terekspos seperti Febi. Dress nya pun berwarna hitam pekat.
Akibat tatapan tak suka Sheila itu bikin Satria jadi enggan mau mulai pembicaraan. Karena, baru kali ini Satria dapat merasakan atmosfer yang berbeda di gadis itu. Tetapi Satria tak tau apa penyebabnya, lagi pula ia sudah meminta izin kepada Febi, juga kepada orang tuanya. Kalau Sheila itu, Satria serahkan kepada Febi saja.
Tapi mengapa sedari tadi Sheila tiba-tiba mendadak sombong ke dirinya ya? Mulai dari enggan bicara, menatapnya secara tajam terus menerus, bahkan menghindar jika dirinya menatap Sheila. Mau di sengaja ataupun tak di sengaja.
Febi juga terdiam membisu. Ia diam bukan berarti peka terhadap sikap Sheila yang sekarang, ataupun mengerti akan pikiran Satria yang bingung. Tapi kepada topeng pesta nan berada di pangkuannya. Masa dari halaman rumah—maksudnya dari dalam mobil—mereka harus memakai topeng pesta? Ia baru kali ini menghadiri pesta ulang tahun yang seperti ini.
Di mobil ini, sangat hening. Saking hening nya, suara sein mobil yang berkedip-kedip pun dapat di dengar oleh ketiga pendengaran mereka. Satria nampak fokus menyetir, Febi nampak fokus melihat topeng, dan Sheila, nampak fokus terhadap jendela dengan tatapan tajamnya.
Sheila menyesal tidak membawa jaket. Ia tak suka miliknya itu di pandang oleh orang lain. Dirinya makin kesal lantaran Febi sama sekali tidak peka akan ketidaksukaannya itu, terutama Febi biasa-biasa saja dengan bahunya yang terlihat jelas. Ia hanya bisa pasrah, yang di lakukannya sekarang hanyalah memandang kaca mobil sambil meremas kuat kopeng yang berada di pangkuannya. Untung tidak rusak.
Setelah sampai di kediaman rumah temannya—si pemilik pesta ulang tahun yang mengharuskan membawa pacar—Satria kontan mematikan mesin mobil. Ia menatap Febi, memberi kode lewat lirikan mata terhadap Sheila yang langsung membuka pintu mobil tanpa berkata apa-apa lalu di tutup secara keras.
"Sheila kenapa sih?!" Kesal Satria, "Ini mobil bukan punya gue ya tolong."
"Nggak tau sumpah. Kayaknya dia bete deh, Sat. Duh, gimana dong?"
"Yaaa, menurut lo? Masa gue harus putar balik nganterin dia ke rumah lagi? Nanggung gila, kita udah disini."
Febi menghela napas berat, memikirkan Sheila itu sangat rumit. Bahkan tadi, sebelum mereka kesini, pada saat Febi memberitahu keinginan Satria, mereka sempat berdebat kecil.
"Shei."
"Hm."
Febi yang terlalu malas bergerak ke rumah Sheila, memilih untuk menelepon. Awalnya dua panggilan pertama tidak di jawab oleh Sheila, setelah panggilan ketiga nan agak lama di tunggu—baru sang empu menjawab dengan suara serak-serak basah.
Lagaknya Sheila baru bangun. Begitu pikir Febi. Walaupun terbesit rasa senang saat mendengar suara parau Sheila.
"Lo mau ikut ke acara ulang tahunnya temen Satria nggak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Us Relationship Never Ends
Jugendliteratur"Dih? Siapa juga yang mau sama lo?! O-G-A-H, OGAH!" -Sheila Zivana Faith "Eh anying! Lo pikir gue mau sama lo?! NAJIS!" -Febi Claudya Kiandra "Lo gila!" "Kalo gue gila, terus lo apa dong!?" "Lo stress tau gak! Masa ke angkringan pake kolor hello k...