23. Museum Foxivers 02.04

7 3 0
                                    

Zivanka melangkah memasuki Museum Foxivers 02

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zivanka melangkah memasuki Museum Foxivers 02.04, diiringi dengan rasa penasaran yang mendalam. Mereka baru saja keluar dari portal Arkisba—sebuah gerbang yang nyaris membuat jantungnya berdebar hingga nyaris lepas.

Di sekelilingnya, segala sesuatu terasa asing tetapi, juga sangat megah, seolah dia dan teman-temannya telah melangkah ke dimensi lain, lagi. Ada hawa yang sedikit berbeda; ruangan di depannya, meski terlihat seperti museum pada umumnya, bergetar dengan aura misterius yang begitu kuat.

Bersama mereka ada Xey dan Zey, dua makhluk asing yang sejak tadi tidak banyak bicara, hanya bertukar pandang dengan sesamanya dan terus memperhatikan dengan tatapan penuh arti. Zivanka sempat mencuri pandang ke arah kedua teman barunya ini.

Meskipun komunikasi mereka terhalang oleh bahasa yang belum sepenuhnya ia pahami, ia merasakan ada sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang sedang menunggu untuk ditemukan di tempat ini.

“Wow! Baru tahu ada Museum semegah nan menawan ini,” sanjung Java dengan penuh kekaguman. Matanya mengamati ruangan penuh dengan artefak yang tertata rapi di etalase kaca, dipajang dengan tata cahaya yang sempurna, memberi kesan hidup pada benda-benda bersejarah itu.

Hakim berdiri di sebelah Zivanka, tatapan matanya menelusuri setiap detail artefak yang tersaji di depan matanya, mencoba menganalisis setiap ornamen dan simbol yang ia temui. “Ada sesuatu yang tidak biasa di sini … Terlalu sepi. Padahal Museum seperti ini seharusnya ramai pengunjung, apalagi dengan pagelaran yang tiba-tiba diadakan, seperti sekarang.” Suaranya rendah, nyaris seperti bisikan. Namun, cukup bagi yang lainnya untuk mendengar.

Veiga, yang sejak awal lebih fokus pada perjalanan menuju Pengadilan, terlihat agak terganggu dengan situasi ini. “Kenapa kita harus berhenti di sini? Bukankah seharusnya kita langsung menuju Pengadilan? Waktu kita terbatas dan ini malah nambah ngulur.” Dia memandang dengan gelisah ke arah pintu masuk yang kini tertutup rapat di belakang mereka, seolah ingin memastikan tidak ada jalan untuk mundur.

Namun, sebelum ada yang bisa menjawab, terdengar suara gemuruh dari arah aula utama museum. Lampu-lampu yang sebelumnya menyala tenang mendadak berubah menjadi temaram, menciptakan suasana yang jauh lebih menegangkan. Suara musik klasik perlahan mengisi udara, dengan nada yang rendah namun jelas terdengar di seluruh ruangan.

“Pagelaran sudah dimulai,” gumam Zey dengan nada datar, tetapi, tatapannya penuh ketegangan.

“Pagelaran?” Zivanka mengerutkan dahi. “Pagelaran apa ini? Dan mengapa diadakan tiba-tiba, saat kita seharusnya menuju Pengadilan?”

Xey mengangkat bahu, meski wajahnya menunjukkan kecemasan yang tak bisa disembunyikan tetapi, dia menjawab dengan nada berusaha setenang mungkin. “Setiap ada tamu dari luar yang masuk ke Museum Foxivers, pagelaran akan secara otomatis diaktifkan. Mungkin sebagai penghormatan, mungkin juga sebagai tes … Kita hanya bisa menunggu sampai pagelaran berakhir sebelum kita bisa melanjutkan perjalanan.”

Fivers Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang