Sembilan: Notifikasi Instagram*

1K 80 19
                                    

Sosial media hari ini ramai sekali. Sama seperti beberapa bulan terakhir. Beberapa komentar warganet soal Sintya seringkali memenuhi kotak masuk notifikasi Abi. Ia tahu penyebabnya adalah video wawancara Sintya yang banyak beredar. Semua wartawan itu menanyakan hal yang sama: tipe laki-laki idamannya. Yang sebenarnya berkah Tuhan luar biasa, karena dalam jawaban pertanyaan itu, namanya selalu disebut-sebut.

Sejujurnya, agak bingung menghadapi kegaduhan ini. Tapi ia tidak pernah mau ambil pusing. Biarkan saja warganet bersenang-senang dengan imajinasi masing-masing.

Tapi,

Belakangan ia sendiri sedikit terusik. Sebersit, ia merasa enggan dikenal sebagai laki-laki yang dipuja habis-habisan. Ingin rasanya bilang ke seluruh dunia, "GUA SUKA DIA DULUAN HEY!"

Urusan siapa yang duluan ini penting-ga-penting sebenarnya.

Tapi bagi Abi penting.

"Enak aja nanti kalo ada yang bilang gue suka dia karena dia suka gue, gue duluan woy yang suka!"

Abi beralih membuka ruang pesan, mencari nama Sintya Marisca.

Ia menggulir layar sampai paling atas; Tiga tahun lalu itu pertama kali dia memberikan reaksi emoji ke story Sintya. Lalu beberapa kali reply story karena agenda touring. Ditambah beberapa obrolan yang membahas tag photos. Tapi entah membahas foto yang mana karena tidak ada dalam ruang pesan itu. Ia hanya ingat samar-samar.

Sudut bibirnya tertarik ke atas. Ternyata ia lebih dekat dengan perempuan itu dibanding yang ia kira. "Udah lumayan lah ya ada interaksi, not bad lah."

Ia lanjut melihat halaman profil. Isi laman gadis cantik itu variatif sekali: Touring, promo film, promo jaket, pertandingan bulu tangkis, promo topi, pestapora, tanding basket, promo kafe.

Semakin dilihat semakin menarik. Ia tiba-tiba ingin dengar cerita bagaimana pertama kali perempuan itu membangun Roetara. "Sintya suka kopi kah?"

Atau soal brand topi-nya, "good deal sih bikin brand topi, lo cantik banget pake topi."  Batinnya pelan setelah melihat foto close-up Sintya dengan topi coklat putih dan vest coklat biru.

Abi masih terus dengan gigih melihat post instagram Sintya sampai akhirnya ia tersadar kalau ia ingin melakukan sesuatu.

Ia kembali ke halaman pesan, lalu mengetikkan sesuatu untuk dikirim.

Tidak ada ide.

Ia mencoba peruntungan dengan story instagram. Lalu melihat Cantika Marisa diunggah 20 menit yang lalu.

abidzar73: cakep bgt, cantika tahun berapa sih sin?

Tanpa basa-basi, pesan singkat itu terkirim. Berikut dengan harapan-harapan yang menyertainya.

***

Beres membersihkan riasan wajah, Sintya mengeluarkan ponsel dari tas, mengecek whatsapp dan melihat beberapa pesan masuk.

Mamski, Kak Kiki, Tole, Dinda, dan satu nomor baru tidak dikenal.

+62811234198664: "hi sin"

Sintya mengernyit,

"Siapa ini?"

Ia ingin mengabaikan pesan itu ketika sebuah pesan lainnya masuk dibawah pesan itu.

+62811234198664: "ini Syauqi, gue dapet nomor lo dari Irwan."

Dahinya semakin berkerut, tapi ia kemudian menggumam pelan sambil mengetik balasan.

"halo"

"hahaha oke"

Lalu ia menutup whatsapp, beralih mengecek instagram.

Sudah beberapa tahun terakhir ia mematikan notifikasi semua media sosial. Ia memutuskan bahwa, ia hanya akan membuka instagram jika ia punya waktu untuk berinteraksi di dunia maya. Walaupun mungkin ini membuat ia bisa telat membalas pesan seseorang, setidaknya ini membuat ia sedikit lebih nyaman, dibandingkan harus melihat ratusan notif masuk setiap waktu.

Bukan tidak suka, ia hanya butuh membagi fokusnya dengan baik. Jika sedang bekerja, atau berinteraksi secara offline, ia ingin seratus persen fokus dengan yang sedang ia lakukan. Dan tidak terganggu dengan pesan-pesan di media sosial.

Benar saja, begitu aplikasi itu terbuka, ia melihat ratusan notifikasi dan puluhan direct message. Sisanya, ratusan request message menggantung di kolom lainnya.

Demi melihat sebuah pesan masuk, Ia harus menahan diri untuk tidak loncat. Pertama, karena ia masih di mobil. Kedua, Dinda masih fokus mengemudi di sebelahnya.

abidzar73: cakep bgt, cantika tahun berapa sih sin?

ASDFGHJKLZXCVBNMQWERTYUIOP!

Entah harus berkata apa, ia memicingkan mata lalu tersenyum. Kenapa rasanya ini seperti ada yang buka topik?

Tetap sambil salting, Ia memikirkan balasan yang santai, tapi oke, tapi santai, tapi oke.

reply to abidzar73: 90 bii

Ia menambahkan.

reply to abidzar73: mau main vespa nihh?

Pesan terkirim.

Sintya menutup instagram. Ketika menyadari mobil sedang berhenti di lampu merah, ia berteriak lepas. "AAAAARRRGGGHHHHHHHHH."

Refleks Dinda menoleh dan menatapnya dengan tatapan horror, lalu berseru "KENAPA JIR?"

Yang diteriaki nyengir.

"Hehe."

"KENAPA JIR?"

Hening. Sintya yang masih nyengir sambil memegang ponsel di dadanya dengan erat.

Lampu merah menunjukkan angka 23 detik.

"KENAPA ANJIRRRR SINTYAKKK?" Dinda masih melotot karena kaget, seperti melihat alien.

Lampu merah 8 detik.

"Abi reply story gue lagi!!!!"

Lampu kuning menyala.

"Anjir badut!" Dinda dengan cepat menginjak gas ketika lampu berubah hijau. Ia hanya bisa geleng-geleng sambil melirih pelan, "semoga beneran jodoh lo deh tu cowo satu."

Sintya cuma menggelinjang seperti cacing, berlagak mirip jadi uget-uget, lalu teriak khas jamaah masjid sholat tawarih, "AAAAAAMINNNN".

"Sakit ni anak." Dinda ngedumel.

Enggan mempermasalahkan Dinda yang tidak supportif itu, Sintya membuka instagramnya lagi. Melihat pesan yang ia kirim itu. Meskipun belum dibalas lagi, ia tetap tersenyum senang.

Reflek tangannya membuka menu settings, dan mengaktifkan notifikasi instagram.

***

Notes:

Terima kasi sudah ikut berpendapat, kita sepakat lanjutin berlayarnya ya! <3

Ini spesial karetnya dua buat kalian semuaa! Inget ini fiktif/bohongan/gak asli! WKWKWKWK.

Anyway, happy lihat respon kalian! Makasih ya comment-comment positifnya! Love buat kalian sekebon <3<3<3

BerlayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang