Mercedes hitam itu terpakir dengan sempurna di salah satu spot di lapangan parkir. Abi menarik rem tangan dan mengeluarkan ponselnya. Menempuh macet Cibubur - Kampung Rambut dengan kecepatan se-maksimum yang ia bisa membuat Abi sedikit terengah. Ia hampir selalu mengabaikan lampu merah dan menginjak gas penuh di beberapa lampu kuning. Perjalanan yang mengharuskan ia fokus setengah mati itu benar-benar menguras tenaga. Tapi, tidak ada waktu, ia takut terlambat.
Kak, bilang Ummi aku jemput ya.
Begitu pesan terakhir yang ia kirim ke Adiba 25 menit lalu.
Ia hanya mengenakan celana jeans dan kaos putih, tanpa sempat menyisir rambut. Sekali lagi, tidak ada waktu, ia takut terlambat.
Abi mengetuk-ngetuk setir,
Call, engga, call, engga, call, engga, call.
Call.
Ia menekan tombol call untuk menghubungi Adiba.
"Halo"
"Ya, Bi?" Suara Adiba terdengar tidak jelas di ujung sana.
"Dimana, Kak?"
"Masih di dalem. Tadi aku udah bilang ke Ummi, tapi belum sempet bales kamu. Ummi bingung kenapa kamu tiba-tiba jemput."
"Oh, iya, sekalian." Abi salah tingkah, tapi dengan cepat menambahkan, "Emang belum selesai?"
"Acaranya udah. Tapi Umminya belum, masih ngobrol. Lama kayanya." Sahut Adiba. "Kamu sendirian?"
Abi menggumam, "Iya."
Hening sepersekian detik.
"Masih bareng Sintya, Kak?"
Abi akhirnya menanyakan hal paling penting yang membuat ia mengemudi seperti orang gila itu.
"Engga, dia barusan pulang. Ini udah bubar dari tadi, Bi."
"Oh, oke."
"Telat kamuu." Ledek Adiba.
"Yeee, orang bukan nyari dia. Kan emang mau jemput Ummi." Abi berbohong.
"Haha, yaudah. Nanti aku nebeng juga deh ya, sekalian."
"Iyaaa."
Abi sudah mau menutup telepon ketika Adiba berseru, "Bi, kalo laper sini aja, banyak makanan."
"Engga, makasi, ga laper."
"Oke."
Abi akhirnya memutus sambungan duluan. Sedikit kecewa.
***
Sintya tersenyum segan kepada semua tamu acara yang ia temui. Ummi Pipik memaksanya untuk tinggal sedikit lebih lama agar bisa foto bersama.
Kalau Adiba sedang mengobrol dengan tamu lain, praktis ia mati gaya. Pura-pura main ponsel atau sekedar lihat-lihat. Atau lebih tepatnya celingukan.
Ia mengamati sepertinya para tamu undangan yang terlihat sudah banyak yang saling kenal satu-sama-lain. Ia benar-benar merasa asing. Walaupun nyaman-nyaman saja, tapi tetap merasa asing.
"It's okay, Sin, It's okay!" Ia memberi afirmasi pada dirinya sendiri setiap kali merasa salah tempat.
Ia melihat beberapa artis yang sebelumnya hanya pernah ia lihat di televisi itu saling foto bersama. Cakep cakep banget ya, batinnya.
Ia teralihkan ketika Adiba memanggil, "Yuk, foto." Gadis itu mengarahkannya ke depan backdrop tempat semua orang mengambil gambar. Beberapa diantara mereka sudah mengenali dirinya sebagai Sintya, beberapa hanya melihatnya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlayar
FanfictionCerita fiksi dengan drama romansa dan berbagai highlight kehidupan di Kota Jakarta. Sebagian besar cerita terinspirasi dari kisah kehidupan sehari-hari yang tersedia di media sosial. Tokoh utama cerita terinspirasi dari tokoh asli, namun seluruh alu...