ERINE DI JODOHKAN

51 15 0
                                    


Malam itu, Erine duduk di sudut kamarnya, menatap layar ponsel yang terasa semakin berat di tangannya. Pesan yang baru saja ia terima membuat jantungnya berdegup kencang. Oline, seseorang yang selama ini mengisi hatinya, mengirim pesan yang tak pernah ia duga.

**"Erine, aku dengar kamu dijodohkan. Apa ini benar?"**

Erine menggigit bibirnya, air mata mulai menggenang di matanya. Ia belum siap menghadapi pertanyaan ini. Pertemuan dengan keluarga pria yang dijodohkan dengannya memang baru saja terjadi beberapa hari lalu, dan kabar itu rupanya sudah sampai ke telinga Oline.

Dengan tangan bergetar, Erine membalas pesan itu.

**"Iya, Line. Keluarga sudah menetapkan ini. Aku nggak bisa menolaknya…"**

Di balik layar ponselnya, Oline terdiam, mencoba mencerna kenyataan pahit yang baru saja ia terima. Hubungannya dengan Erine memang belum pernah resmi di hadapan keluarga, tapi perasaan mereka sudah tumbuh begitu dalam. Mereka berdua tahu ada cinta di antara mereka, namun perjodohan ini terasa seperti akhir yang tak terelakkan.

Tak lama kemudian, ponsel Erine berbunyi. Panggilan dari Oline. Dengan napas tertahan, Erine mengangkat telepon itu.

"Erine..." suara Oline terdengar serak. "Kenapa kamu nggak bilang apa-apa soal ini sebelumnya?"

Erine menahan isak tangisnya. "Aku nggak tahu harus bilang apa, Line. Ini bukan keputusanku. Aku nggak mau menyakiti kamu dengan kabar ini."

"Aku udah tahu, Erine. Tapi, dengar... sisa cintaku hanya untukmu. Aku nggak bisa bayangin kamu sama orang lain," kata Oline dengan suara yang terdengar penuh rasa sakit.

Erine menarik napas panjang, mencoba meredakan perasaan hancur di hatinya. "Aku juga masih cinta kamu, Oline. Tapi keluargaku nggak memberi aku pilihan. Mereka ingin aku menerima ini, dan aku nggak bisa menolak."

"Jadi, kamu akan menikah dengan orang lain?" Oline bertanya, nadanya terdengar lebih putus asa.

"Aku nggak tahu," bisik Erine. "Aku nggak bisa memilih di antara cinta dan tanggung jawabku pada keluarga. Aku terjebak di antara keduanya."

Hening mengisi percakapan mereka, hanya terdengar suara napas dari kedua sisi. Erine merasa dadanya semakin sesak. Cinta yang selama ini ia simpan untuk Oline terasa tidak cukup kuat untuk melawan tekanan dari keluarganya.

“Apa nggak ada cara kita bisa hadapi ini bersama?” tanya Oline, suaranya terdengar penuh harapan, meski samar oleh rasa takut.

“Line… aku nggak bisa,” kata Erine, air matanya mengalir deras. “Aku udah mencoba bicara sama mereka, tapi mereka nggak mendengarkan. Keluargaku percaya kalau ini yang terbaik buat aku.”

“Terbaik?” Oline tertawa getir. “Bagaimana bisa mereka tahu apa yang terbaik buat kamu, kalau mereka nggak tahu apa yang sebenarnya ada di hatimu?”

Erine menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang semakin menghimpit. “Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku nggak pernah berhenti mencintaimu. Bahkan jika aku harus menikah dengan orang lain… sisa cintaku hanya untukmu, Line.”

Oline terdiam sejenak. Kata-kata Erine membuat hatinya bergetar, namun juga membuatnya semakin hancur. Ia tahu Erine tidak punya pilihan lain, tapi perasaan ini terlalu kuat untuk diabaikan. “Aku nggak bisa bayangin hidup tanpa kamu, Erine,” katanya pelan. “Tapi kalau ini yang kamu mau, aku akan belajar untuk melepaskan. Meski sulit.”

Erine menangis lebih keras. “Aku nggak mau kamu pergi, tapi aku juga nggak bisa menahanmu. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan.”

Oline menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Kita nggak bisa bertahan di tengah situasi ini, Erine. Tapi aku akan selalu ingat bahwa kamu adalah satu-satunya orang yang aku cintai.”

“Dan kamu juga satu-satunya di hatiku,” jawab Erine dengan suara bergetar. “Maafkan aku, Line. Maafkan aku karena nggak bisa melawan ini.”

“Kamu nggak perlu minta maaf,” kata Oline. “Kamu nggak salah. Hanya saja… mungkin ini memang takdir kita. Meski aku masih mencintaimu, mungkin dunia ini nggak mengizinkan kita bersama.”

Erine terisak, tahu bahwa apa yang dikatakan Oline adalah kenyataan yang harus ia terima. Mereka sama-sama saling mencintai, tapi cinta saja tidak cukup untuk melawan segala yang mengikat mereka dari luar.

Setelah beberapa saat dalam keheningan yang menyakitkan, Oline berkata, “Aku akan selalu ada di sini, Erine. Meskipun kita nggak bisa bersama, aku harap kamu bahagia, apapun yang terjadi.”

“Terima kasih, Line,” jawab Erine dengan air mata yang terus mengalir. “Aku akan selalu ingat kamu, dan cintamu akan selalu ada di hatiku.”

Dan dengan berat hati, mereka mengakhiri panggilan itu. Cinta mereka masih ada, tapi keadaan telah memisahkan mereka. Meski jalan mereka harus berpisah, sisa cinta yang mereka miliki untuk satu sama lain akan selalu hidup, tersembunyi di sudut hati yang paling dalam.

Erine tahu bahwa meskipun ia harus mengikuti jalan yang dipilihkan keluarganya, bagian dari hatinya akan selalu milik Oline.

SISA CINTAKU UNTUKMU (ORINE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang