"Jadi ini kita kemana?" Tanya Abi setelah berjalan beberapa menit.
"Lurus aja terus sampe mentok baru belok kiri."
"Oke."
"Ini gak diarahin ke markas geng priuk, 'kan?"
Mendengar pertanyaan itu, Sintya melirik tajam, "Kalo takut gak usah ke Priuk."
Lagi-lagi Abi tertawa. Entah habis makan apa, sepertinya laki-laki itu banyak tertawa malam ini.
Setelah sebelas menit berlalu, mereka berakhir di pinggir danau, yang diikuti rasa tidak percaya Abi. "Ini serius kita berenti di pinggir danau priuk?"
"Danau Sunter, bukan danau priuk." Sintya mengoreksi.
"Menarik banget nih kencan di Danau Sunter." Abi celingukan melihat-lihat trotoar yang ramai dengan anak muda dan beberapa gerobak starling.
Sintya mengabaikan kata kencan dalam kalimat Abi. "Yaaa lagian tiba-tiba ke Roetara."
"Loh, emang kenapa? Gak boleh?"
Sintya mendengus sebal, "Yaa menurut lo aja, dengan gosip yang lagi rame-rame-nya gini, lo muncul di Roetara mah beneran bisa dianggep kita gimana-gimana."
Sedangkan Abi hanya tertawa. Lagi.
Beberapa detik berlalu, Ia masih menunggu Abi merespon, ingin tahu apakah ia akan mengoreksi kekhawatiran itu.
"Kan bisa ke Cafe lain. Sebagai warlok, nggak ada rekomendasi Cafe lain selain Roetara nih?" Abi menatapnya dengan tatapan meledek.
"Yaaaa kalo kita ke Cafe manaa gitu, pasti ada juga yang liat, nanti di-foto-lah, masuk IG, masuk Tiktok, rame lagi. Nggak mau kan makin di-goreng?"
"Bener sih, kamu visioner ya." Ia tersenyum.
Kamu? Ia tidak salah dengar, 'kan?
Ingin rasanya loncat ke danau, tapi Ia ingat Ia masih kesal. Jadi, sebelum itu, Ia perlu memastikan sesuatu.
"Atau mau nih ke Cafe? Sekalian kasih makan netizen." Ia menekankan kata 'kasih makan' untuk memastikan Abi memahami maksudnya.
Yang ditanya berhenti tersenyum, air wajahnya berubah serius. "Oke, here we go, so that's the reason?" Jadi, itu alasannya?
"Reason what?" Alasan apa?
"Reason for not responding my... messages?" Alasan tidak membalas chat... aku?
"Gue bales kok chat lo."
"Iya dibales tapi berjam-jam dan singkat-singkat." Abi menyeru cepat. "Come on, aku tahu kamu ngehindarin aku, Sin. Aku gak terbiasa dengan silent treatment, so, please talk about it."
"Ini bukan silent treatment, Bi."
"Lalu?"
Sintya menghela napas panjang. "Let me tell you, you've been giving me mixed signals. I can't tell if you really...." Sintya mengangkat bahu, pasrah. "oh, whatever."
Sintya ingin menjelaskan bahwa Ia sangat kesal dengan wawancara Abi. Lebih kesal dari yang Ia kira. Awalnya hanya sebal, lalu beberapa jam kemudian rasa sebal itu sudah menggulung berubah jadi kesal. Perempuan mana yang baik-baik saja kalau laki-laki yang ia pikir sedang mendekatinya bilang ke khalayak ramai bahwa semua itu cuma untuk hiburan? Kasih makan netizen itu maksudnya apa?
"Aku bikin kamu bingung?"
"Yes, sangat bingung." Sintya mengenggam jari-jarinya sendiri, frustasi dengan percakapan ini. "Dan bahkan kamu tiba-tiba disini sekarang? Dan sejak kapan kita aku-kamu?" Sintya bicara dengan kedua telapak tangannya menunjuk Abi dan dirinya bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlayar
FanfictionCerita fiksi dengan drama romansa dan berbagai highlight kehidupan di Kota Jakarta. Sebagian besar cerita terinspirasi dari kisah kehidupan sehari-hari yang tersedia di media sosial. Tokoh utama cerita terinspirasi dari tokoh asli, namun seluruh alu...