Dua Puluh Tiga: Warakas

1.1K 81 37
                                    

Untuk kesekian kalinya, Sintya membalas pesannya dengan sangat singkat. Dan ia tidak suka itu.

Jadilah Ia disini sekarang, duduk di mobil sambil medengarkan nada tunggu telepon. Ia perlu tahu yang sebenarnya.

"Halo"

Berbeda dengan suara Sintya yang datar, Abi berseru ceria. "Tebak gue dimana"

"Ya gatau lah."

Abi berdecak, perempuan itu benar-benar marah, "Gue di Warakas."

"Hah?"

"Kalo di maps sih ini Warakas Raya ya namanya." Ia berusaha mencairkan suasana.

"Serius lo?"

"Serius dongg."

"Ngapain?"

Hening sejenak.

"Hmm." Abi bergumam, lalu melanjutkan, "Mau nanya ke Ibu Sintya Marisca Handayani, ini saya didiemin dua hari ada masalah apa ya?"

Tolong satu orang telepon ambulans. Kondisi gawat darurat. Detak jantung sintya bukan lagi 120 bpm, tapi 120 km per jam.

"Kok diem aja?" Tanya Abi setelah Sintya tidak terdengar mau merespon.

"Apaansi gajelas."

"Coba Ibu bisa keluar dari Roetara dulu nggak ya sebentar? Atau Ibu mau saya turun dan masuk ke dalem?"

"HAH? Beneran di Roetara?" Dari suaranya, Sintya terdengar panik. "JANGAN TURUN! GUE KELUAR SEKARANG!"

Abi tertawa-tawa karena melihat Sintya menutup telepon tanpa pamit; sekaligus senang karena setidaknya gadis itu masih mau bicara dengannya. Dan mau menemuinya.

Abi melihat beberapa orang melirik-lirik ke arah mobilnya yang menepi di dekat Roetara. Mungkin karena Mercedesnya terlalu mencolok atau orang bisa melihat dirinya? Seingatnya kaca mobilnya cukup gelap.

Ketika Ia melihat Sintya sudah di depan Roetara dan celingukan mencarinya. Ia menginjak gas dan berhenti tepat di depan gadis itu. Sintya masuk tanpa mengecek plat nomor dan Abi menyambutnya dengan senang hati.

Belum apa-apa Sintya sudah berseru keras, "Cepet jalan!"

Abi masih mencerna ketika Sintya bicara lagi, "Lurus terus sampe perempatan baru belok kanan."

Masih tidak ada respon dari Abi.

"Abi jangan bengong! Nanti keburu rame!" Sintya masih celingukan panik, memastikan tidak ada yang melihatnya naik ke mobil Abi.

Sedangkan Abi kemudian bicara pelan dengan tenang, "Boleh diliat dulu coba yang diajak ngomong."

Kalimat pendek Abi membuat Sintya menoleh kearahnya.

"Hai." Sapa Abi pelan, Ia tersenyum.

Sintya terlihat membeku, tapi menjawab pelan, "Ha... i."

Puas mendapati Sintya akhirnya melihat ke arah dirinya, Abi memanuver setir, mengarahkan mobilnya kembali ke jalanan dan menginjak gas. "Okeh kita jalan!" Serunya. "Lurus terus sampe perempatan baru belok kanan ya? Siap!" Ia mengulangi perintah Sintya.

Keduanya terdiam sepanjang jalan. Ini pertama kalinya mereka akhirnya berdua dalam mobil yang sama. Tanpa Ummi.

Abi berdoa semoga Ummi tidak keberatan. Semua ini demi masa depan yang lebih baik. Yaaa, kecuali Ummi mau ganti calon mantu.

Tapi, Abi gamau sih Ummi ganti calon mantu.

***

Notes:

Aku belum bisa nulisss sampe beberapa hari mungkin (?) huhu sampe sini dulu yaa <3

BerlayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang