26. Ultra Poros Semesta 02.04

2 1 0
                                    

"Lalu? Apa yang Anda lakukan dengan mereka-mereka yang udah mengejek anda dengan sebutan Professor 'Penggila' seperti itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lalu? Apa yang Anda lakukan dengan mereka-mereka yang udah mengejek anda dengan sebutan Professor 'Penggila' seperti itu?"

[ Part Sebelumnya; Professor 'Penggila' ]

Mendengar pertanyaan yang bagai lelucon di telinga Himelless pun, membuatnya tergelak. Ia tertawa dengan terbahak-bahak, tetapi, yang Zivanka dengar justru tawa lucu yang dibuat-buat untuk menutup tawa getirnya.

"Kau tahu, Zika? Orang yang mengejek ku dengan sebutan Professor 'Penggila' ku buat mereka jatuh dalam kubangan yang ku buat khusus untuk mereka. Kubangan yang nantinya sangat menguntungkan bagiku maupun Paradigma Eterus ini," cetus Himelless memicing, menatap satu-persatu mereka yang masih duduk terikat.

Xey maupun Zey yang mendengar hal tersebut pun sontak melotot, mendengar kalimat menguntungkan membuat mereka terdiam sejenak, mematung di tempat dengan tangan yang semula berusaha membuka ikatan kini ikut terdiam kaku.

Xey mendongak, menatap ke arah Himelless dengan tatapan tak terbaca seraya bertanya, "Termasuk sahabat kau sendiri, Prof?"

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari Xey tersebut, membuatnya menoleh, menatap Xey dengan lamat-lamat kemudian tubuhnya meluruh. Terkulai lemas sambil bersimpuh yang membuat mereka semua terkejut setengah mati.

"Aku ... Sungguh! Sungguh tak bermaksud, tapi ... Dia ... Aku ... Retak." Ucapan terbata-bata yang keluar dari Himelless tersebut pun menambah kerutan dahi di Veiga.

Veiga yang sedari tadi hanya diam, menyimak serta mencoba memahami apa yang sedang Himelless berusaha beritahu kepada dirinya dan kawan-kawannya yang lain. Karena, ia yakin, pasti Himelless menceritakan kisahnya bukan semata-mata karena sengaja, pasti ada niat terselubung di balik itu semua.

"Apa maksud lo? Dan, kenapa lo panggil Zivanka dengan sebutan Zika?" Pertanyaan yang sedari tadi telah Veiga tahan akhirnya keluar dengan sendirinya, karena penasaran yang sudah melebihi kapasitas.

Kini, Himelless menoleh ke arah Veiga yang duduk paling pojok barisan Horizontal tersebut. Himelless berdiri, berjalan gontai dengan tawa miris yang mengudara dalam ruangan hening tersebut.

"Kamu benar-benar tidak tahu? Atau memang faktanya benar-benar tertutup rapih tanpa sehelai benang yang terlihat mata?" celetuk Himelless yang kini telah berada dalam jarak tujuh meter di hadapan Veiga.

Karena tubuh Himelless yang menjulang tinggi sedangkan Veiga sedari tadi duduk terikat, ia pun lantas mendongak dengan berdecak kesal dalam batinnya. Mengapa dirinya yang harus mendongak dan bukan dirinya yang berjongkok? Jika seperti ini, tulang leher bagian belakang akan terasa begitu menyakitkan nanti.

Tiba-tiba saja tangan Himelless terulur, mengapit dagu Veiga lalu, mengangkatnya untuk menatap dirinya. Entah apa yang Himelless sampaikan lewat tatapannya tersebut, tetapi yang pasti, pasti ada sesuatu yang sengaja disembunyikan di belakangnya. Akan tetapi, apa sesuatu itu? Mengapa sampai membuat keadaan semakin rumit seperti ini?

Veiga terperangkap dalam tatapan Himelless, sesuatu yang tersembunyi di balik mata sang profesor seakan memancarkan rahasia yang menunggu diungkap. Ia mencoba melawan, mencoba mengalihkan pandangan, namun cengkeraman Himelless di dagunya begitu kuat.

“Kau tahu, Veiga,” suara Himelless bergetar lirih, nyaris seperti bisikan yang penuh ancaman, “Semua yang kau lihat ini hanya bagian dari permainan. Permainan yang sudah lama aku jalani, permainan yang membutuhkan pion-pion cerdas, sepertimu.”

Veiga memicing, masih berusaha memecahkan teka-teki di balik kata-kata Himelless yang terlontar. “Permainan apa yang kau maksud, Himelless? Dan kenapa gua merasa seperti … hanya bidak yang lo atur sesuka hati?”

Sebuah senyuman miring terukir di bibir Himelless. “Permainan ini bukan hanya untukku saja, Veiga. Melainkan, untuk bertahannya Paradigma Eterus. Untuk sesuatu yang lebih besar dari sekadar ambisi pribadi. Dan kau … Kau adalah bagian dari rencana itu, meskipun kau sendiri tidak menyadarinya.”

Zivanka, yang sejak tadi mengamati dengan tatapan gelisah, memberanikan diri berbicara, “Profesor, kalau memang semua ini ada tujuan, kenapa tak lo jelaskan pada kami? Mengapa harus ada rasa sakit dan rasa dendam semacam itu …?”

Himelless tertawa kecil. Namun, kali ini tawanya datar, seperti kehilangan jiwa yang telah direnggut paksa sedari lama. “Kadang, Zika, hal-hal yang kita lakukan untuk mencapai sesuatu yang besar harus melewati rasa sakit yang tak terkira. Kalian semua adalah bagian dari eksperimen yang aku awali sejak bertahun-tahun yang lalu, ketika aku pertama kali bergabung dengan Paradigma Eterus.”

Xey dan Zey saling memandang, seakan mencoba memahami apa yang tersembunyi di balik pernyataan sang profesor. Di balik semua kekejaman dan manipulasi Himelless, ada sesuatu yang tidak mereka pahami sepenuhnya hingga saat Himelless berbicara seperti itu.

Hakim yang sedari tadi menahan diri agar tidak ikut ke dalam obrolan—yang ia tahu arahnya kemana tersebut mencoba meredam kemarahan dengan sepenuh tenaga yang mulai menggelegak di dalam dirinya. “Jadi semua ini, hubunganmu dengan kami, cara kau berinteraksi, bahkan rasa sakit yang kau sebabkan, semua ini hanyalah alat untuk mencapai tujuanmu?”

Himelless menoleh lalu, mengangguk perlahan, senyum getir menghiasi wajahnya. “Pada akhirnya, setiap orang adalah alat dalam permainan ini, Hakim. Bahkan aku sendiri. Dan kadang, untuk mencapai keseimbangan di dalam Paradigma Eterus, ada harga yang harus dibayar. Tapi, percayalah, apa yang kuperbuat bukan tanpa alasan yang tidak jelas kemana tujuan alasan tersebut tercipta.”

Seketika suasana di ruangan itu menjadi sunyi, hanya terdengar deru napas mereka yang tertahan. Di tengah sunyi itu, Zivanka berbisik pelan, “Kalau begitu, Profesor ... Apa tujuan akhirnya? Apa yang sebenarnya kau kejar?”

Himelless memandang Zivanka, seolah pertanyaan itu menggugah sesuatu yang dalam di hatinya. Dengan suara serak, ia menjawab, “Tujuanku adalah kebebasan … kebebasan dari keterikatan yang telah lama membelenggu Paradigma Eterus. Namun, untuk meraihnya, aku butuh pengorbanan dari setiap pion yang ada di papan ini. Termasuk, kalian.”

Kayshaka yang sedari tadi mencoba mencerna bersama Java pun seketika tersentak dan saling bersitatap, mereka mulai naik ke dalam kesadarannya yang mengerti bahwa mereka perlahan mulai menyelami kedalaman permainan licik Himelless. Pandangan tajamnya menyiratkan tekad, bahwa ia tak akan membiarkan dirinya terus-terusan menjadi pion dalam rencana sang profesor.

"Mengapa harus kami, Prof? Mengapa?" sentak Hakim yang kini sudah sepenuhnya berdiri, tak ada tangan yang diikat ataupun kaki yang dijerat. Tubuh yang semula tertempel banyak alat, kini, perlahan copot dadi tubuhnya.

Tubuhnya yang masih sedikit lemas tersebut pun berjalan gontai ke arah Himelless, tetapi, ketika tangannya terulur untuk menepuk bahu itu dengan segara, tiba-tiba saja Hakim limbung. Terjatuh menelungkup tanpa bergegas melentangkan penyakit hati.

Himelless yang melihat Hakim limbung di depannya tersebut pun lantas berjongkok, menjambak rambut Hakim untuk mendongak menatapnya. Dirinya menyeringai lebar ketika dengan hidung yang kian lama kian mimisan dengan deras.

"Karena kalian ... Kalian adalah yang terpilih, orang yang mendapatkan sesuatu yang begitu mustahil."

Jum'at 1 November 2024 Tertanda: Khumachan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jum'at 1 November 2024
Tertanda: Khumachan

Fivers Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang