Pagi itu, udara masih sejuk saat Zivanka dan Veiga bergegas menuju sekolah. Matahari baru saja terbit, langit tampak biru cerah, namun suasana hati mereka jauh dari cerah.
Sepucuk surat pernyataan konfirmasi yang mereka terima tadi pagi-pagi sekali, membuat mereka gelisah tak karuan. Stand bazar yang seharusnya menjadi milik Klub Sains tiba-tiba saja diganti namanya menjadi stand OSIS. Tanpa diskusi, tanpa pemberitahuan sebelumnya-semuanya terjadi begitu saja. Bagi Zivanka, ini adalah pelanggaran yang tak bisa diterima.
"Lo yakin kita harus bertindak sekarang?" tanya Veiga saat mereka melangkah cepat di halaman yang sebagian tertutup pohon beringin hingga tak ada cahaya matahari yang menyelinap masuk. Rambut cokelatnya berkibar pelan dihembus angin pagi.
Zivanka mengangguk tegas. "Kita nggak bisa nunggu lebih lama lagi. Kalau kita nggak bergerak sekarang, semuanya bisa lepas dari tangan kita."
Surat itu datang saat Zivanka baru saja memutuskan telepon dengan ayahnya dini hari tadi. Surat pernyataan konfirmasi resmi dari OSIS yang mengumumkan bahwa tempat stand bazar yang sudah Klub Sains persiapkan selama berminggu-minggu kini secara sepihak dialihkan menjadi milik OSIS.
Mereka sudah mengurus semua persiapan dengan rapi-desain stand bazar, peralatan eksperimen, hingga presentasi ilmiah untuk pengunjung. Namun kini, seakan semua itu tak berarti apa-apa.
Setibanya di sekolah, halaman masih kosong, hanya beberapa siswa yang tampak berjalan santai menuju kelas. Namun, Zivanka dan Veiga tidak datang pagi-pagi hanya untuk memulai hari sekolah biasa.
Sebelum bergegas menuju ruang OSIS, mereka pun menyempatkan untuk ke Gedung Mega Countries-mengecek anggota Klub Sains apakah sudah ada yang berangkat. Namun, setibanya mereka di sana, hanya terlihat Java dan Hakim yang tengah sibuk dengan kertas-kertas bertumpuk di hadapannya.
Zivanka dan Veiga pun masuk lalu, duduk tanpa permisi maupun sepatah kata yang terucap hingga menimbulkan raut penuh tanya dari seorang Hakim. "Kenapa kalian? Kek orang punya beban hidup berat banget aja, terutama si Ziva. Suram amat hawanya."
Zivanka tak menimpali ucapan Hakim yang terdengar sedang bergurau tersebut. Ia hanya menoleh dengan raut kesalnya lalu, membuka ponsel genggamannya yang berada di saku nya roknya.
Zivanka menggenggam ponselnya erat, matanya tajam menatap layar yang masih menampilkan balasan singkat dari Ketua OSIS alias Nathanael Baskara Jones.
Ketos SMAN 2 BERINGIN:
Kita bisa bicarakan ini, tapi, aturan tetap aturan. Datang saja ke ruang OSIS kalau mau diskusi.Balasan itu membuat Zivanka semakin panas. Ini bukan hanya soal aturan, tapi, tentang keadilan yang diinjak-injak. Klub Sains telah menyiapkan stand bazar itu sejak awal, dan tiba-tiba OSIS datang mengambil alih, seolah mereka memiliki hak lebih besar tanpa mempertimbangkan pihak lain.
Zivanka pun lantas berdiri dari duduknya, menggebrak meja begitu keras hingga membuat Java yang sedang fokus memperhatikan tabletnya terlonjak kaget. Tak sempat Java berucap sepatah kata, Zivanka pun bergegas keluar diikuti dengan Veiga sambil menggelengkan kepalanya. Mereka pun langsung menuju ruang OSIS, di gedung sebelah barat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fivers Eternity
Fantasy- Diikut sertakan dalam Event Writing Cakra Media Publisher Batch 07 ✨ - "Kami ada di antara temaramnya kilau ribuan bintang. Tampak megah tetapi, berubah tak menentu arah. Poros dunia selalu mengawasi di akhir bayangan mentari mulai memudar." Kisah...