~ Chereal 17 ~

529 24 2
                                    

Real PoV


Aku duduk bersama Gita disampingku, sedangkan Nevlin di sebrang kursi yang kami duduki. Tante Irna masih di dapur membuatkan kami minuman. Ya aku baru saja sampai dirumah tante Irna, seperti yang ku janjikan. Sebelumnya, aku menelpon bunda minta ijin karena gak akan langsung pulang begitu juga dengan Gita. Aku mengajaknya bersamaku.

"Se..." Kata-kataku terhenti karena di waktu yang bersamaan Nevlin juga membuka suaranya.

"Ok. Kamu dulu." Aku mempersilahkan Nevlin untuk bicara duluan.

"Gue mau nanya. Gimana perasaan lo ke Cheryl?". Nevlin.

"Maksudnya?" 

"Ayolah. Lo ngerti maksud gue." 

Entahlah aku gak ngerti maksud dari pertanyaannya itu dan juga kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti ini. Namun yang pasti aku merasa atmosfernya terasa beda. Nevlin bertanya seperti itu seperti mengintimidasi tambah dia terlihat serius, tidak seperti sebelumnya saat pertama aku mengenalnya sebagai sosok  yang rame dan terkesan slengean.

"Cheryl sahabat ku. Pastinya aku sayang dia. Sebe...". Nevlin memotong perkataanku dengan cepat.

"Gak lebih?"

"Lebih seperti apa maksudnya?"

"Huft...Real. Kalau lo gak bisa hargain Cheryl. Gak bisa hargain perasaan dia, lebih baik lo jauhin dia sekalian."

"Aku gak tahu pasti apa yang kamu maksud. Tapi aku sadar kok kalau aku ada salah ke dia, dan aku menyesalinya sekarang. Aku juga tahu kamu teman dekatnya Cheryl sejak kecil bahkan Cheryl udah anggap kamu seperti kakaknya sendiri. Tetapi rasanya bukan hak kamu untuk mengatur aku buat deket atau menjauhi siapapun, terlebih untuk menjauhi Cheryl. Dia sahabatku Nevlin."

Aku berusaha tenang dalam bicara, meskipun sebenarnya aku sudah emosi. Bukan marah, tetapi rasa yang kemarin aku rasakan soal Cheryl belum hilang. Masih ada penyesalan, rasa bersalah dan khawatir dalam hatiku. Ada juga rindu sekarang, dan disaat aku benar-benar ingin memperbaiki hubunganku dengan Cheryl, malah ada orang yang minta aku untuk jauhin dia.

"Sayangnya perasaan Cheryl ke lo lebih. Makanya dia sampai rela dipenjara sekarang cuma buat ngebela dan ngelindungi lo."

Aku terperanjat mendengarnya begitu juga dengan Gita. Bukan soal dia punya perasaan lebih ke aku tapi soal dia yang dipenjara. Kenapa bisa? Aku masih tak percaya dengan apa yang Nevlin katakan. Bersamaan dengan itu tante Irna datang dengan membawa minuman dingin untuk kami semua.

"Tante...Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa bisa Cheryl dipenjara?"

"Nevlin yang lebih tahu."

"Aku ingin menemuinya sekarang tan, tolong temani aku."

"Diminum dulu airnya. Kamu perlu tenang Real"

Tak menunggu lama, aku langsung menghabiskan minuman yang dibuatkan tante Irna.

"Ayo tan."

Pintaku gak sabar.

"Lo gak mau dengar dulu ceritanya?" Nevlin.

"Itu bisa nanti. Sekarang tolong antar aku ke Cheryl. Aku mohon" Suaraku bergetar menahan tangis yang ingin keluar. Benarkah aku lagi yang menjadi penyebabnya menderita dan sampai harus dipenjara?.

***

Aku duduk di ruang tunggu kantor polisi dengan gelisah. Gita mengusap lenganku untuk sekedar menenangkanku . Dari tadi aku bisa merasakan kalau Nevlin terus saja memperhatikanku. Tetapi aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Apapun yang ada dalam pikirannya tentangku, biarlah, sedangkan tante Irna sedang menerima telpon dari suaminya diluar.

Cheryl nampak keluar dari sebuah pintu bersama seorang polisi yang menjaganya. Kedua tangan Cheryl diborgol bagian depan. Wajahnya terlihat pucat dengan lingkar mata menghitam disekelilingnya. Perih sekali rasanya melihatnya seperti itu.

Aku menghampirinya dengan cepat. Sekarang aku berdiri tepat didepannya yang tak mengeluarkan sepatah katapun namun masih bisa tersenyum kepadaku. Aku tatap wajahnya dalam diam sambil menahan tangisku. Ku tangkup wajahnya yang kemudian kupeluk dirinya dengan erat. Seerat-eratnya. Melihat keadaannya seperti ini ternyata membuatku sadar bahwa dia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Orang yang tak pernah aku mau melihatnya dalam sakit, perih atau derita. Namun aku masih belum tahu pasti apakah perasaan ini adalah perasaan yang seperti apa. berartinya dia sebagai sahabatku, saudaraku atau yang lainnya.

"Kenapa? Apa yang terjadi? Pak polisi kenapa Cheryl harus di ikat seperti ini huh? dia bukan penjahat, bukan juga hewan. Aku mohon pak jangan perlakukan dia seperti ini. lepaskan borgolnya pa!"

Aku meracau dalam tangisku setelah ku lepaskan pelukanku pada Cheryl. Aku gak bisa melihatnya seperti ini. Ini sangat menyakitiku. Aku lihat Cheryl juga mulai mengeluarkan air matanya yang menambah perih hati ini.

Aku mengusap air matanya yang mengalir dikedua pipinya begitupun dia dengan kedua tanganya yang terikat mencoba mengusap air mata ini.

"Lebih baik kalian duduk. Kalian lupa apa kalau ada kita disini?" Cetus Nevlin dengan nada yang mengesalkan dan Gita menahan senyumnya.

Aku duduk disamping Cheryl sedangkan Nevlin dan Gita diseberang kami. Aku bicara sebatas menyampaikan perasaanku betapa menyesalnya aku dan meminta maaf karena telah menyakiti perasaannya. Cheryl juga sebatas menceritakan apa yang penting aku tahu dan perlu disampaikan nya. karena waktu yang sangat terbatas untuk kami. Selebihnya aku menanyakannya pada Nevlin setelah kami keluar dari kantor polisi dan kami berpisah disana. Nevlin pulang bersama tante Irna dan aku bersama Gita.

"Git, kamu mau aku antar pulang atau mau nginep di rumahku?"

"Kalau lo gapapa...gue pulang aja. tapi kalau lo perlu gue buat temenin lo, gue nginep." 

Aku melirik ke arahnya dan dan kulayangkan senyum simpul untuknya. Ya sepertinya dia memang paham seperti apa perasaanku dan keadaanku saat ini. Aku memang butuh orang untuk mencurahkan semua perasaanku saat ini, namun aku tak bisa lagi bersikap egois, mementingkan diri sendiri.

"Makasih udah peduli. Tapi aku gapapa kok jadi aku antar kamu pulang ya."

"Bener lo gapapa?"

"Iya...Gitaaaa. Beneran deh aku gapapa. Tapi bener ya...temani aku besok bicara ke bu Kelly."

"Okay..tenang aja. Aku juga gak akan biarin Cheryl menderita sendirian."

Aku meliriknya lagi dan memegang tangannya yang ada dipangkuannya sebentar sebagai ucapan terima kasih dalam diam dan ku fokuskan lagi perhatianku kejalan.

"Real..."

Gita membuka lagi suaranya setelah beberapa saat hening.

"Mmm?"

"Lo kepikiran gak sih soal yang dikatakan Nevlin?"

"Soal perasaan?"

"Iya"

Aku menghela nafas panjang sejenak.

"Aku sebenarnya belum ingin membahas soal perasaan. Fokusku sekarang bagaimana membantu Cheryl agar bisa keluar dari kantor polisi dan sekolahnya juga bisa terselamatkan."

Gita diam menyimak tanpa ada niatan untuk merespon. Sepertinya Gita juga sedang memikirkan sesuatu.

"Tapi..kalaupun apa yang dikatakan Nevlin benar, dan tak lepas dari bagaimana perasaanku sebenarnya ke dia. aku tidak akan menjauh darinya. Tidak akan lagi ku ulangi kesalahan yang sama."

Ya..karena Cheryl sendiri tidak mengatakan apa-apa soal perasaannya, yang kata Nevlin, Cheryl mempunyai perasaan lebih terhadapaku. Lantas bayangan saat Cheryl menciumku terlintas kembali, dan anehnya kenapa sekarang hatiku menghangat mengingat itu?.



To Be Continued

Next to You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang