~ Chereal 24 ~

574 24 0
                                    

"Sukma melayang dalam asa

Tertatih kaki melangkah dalam perih

Hampa menyelimuti relung hati yang gundah

Akankah raga ini sampai kepadanya

Pemilik hati yang telah terpatri

Erat dalam sanubari"


"Cher...masuklah nak. Kenapa berdiri saja disitu?" Kata-kata bunda menyadarkanku dari lamunan saat aku hanya berdiri di depan pintu kamar Real.

Aku berjalan perlahan menghampiri bunda yang sedang duduk disisi tempat tidur dimana Real sedang terbaring. Huft...kakiku seperti tak bertenaga. Bumi seolah jauh dari jangkauan telapak kakiku.

"Kamu sendiri?"

"Gak bun. Sama yang lainnya juga. Mereka masih didepan". Jawabku sambil mencium tangan bunda.

"Kamu apa kabar Cher? Baik-baik aja kan?"

"Baik kok bun, makasih. Bunda..bunda apa kabar?" Hmm rasanya aku ragu untuk menanyakan ini. Sudah pasti bunda sedang tidak terlalu baik apalagi dengan keadaan Real seperti sekarang ini karena nyatanya aku juga tidak baik-baik saja melihat Real seperti ini.

"Cher... kamu temenin Real ya...bunda mau istirahat sebentar. Gapapa kan?"

"Iya bun, gapapa. Dengan senang hati."

Bunda hanya tersenyum menanggapiku dan meninggalkan kami menuju kamarnya. Aku mendudukan diriku disamping Real yang masih tertidur. Ku tatap wajah cantiknya kini nampak pucat. Luka lebam nampak jelas di pelipis dan sudut bibirnya. Beberapa luka juga tertoreh di kedua tangannya.

Ku raih sebelah tangannya dan mengelusnya lembut seperti ini menyadarkanku betapa aku sangat merindukannya dan menyadarkanku kembali betapa sangat berartinya dia bagiku. 

Penggalan-penggalan kisah melintas dibenakku. Bagaimana manisnya dia terhadapku. Betapa tulusnya dia terhadapaku. Namun sesaat kemudian senyum manisnya terganti dengan tangis, seiring saat bagaimana aku menyakiti dirinya. Serta merta membuat luruh air mata dengan derasnya. Menamparku, menyadarkanku...bahwa aku tak ubahnya dengan seorang pendusta. Aku pernah menjanjikan kalau aku akan menjadi sahabat terbaiknya. Aku akan melindunginya. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Dia terluka...dia sakit...justru karena aku. Aku yang membiarkannya. Aku yang mengabaikannya. Karena keegoisanku, karena amarahku. Aku bertanya dalam hatiku. Masihkah ada kesempatan untukku memperbaiki semuanya? Memperbaiki hubunganku dengan Real? Aku sangat berharap masih ada kesempatan itu.

"Cher" Suara lirih tertangkap di indera pendengaranku saat aku menyeka air mataku.

"Kamu disini?" lanjutnya, seraya dia mendudukan dirinya dengan perlahan dan langsung memburu kepelukanku dengan tangisnya yang meluap. Akupun tak bisa apa-apa selain menangis dan membalas pelukannya dengan erat sekarang. Tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Entah kenapa rasanya begitu sulit untuk berkata-kata. Entah berapa lama juga aku dan Real dalam posisi seperti ini, yang jelas tangis kami berdua sudah reda, dan aku sudah merasa agak tenang sekarang begitu juga dengan Real.

Aku melepaskan pelukanku perlahan. Ku usap sisa air mata yang masih membekas di sudut mata dan pipinya sebelum beralih kuusap sayang puncak kepalanya. Ku tatap wajahnya lekat...begitu juga dengan sorot matanya yang lembut.

Aah...tiba-tiba saja ada dorongan yang begitu kuat dari dalam diriku untuk mencurahkan semua perasaanku padanya. Aku tak ingin lagi menahan-nahan perasaanku. Aku sudah tak pedulikan apapun lagi sekarang. Ku cium keningnya sebelum ku cium bibirnya yang lembut dan pucat dengan penuh perasaan. Diluar dugaanku...Real membalas ciumanku. Aku melepaskan ciumanku dan menatapnya, ingin memastikan bahwa apa yang aku rasakan itu benar. Tak lama Real terlebih dahulu kembali mencium dan melumat bibirku. Tentu saja aku tak membiarkannya begitu saja. Karena perasaanku padanya sangat kuat. Aku mencintainya bukan sebagai seorang sahabat melainkan sebagai seorang perempuan.

Aku menikmati perasaan ini. Menikmati bagaimana berdebarnya jantung ini. Menikmati bagaimana bahagianya hati ini, dan menikmati desiran – desiran halus hasrat yang menggelora. Sebelum akhirnya moment itu sirna oleh kedatangan cecurut-cecurut di depan pintu kamar.

"Anjir...mata gue ternodai. Kalian kiss....mmmpph" teriak Joana yang langsung dibekap mulutnya oleh Gita.

"Diem lo...kalo bunda denger bisa gawat. Gimana sih lo?!" Gita mengingatkan Joana dengan berbisik sambil menarik Joana untuk cepat-cepat masuk ke kamar dan menutup pintunya.

Gita, Amel, dan Joana menghampiri kami berdua tetapi tidak dengan Gia, sedangkan, Real menyembunyikan wajahnya dibelakang lenganku. Pastinya dia malu karena mereka melihat apa yang sudah kami lakukan. Aku merangkul pinggang Real yang membuatnya bersandar di dadaku saat ini. Ku layangkan senyum termanis untuknya yang membuatnya semakin merah merona. Ah..perasaan ini sangat luar biasa menakjubkan.

"Ehem...kayaknya ada yang mendadak sembuh nih". Amel.

"Iya udah gak trauma lagi kayaknya di cium-cium". Joana

Aku, Gita dan Amel dengan cepat menoleh ke arahnya dan memberikan tatapan tajam mematikan kami. Real yang mendengar celotehan Joana, tiba-tiba kembali murung dan kembali menitikan air matanya. Dia menidurkan dirinya kembali dengan posisi meringkuk. Dasar ya tuh mulut si Jo bener-bener gak bisa dijaga. Merusak suasana aja.

"Tolong kalian keluar dari sini" Titah Real masih dalam tangisnya yang langsung kami turuti.

"Kamu tetap disini Cher, Please". Aku menghentikan langkahku dan menatap kearah teman-temanku yang sepertinya sudah mengerti. Lagi-lagi hanya Gia yang terkesan gak mempedulikan aku. Aku paham kenapa dia seperti itu. Dia pantas marah dan kecewa padaku.

"Cher...tolong peluk aku. Aku butuh kamu Cher. Aku hanya bisa tenang di sampingmu"

"Baiklah..tapi aku kunci dulu pintunya ya...takutnya bunda masuk"

"Kenapa harus dikunci. Kita gak akan ngapa-ngapain. Aku hanya butuh pelukan kamu"

"Tapi Real, kalau bunda lihat, salah paham terus marah gimana?"

"Aku gak peduli Cher!"

"Tapi Real..."

"Cepet kamu mau apa gak?! Aku cuma butuh kamu di sampingku. Aku cuma butuh kamu peluk aku dengan begitu aku bisa menghapus kotoran yang menempel dari bajingan itu Cheril!!." Real berteriak marah dalam tangisnya yang kembali pecah. Sepertinya kejadian yang menimpa Real benar-benar membuatnya trauma, terpukul dan menjadikannya labil.

Aku tak berfikir panjang lagi. Kuhampiri real dan memeluknya dari belakang. Kupeluk erat dengan sepenuh rasa dihatiku. Aku harap Real bisa kembali tenang dan sembuh dari rasa traumanya.

"Real sayang....tolong maafkan aku, dan aku berjanji mulai detik ini aku gak akan pernah ninggalin kamu lagi. You have my words" bisikku dengan lembut di telinganya dan ku cium pipinya. Sepertinya posisi ini akan menjadi posisi favoritku saat bersamanya. Memeluknya dari belakang sambil mencium wangi rambutnya. 



To Be Continued 

Next to You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang