ERINE KABUR

48 17 0
                                    


Hujan deras mengguyur jalanan kota malam itu, seolah langit sedang menumpahkan seluruh kesedihannya. Di balik kaca jendela mobil, Erine memandang dengan mata yang penuh air mata. Jalan-jalan yang ia lewati tampak seperti bayangan yang buram, persis seperti perasaannya saat ini. Ia telah membuat keputusan besar—keputusan yang ia tahu akan mengubah hidupnya selamanya.

"Erine, kamu yakin dengan ini?" tanya sahabatnya, Rena, yang mengemudikan mobil dengan cemas.

Erine mengangguk pelan, meskipun hatinya bergejolak. "Aku nggak punya pilihan lain, Ren. Aku nggak bisa tinggal dan menjalani hidup yang bukan aku inginkan."

Setelah bertahun-tahun menghadapi tekanan dari keluarganya, yang selalu menuntutnya untuk mengikuti tradisi dan menjodohkannya dengan seseorang yang tak pernah ia cintai, akhirnya Erine memutuskan untuk kabur. Ia tahu bahwa ini bukanlah pilihan yang mudah, tapi cinta di hatinya untuk Oline adalah alasan utama mengapa ia mengambil langkah ini. Bagaimana mungkin ia menikah dengan pria yang bahkan tidak pernah ia kenal, sementara hatinya telah sepenuhnya milik orang lain?

---

Di tempat lain, Oline berdiri di depan pintu apartemennya, memandang layar ponselnya yang tak kunjung berdering. Ia sudah beberapa hari tak mendengar kabar dari Erine, dan kecemasannya semakin membesar. Ia tahu bahwa perjodohan Erine semakin dekat, dan itu membuat dadanya semakin sesak.

Tiba-tiba, teleponnya berbunyi. Nama Erine tertera di layar, dan tanpa ragu, Oline segera mengangkatnya.

"Erine? Kamu di mana?" tanya Oline cepat, suaranya dipenuhi kecemasan.

"Aku... aku kabur, Line," suara Erine terdengar bergetar di balik telepon. "Aku nggak bisa menikah dengan dia. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

Jantung Oline berhenti berdetak sejenak. "Kamu kabur? Kamu... kamu serius?"

"Ya," jawab Erine dengan suara yang lebih tegas. "Aku sedang dalam perjalanan. Aku nggak tahu harus pergi ke mana, tapi yang pasti aku nggak bisa tinggal di sana. Satu-satunya yang aku inginkan sekarang hanyalah kamu."

Mendengar kata-kata itu, Oline merasakan campuran antara kelegaan dan ketakutan. Ia senang Erine memilih cinta mereka, tapi ia juga tahu betapa besar konsekuensi dari keputusan ini. "Erine, kamu tahu ini nggak akan mudah. Keluargamu pasti akan mencarimu. Mereka nggak akan tinggal diam."

"Aku tahu," Erine mengakui, suaranya mulai gemetar lagi. "Tapi sisa cintaku hanya untukmu, Line. Aku nggak peduli apa yang harus aku hadapi, selama aku bisa bersamamu."

Oline menatap hujan di luar jendela, pikirannya berputar cepat. Ia ingin sekali melindungi Erine, tapi ia juga tahu bahwa mereka sedang memasuki wilayah yang berbahaya. "Kamu di mana sekarang? Aku akan jemput kamu."

Erine menyebutkan lokasinya, dan Oline segera meraih kunci mobil. Ia tahu ini adalah momen yang akan mengubah segalanya.

---

Setengah jam kemudian, Oline tiba di tempat yang Erine sebutkan. Ia melihat Erine duduk di bangku taman yang basah oleh hujan, meski payung yang dibawanya sedikit melindungi. Wajah Erine tampak pucat, tapi matanya menunjukkan tekad yang kuat.

Oline berlari mendekatinya, tak peduli hujan yang semakin deras. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung memeluk Erine erat-erat, seolah takut kehilangan gadis yang ia cintai.

"Kenapa kamu lakukan ini, Erine?" tanya Oline dengan suara pelan, memeluk Erine lebih erat. "Kamu tahu seberapa besar risikonya."

Erine menenggelamkan wajahnya di dada Oline, merasa aman dalam pelukannya. "Karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Line. Aku nggak peduli apa yang akan terjadi setelah ini. Sisa cintaku hanya untukmu, dan aku nggak akan biarkan siapa pun mengambil itu dariku."

Oline menghela napas panjang, berusaha meredam emosi yang memuncak di dalam dirinya. Ia tahu bahwa dengan kaburnya Erine, mereka kini berada dalam masalah besar. Tapi mendengar kata-kata Erine membuatnya merasa bahwa mereka bisa menghadapi apa pun, asalkan bersama.

"Kita akan menghadapi ini sama-sama, Erine," bisik Oline. "Aku janji nggak akan ninggalin kamu."

Malam itu, di tengah hujan yang terus mengguyur, mereka berdua duduk di bangku taman. Tak ada yang bisa memprediksi masa depan mereka, tapi satu hal yang pasti—mereka memilih cinta, meski dunia seolah menentang.

Dan di dalam hati mereka, meski penuh ketidakpastian, sisa cinta yang ada hanyalah untuk satu sama lain.

SISA CINTAKU UNTUKMU (ORINE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang