"Ingat satu hal ini. Kita berada dalam genangan waktu yang tak terelakkan, tercipta dari keharmonisan yang dimainkan poros semesta."
— Eternitas, 369 —
Dua hari telah berlalu, kini, tepat hari Sabtu. Kelompok E–369 alias Eternitas 369 tengah berkumpul di taman belakang asrama. Mereka lagi-lagi menghela nafas jengah ketika salah satu anggota kelompok mereka tak dapat dihubungi sama sekali sedari tadi.
"Dia sebenarnya niat kerja kelompok gak, sih? Kalau gak niat, mending keluar dari kelompok kita aja, lah." Zivanka mencibir isi pesan yang dikirimkan oleh Hakim–yang sedari tadi tak dibalas.
Bukan hanya dikirimi pesan chat, mereka bahkan sudah menelponnya berkali-kali tetapi, sama sekali tak ada jawaban.
"Nyesel gua, udah iyain Pak Newton biar tuh anak gabung sama kelompok kita. Ujung-ujungnya apa? Malah dia yang seenaknya." Veiga yang sedari tadi mencoba bersabar agar tidak ikut-ikutan mencibir seperti Zivanka, akhirnya membuka suara jengkelnya.
Hakim menggaruk pipinya yang tak gatal, bingung hendak menjawab apa. Ia kembali memencet ikon telpon untuk menelpon orang tersebut lagi.
Java yang sedari tadi fokus pada tabletnya tersebut pun seketika menaruh tabletnya dengan kasar lalu, merebut ponsel Hakim dan mematikan telpon tersebut. "Gak usah telpon lagi. Ngelunjak nanti lama-lama, mending langsung cabut, cari alat dan bahannya aja."
Zivanka pun mengangguk, berdiri dengan sempoyongan akibat terlalu lama duduk, membuat sendi-sendinya menjadi lumayan kaku.
Veiga yang melihat Zivanka seperti hendak ambruk tersebut pun dengan cepat memegang kedua bahunya sambil berdecak sebal. "Lo ngantuk apa gimana, sih, Ziv? Sempoyongan gitu."
Zivanka menoleh, menatap Veiga dengan raut sinisnya. "Bukan urusan lo." Menepis kasar tangan Veiga.
Veiga yang melihat hal tersebut pun hanya bisa menghela nafas pasrah, karena keadaan Zivanka saat ini sedang diambang mood nya hancur.
Zivanka memimpin jalannya mereka. Ia berdiri tegap di depan Veiga, Java dan Hakim. Saat hendak dirinya melangkah jauh, tiba-tiba saja teriakan familier terdengar di telinga mereka.
Membuat Veiga, Java dan Hakim menoleh ke belakang, sedangkan Zivanka hanya diam sambil berdecak malas. Menyilangkan kedua tangannya di depan dada tanpa menoleh ke belakang sama sekali seperti ketiga temannya.
Sosok tersebut pun kini, telah berdiri tegap dengan nafas terengah-engah di depan mereka bertiga. Dengan senyum tipis yang tercetak samar-samar, sosok tersebut berujar, "Maaf. Gua telat, karena ada rapat OSIS mendadak tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fivers Eternity
Fantasy- Diikut sertakan dalam Event Writing Cakra Media Publisher Batch 07 ✨ - "Kami ada di antara temaramnya kilau ribuan bintang. Tampak megah tetapi, berubah tak menentu arah. Poros dunia selalu mengawasi di akhir bayangan mentari mulai memudar." Kisah...