Kupandangi langit terhampar luas menghitam kelam. Angin bersiak kencang membawa terbang gugurnya dedaunan. Debu yang hampir tak pernah nampak kini jelas menyatu dalam pusaran. sepertinya hujan akan turun dengan derasnya menghantam bumi yang selalu setia menyambut.
Kuhela nafas panjang lalu kubuang perlahan berharap semua beban dalam hatiku ini ikut serta pergi dan membiarkan hanya ketenangan yang tinggal.
"Kenapa pergi begitu aja?"
Aku tak menyadari kedatangan Real, tiba-tiba saja dia sudah berdiri disampingku yang sedang duduk di halte yang tak jauh dari rumahnya.
"Gak apa-apa. Gue cuma pengen pulang."
"Sebentar lagi hujan Cher, lebih baik kita kembali ke rumah. Bukannya kamu mau nginep bareng Gia sama Gita? Lagian jam segini bis dari sini udah gak ada."
"Nevlin lagi di jalan jemput gue disini."
"Kamu ini sebenarnya kenapa sih? Kamu berubah tahu gak?"
"Gak ada yang berubah dari gue Real. Sudahlah lebih baik lo pulang, bentar lagi hujan."
"Gak! Aku gak akan pulang tanpa kamu."
"Kenapa lo jadi keras kepala gini sih?"
"Kamu yang keras kepala"
"Pulang Real. Lagian kasihan cowok lo nungguin dirumah. Gue nunggu Nevlin jemput disini."
Real menatapku tajam, lalu berbalik dan melangkahkan kakinya dengan cepat. Kurasa dia marah. Huft...apa mungkin sebaiknya begini saja. Membiarkan dia marah dan membenciku. Setidaknya dengan begitu aku tidak akan lagi dekat dengannya yang semakin menumbuhkan rasaku padanya. Namun akankah ku sanggup? Mengingat kemarin dia marah dan menghindariku saja rasanya seperti udah kehilangan separuh jiwa.
"Woi...mau sampai kapan duduk disana. Buruan masuk. Hujan tahu!"
Nevlin berteriak dari dalam mobilnya. Aku memperhatikan sekeliling dan ternyata hujan sudah turun. Kenapa aku sampai gak menyadarinya?
"Katanya mau nginep, kenapa tiba-tiba minta jemput. Berantem lagi lo?" Tanya Nevlin sesaat setelah aku masuk ke dalam mobilnya.
"Nggak"
"Terus?"
"Gue udah jujur ke Gia sama Gita soal perasaan gue ke Real, Nev. Tapi sekarang gue malah gak siap ngadepin mereka."
"Lo berani jujur harusnya lo juga berani terima konsekuensinya."
"Huft...apa yang harus gue lakuin sekarang Nev?"
"Gak ada."
"Gue takut mereka kasih tahu Real."
"Itu resiko yang harus lo hadepin."
"Arrrggg....Pusing gue. Nev...lo nongkrong di tempat biasa kan ntar malam? Gue ikut ya."
"No way!"
"Ish...lo. kali ini aja ya, please. Malam minggu ini."
"Sekali nggak tetap nggak Cheryl."
"Ayolah...gue butuh banget hiburan nih. Stress gue"
"Pokoknya gak."
"Elah gak asik banget sih lo"
"Serah"
Aku putar mataku sebal, dianya malah nyengir-nyengir kuda. Dasar Nevlin gak pengertian banget sih kalau temannya ini lagi butuh banget hiburan.
***
Nevlin memarkirkan mobilnya di depan sebuah café bernuansa modern nan cozy. Sebuah café yang katanya baru dan menjadi tempat tongkrongan anak muda. Bisa dilihat sih dari banyaknya pengunjung disini sekarang.
"Lo sering kesini?" Tanyaku sambil melihat sekeliling café ini.
"Gak juga. Baru beberapa kali aja sih"
"Disini jual 'minuman'?"
"Banyak. Ntar gue pesenin. Special buat lo"
"Asik. Gitu dong kali-kali pengertian sama teman"
Nevlin ketawa sambil merangkul membawaku ke salah satu tempat duduk di bagian luar ruangan.
"Lo pesan apaan? Kok Cuma ditunjuk-tunjuk doang?" Tanyaku penasaran setelah memperhatikan bagaimana cara Nevlin pesan makanan dan minuman buat kami.
"Ada deh. Kan biar surprise special buat lo"
"Hmm"
Gak begitu lama kami menunggu sampai pesanan kami datang.
"Nih minuman special buat lo". Aku bengong lihat minuman yang di pesenin Nevlin buatku, kutatap Si NevNev ini yang lagi nahan ketawanya.
"Anjirlah. mojito soda ginimah dikantin sekolah gue juga ada." Akhirnya keluar juga tuh tawanya si Nevlin yang membahana.
"Abis lo KTP aja belum punya udah sok-sokan mau 'minum'.
"Eh..inget dua bulan lagi ya gue bakal punya KTP"
"Baru mau aja udah sombong lo. Gue aja yang udah punya gak sombong."
Iya ya..punya KTP apa yang mau disombongin? Kenapa harus diributin juga? Orang semua warga Negara Indonesia yang sudah waktunya punya juga pasti punya. Hadeuh...emang ya kalau udah berdua sama Nevlin ini emang suka keluar gilanya kita berdua tuh.
Kami makan dengan segala macam obrolan, dari soal Real, sekolah, sampai keinginanku untuk mencari keluarga kandungku. Sampai saat aku dan Nevlin selesai dan mau pulang. Kita ketemu sama Alvian dan teman-teman nongkrongnya.
"Hai..Cher. lama gak ketemu makin cantik aja lo." Sapa Robby salah satu teman Alvian.
"Hmm...makasih." Respon ku dengan senyum miring dan langsung pergi begitu aja.
'Gila mantan cewek lo tambah hot aja. Pantesan dulu lo demen banget buat dia ngangkang. Eh taksiran lo yang namanya Real itu udah lo dapetin belum?'
Aku belum terlalu jauh berjalan, tentu saja kalimat yang keluar dari mulut brengsek Robby masih bisa kudengar dengan jelas, dan kontan itu membuatku meradang. Aku marah. Ternyata apa yang sudah terjadi antara aku dan Alvian dulu sudah bukan jadi rahasia lagi. Dan aku marah karena nama Real disebut-sebut seperti itu. Apa maksudnya coba? Apa dia juga mau jadikan Real sebagai korbannya? Tidak akan pernah aku membiarkan cowok brengsek kayak dia dekat-dekat sama Real.
Aku berbalik dan kembali mendekati mereka dengan emosi memuncak. Nevlin sudah berusaha mengingatkanku tapi aku menolak untuk tenang.
"Lo bilang apa barusan?"
"Lo balik lagi kesini pake marah. sudah jelas lo dengar apa yang gue bilang." Kata-kata Robby sambil mencoba menyentuh daguku. Ku tepis dengan keras tangan nakalnya itu dan mengalihkan tatapanku dari Robby ke Alvian.
"Lo emang brengsek Alvian. Nyesel gue pernah cinta sama lo. Perlu lo tahu orang brengsek kayak lo gak pantes dapetin orang sebaik Real. dan gue peringatin lo jangan pernah deketin Real apalagi macam-macam sama dia!"
Alvian dan teman-temannya menyeringai tersenyum meremehkan.
"Real aja gak nolak buat gue deketin. Kenapa jadi lo yang rese. Asal lo tahu Cheryl, Real sekarang udah menerima pertemanan dari gue, dan kalau seperti itu artinya akan mudah buat gue jadiin dia pacar gue." Laga Alvian dengan angkuhnya.
"Gue serius dengan apa yang gue katakan, brengsek!. Gue bisa lakuin apa aja buat lindungin Real dari predator brengsek kayak lo!" lanjutku.
"Tenang Cheryl...kalau Real jadi pacar gue, akan gue perlakukan dia layaknya putri, Gak kayak lo, Lon**"
Reflek tangan ini meraih sebuah botol yang ada di atas meja gak jauh dari tempatku berdiri dan langsung memukulkannya ke kepala Alvian sampai botol itu pecah dan darah segar mengalir dari kepalanya.
To be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Next to You (GxG)
Genç Kurgu"Sekuat apapun kita menyangkal nyatanya kekuatan cinta akan menyatukan rasa. dan sekuat apapun cinta yang kita miliki pada akhirnya hanya akan tunduk pada takdir" ...