MENJAUH

51 11 0
                                    


Erine duduk di bangku taman, memandang kosong ke arah danau kecil di depannya. Angin sore bertiup pelan, menerbangkan daun-daun kering di sekitarnya. Di dalam hatinya, perasaan yang sudah lama terpendam mulai kembali menyelimuti. Ia tahu, ada yang berubah. Perlahan, tapi pasti, Oline semakin menjauh darinya.

Sudah beberapa minggu terakhir, komunikasi mereka mulai renggang. Pesan yang dulu selalu datang dengan cepat, kini hanya balasan singkat tanpa kehangatan. Pertemuan yang selalu dinanti, sekarang dipenuhi dengan keheningan yang canggung. Erine merasakan jarak yang tak kasat mata, semakin besar setiap harinya.

Tepat saat pikiran itu menghantuinya lagi, Erine melihat sosok Oline berjalan ke arahnya dari kejauhan. Oline, dengan jaket hitam yang biasa ia kenakan, tampak tenang. Tapi kali ini, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Erine merasakan rasa takut yang tak ia inginkan.

Oline duduk di sebelah Erine, tanpa berkata apa-apa. Keduanya terdiam, hanya mendengarkan suara angin dan gemericik air dari danau. Erine menggigit bibirnya, mencoba meredakan gemuruh di dadanya. Ia tahu bahwa percakapan ini akan sulit, tapi ia tidak bisa terus diam.

"Oline..." suara Erine bergetar, meski ia mencoba terlihat tegar. "Apa yang terjadi? Kamu terasa jauh... dan aku nggak tahu kenapa."

Oline menunduk, seakan mencari kata-kata yang tepat. Jeda panjang terasa membentang di antara mereka. “Erine,” suara Oline terdengar berat, “aku nggak pernah ingin menyakitimu, tapi... ada sesuatu yang nggak bisa kuabaikan lagi.”

Erine menatap Oline dengan mata berkaca-kaca. "Apa maksudmu? Kamu nggak perlu menjauh seperti ini. Kita bisa bicara, kita bisa cari solusi, apapun masalahnya."

Oline menghela napas panjang, kemudian menatap Erine dengan sorot mata yang penuh penyesalan. “Aku juga nggak pengen begini. Tapi, ada hal-hal yang nggak bisa aku jelasin dengan mudah. Aku rasa... mungkin ini waktunya kita... menjauh.”

Kata-kata itu menghantam hati Erine seperti badai. Menjauh? Ia sudah menduga sesuatu yang buruk akan terjadi, tapi mendengar kata-kata itu langsung dari Oline membuatnya terasa lebih nyata dan lebih menyakitkan.

“Jadi, kamu ingin pergi? Begitu aja?” tanya Erine, suaranya mulai bergetar. “Setelah semua yang kita lewati? Setelah semua janji yang kamu buat?”

Oline menatap Erine dengan wajah yang penuh rasa bersalah. “Aku nggak pernah berniat untuk melanggar janji-janji itu, Erine. Tapi... kadang, cinta nggak selalu bisa menyelesaikan semua masalah.”

Erine merasa dadanya sesak. Kata-kata Oline terasa seperti belati yang menembus jantungnya. Ia mencintai Oline dengan seluruh hatinya, dan ia tahu Oline juga pernah merasakan hal yang sama. Tapi kenapa harus berakhir seperti ini? Apa yang membuat Oline berubah?

“Kamu masih cinta aku, Oline?” tanya Erine dengan suara lirih, matanya mencari jawaban di wajah pria yang dulu selalu ada untuknya.

Oline menutup matanya sejenak, menahan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. “Aku masih cinta kamu, Erine. Sisa cintaku... hanya untukmu. Tapi aku nggak bisa terus seperti ini. Aku merasa terjebak dalam sesuatu yang nggak bisa aku jelaskan, dan aku nggak mau menyeret kamu lebih jauh.”

Air mata Erine mulai jatuh, meski ia berusaha menahannya. “Kalau kamu masih cinta, kenapa harus menjauh? Kita bisa memperbaiki ini bersama, Oline. Jangan pergi... jangan tinggalkan aku.”

Namun, dalam hati Oline, ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang harus diambil. Ia mencintai Erine, tapi ada rasa takut dan ketidakpastian dalam dirinya yang tak bisa ia abaikan. Semakin ia mencoba bertahan, semakin ia merasa bahwa ia hanya akan menyakiti Erine lebih dalam. Mungkin, dengan menjauh, ia bisa memberi Erine kesempatan untuk menemukan kebahagiaan yang lebih baik—sesuatu yang ia rasa tak bisa lagi ia berikan.

Oline berdiri perlahan, menatap Erine untuk terakhir kalinya. “Maafkan aku, Erine. Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik, dan aku nggak bisa menjadi itu untukmu sekarang.”

Erine menunduk, menangis dalam keheningan. Oline menatapnya sejenak sebelum berbalik dan pergi, meninggalkan perasaan yang tak terucap dan cinta yang masih tersisa. Meskipun jarak di antara mereka semakin besar, satu hal yang pasti: cinta Oline tidak pernah hilang, tapi ia tahu bahwa terkadang cinta saja tidak cukup.

Dan di tengah perpisahan itu, Erine menyadari bahwa meski Oline telah menjauh, sisa cinta yang pernah mereka bagi akan selalu hidup di dalam hatinya.

SISA CINTAKU UNTUKMU (ORINE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang