Satu: Selebrasi

1.6K 89 16
                                    

5 motor vespa cantik beriringan memasuki pelataran Pasaga, lapangan sparing futsal hari ini. Syauqi, salah satu anggora Riders Dakwah yang juga sohib Irwan terlihat menunggu sambil bersandar di pintu. Sebelah tangan menggulir layar ponsel, tangan lainnya sibuk membuang abu rokok.

"Halo, Mas Bro!" Irwan berseru diantara deru suara mesin vespa yang beradu, lalu buru-buru parkir saat melihat Syauqi yang sudah lama tidak ia temui. Standar vespa terpasang dann Ia melangkah cepat menuju pintu lapangan. Menghampiri mas-mas gondrong itu.

Syauqi mendongak, "Woy lah apa kabar?! Kemana aja sih, lo?"

"Baik, ada gua, disini-sini aja."

Mereka berpelukan singkat sebelum Irwan berbalik melihat teman-temannya yang sedang memarkirkan vespa masing-masing di sebelah barisan motor gede. "Kenalin nih, temen-temen gue."

Satu-satu per satu memperkenalkan diri masing-masing. Ternyata Mamat kenal Syauqi, hanya belum ngeh kalau Syauqi yang dimaksud adalah Syauqi teman SMP-nya. Sisanya benar-benar baru bertemu pertama kali. Termasuk Sintya.

"Sintya." Sintya tersenyum sambil mengulurkan tangan ke Syauqi, yang dibalas Syauqi hangat.

"Nah ini nih yang spesial. Akhirnya ketemu juga." Ia tertawa menatap Sintya.

Yang lain sibuk beradu pandang. Senyum Syauqi terasa lain. Tapi yang dilirik dengan cepat memecah canggung, "The one and only, si cantik Cantika Marisa." Syauqi melangkah melewati Sintya dan menuju Vespa PTS 90 krem-abu super cantik yang sudah terpakir rapi.

"Tahun berapa sih ini, Sin?" Ia meneliti vespa kesayangan Sintya yang baru mandi tadi pagi itu.

Hening beberapa detik. Sintya belum kembali dari kagetnya, tidak menyangka Syauqi yang tiba-tiba membahas Cantika. Bukankah laki-laki itu tadi menatapnya?

Tapi kemudian ia berhasil menjawab, "Sembilan lima." Kesadarannya sudah kembali seiring ia memindahkan ransel dari pundak kirinya ke kanan.

"Keren, Wak! Nanti ngobrol yak!" Syauqi sudah selesai memuja kecantikan Cantika. "Dah pada nunggu di dalem, masuk yuk, kita  di lapangan 3."

"Yuk."

Sintya membatin memperhatikan laki-laki berambut panjang sebahu itu melangkah masuk melewati pintu Pasaga. Menyusuri lorong-lorong kecil di samping lapangan beriringan dengan Mamat. Di punggung jersey laki-laki itu tertulis "SM" dengan nomor "06". Sesuatu terasa aneh, tapi iya memutuskan untuk tidak peduli. Ia perlu fokus seratus persen malam ini.

***

Abi keluar dari ruang ganti dengan sepasang jersey hitam-kuning bertuliskan "Riders Dakwah", jersey yang sama dengan yang dipakai Syauqi tadi tapi dengan nomor berbeda, "73" dengan nama "Abah". Masih dengan sendal jepit, ia melangkah masuk ke lapangan, mencari tempat duduk kosong untuk menaruh barang-barangnya.

Walau masih berjarak 3 meter, ia sudah bisa mengenali perempuan dikuncir tinggi dengan jersey biru cerah itu. Sintya Marisca.

Ini bukan pertama kalinya ia mendengar atau melihat gadis cantik itu. Ia sudah follow instagramnya, dan di-follback tentunya. Sudah sekian kali berbalas direct message, comment atau bahkan re-post story. Lingkungan mereka kecil jadi praktis semua orang adalah teman.

Tapi,

ini pertama kali ia membuktikan kabar itu.

"Sintya aslinya cantik banget, Bi. Yaaa, gatau sih ya selera, tapi gue sih sejuta per seratus. Bintang lima. Top global. Gada lawan. Pecah!"

Begitu pujian yang ia dengar dari Bofan beberapa minggu lalu, ditengah bahasan rencana main futsal bareng anak-anak vespa.

"Goddammit. God seriously doing artwork with her." lirihnya melihat bidadari di lapangan futsal. Halah.

BerlayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang