28. Gravitasi Medium 02.04

4 3 0
                                    

Di lain ruangan, terdapat seorang gadis yang tengah terkulai lemas di lantai dingin bercorak abu-abu kehitaman tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di lain ruangan, terdapat seorang gadis yang tengah terkulai lemas di lantai dingin bercorak abu-abu kehitaman tersebut. Dengan nafas yang masih terengah-engah, dirinya mencoba beranjak dari duduknya, berpegangan pada sisi dinding yang dapat ia pegang.

Matanya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang dapat membantunya untuk menuntaskan misi yang tengah ia emban saat ini. Perlahan tubuhnya dapat berdiri, dengan langkah gontai ia berjalan mengikuti pegangan pada permukaan dinding tersebut.

Tak ia sangka, ternyata hal tersebut membawanya kepada sebuah pintu berwarna merah putih yang begitu lebar dan besar. Ia mencoba menggapai pintu tersebut dengan mengulurkan tangannya. Namun, tiba-tiba saja sebuah hawa dingin menempel pada tangannya yang tak terbalut sehelai benang tersebut.

Ia tersentak kaget, menoleh dengan bahu bergetar menahan rasa takut yang menguar dalam dirinya. Namun, detik berikutnya bahunya yang semula tegang mulai kembali ke awal, ia menghembuskan nafas pelan ketika melihat sosok yang ia bersama kawan-kawannya cari selama ini.

"Astaga, Rey! Lo gapapa, kan? Belum dihukum mati sama petinggi Seraphim, kan?" Pertanyaan yang mengundang kerutan halus dari sosok yang tidak lain adalah Rey tersebut sontak dijawab dengan kekehan ringan. Membuat gadis di hadapannya mengerutkan keningnya, bingung.

"Ziva-Ziva. Aku tak apa, mereka tak akan menghukumku jika tak ada bukti kuat yang menyertai. Jadi, kau tenang saja. Selama itu, aku akan tetap baik-baik saja!" jawab Rey dengan senyuman hangat yang terukir indah pada wajahnya yang menawan tersebut.

Membuat sosok gadis itu yang ternyata adalah Zivanka, terdiam sejenak. Ia diam-diam mengagumi senyum indah terukir di wajah Rey tersebut. Entah kenapa, rasanya begitu hangat–menjalar ke seluruh tubuhnya hingga tak sadar dirinya pun ikut menarik bibirnya membentuk sebuah lengkungan manis.

Zivanka pun lantas menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, menatap kesal Rey yang justru tergelak tawa di tempatnya. "Baiklah-baiklah! Harusnya hal pertama yang lo ucapkan itu kalimat terimakasih, bukan malah kekehan yang terdengar mengejek seperti itu," sambungnya.

Mendengar hal tersebut sontak membuat Rey semakin tertawa lebar hingga kedua matanya tenggelam dibalik pipinya yang menutupi. Zivanka lagi-lagi terpesona akan tawa yang menguar serta pemandangan indah di depannya tersebut.

Namun, di satu sisi, dirinya merasa bahwa pernah mengalami hal serupa seperti ini. Jika orang-orang di dunianya pasti akan menyebutnya dengan kejadian Dejavu– Pernah mengalami hal familier tetapi, entah kapan kejadiannya.

Zivanka segera menepis pikirannya, jika ia pernah mengalami hal ini. Padahal, ia bisa mengobrol akrab seperti baru dengan Rey—selain ketiga sahabat laki-lakinya.

Diam-diam Rey mengamati tingkah Zivanka tersebut ketika tawanya mulai mereda. Ia pun lantas mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Zivanka guna menyalurkan sebuah kehangatan pada kulit yang mulai dingin tersebut.

Fivers Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang