~ Chereal 10 ~

577 25 1
                                    

Aku keluar meninggalkan rumah dengan beberapa baju dan beberapa benda penting lainnya buatku. Ku lihat jam dipergelangan tanganku sudah menunjukan jam 10.15 malam ini. tak lama ojek online yang kupesan datang mengantarku ke tempat tujuan. Rumah tante Irna, teman baik mama.

Sesampainya disana aku sudah ditunggu oleh tante Irna di depan gerbang.

"Malam tan." aku menyalami tante Irna.

"Maaf jadi merepotkan tante malam-lama begini." lanjutku.

"Gapapa...mama kamu sudah menghubungi tante tadi. Sudah makan?" tanya tante Irna sambil merangkulku dan berjalan menuju rumahnya.

"Hmm...sudah tan."

Aku gak bohong. Aku memang sudah makan tadi siang di rumah Nevlin. Meskipun sebetulnya perutku keroncongan sekarang ini tapi aku gak bisa jujur, aku terlalu malu karena sudah merepotkannya.

"Duduk nak."

"Terima kasih, Tan."

Tante Irna juga ikut duduk disampingku. Dia menghela nafasnya dan meraba sudut bibirku yang perih.

"Mama kamu tahu kamu sampai begini?" tanyanya dengan lembut. Aku hanya bisa menggeleng menjawab pertanyaannya.

Aku bisa merasakan kasih sayang dari tante Irna dari tutur katanya dan dari perlakuannya. Aku hanya bisa menunduk. Mataku sudah memanas. Aku tak ingin memperlihatkan air mata yang mulai menetes di sudut mataku. Tante Irna merengkuhku ke dalam pelukannya, serta merta aku tak bisa menahan tangisku. Tante Irna melepaskan pelukannya setelah aku berhenti menangis.

"Sebaiknya kamu istirahat sekarang. Kamu bisa tidur di kamar tamu dulu. Gapapa ya?"

"Iya gapapa. Makasih banyak tan."

***

Kurebahkan tubuhku yang lelah di tempat tidur kamar tamu milik tante Irna ini. Tak hanya tubuhku tapi hati dan pikiran ini juga lelah. Sangat lelah dan sakit terlebih teringat yang terjadi di rumah tadi.

Flashback on

Aku memasuki rumah dengan perlahan karena tahu pasti papah sedang ada di rumah. Aku menghindari untuk bertemu papah, meskipun pertemuanku dengan papah bisa dibilang jarang. Karena papah kerap kali menghabiskan waktu di tempat yang berbeda dengan wanita yang berbeda pula. Meskipun hanya satu wanita yang sama yang selalu papah bawa ke rumah ini. Mungkin hubungan mereka lebih serius dibanding dengan wanita-wanita lainnya.

Aku baru mau membuka pintu kamarku saat papah tiba-tiba saja sudah ada dibelakangku.

"Dari mana aja kamu?!" Bentak papah.

"Dari rumah Nevlin, pah."

"Bagus. Percuma papah bayar mahal-mahal sekolah kamu kalau kamunya cuma keluyuran gak jelas. Kenapa gak ngelo*** aja sekalian?!"

Benar-benar sakit hatiku mendengar papah sendiri ngomong seperti itu. lagian ini kan baru jam 7 lebih, belum terlalu malam. kenapa marah papa kurasakan berlebihan.

"Apa pah? Tega ya papah ngomong gitu. Papah keterlaluan tahu gak pah! Dan papah pikir papah udah benar jadi seorang ayah buat aku?!" emosiku memuncak dalam kata-kataku sampai air mata ini berderai turun tak tertahan.

"Kurang ajar kamu!" papah menampar kedua pipiku tanpa jeda dengan kerasnya, dan kepalaku terbentur tiang pintu karena badanku yang limbung.

"Anak lon** tetep aja akan jadi anak lon**!" Lanjutnya dengan bergumam, tapi kata-kata menusuk itu terdengar jelas di telingaku.

"Pah!" Aku tak sengaja membentak papah. Karena emosiku terpancing. Aku terima aku dihina tapi aku gak bisa terima kalau papah menghina mama.

"Silahkan papah hina aku, tapi jangan pernah hina mama!" lanjutku.

Next to You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang