bab 17

669 36 15
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
-

-

-

-

-

"Tidak ada yang kasihan dengan nasibmu sekalipun kamu perempuan, maka bertarunglah sehancur-hancurnya dan jangan lari, menderitalah sampai penderitaan itu tak lagi sanggup menghadapi mu."

~Adiba Afsheen Myesha.

🕊️🕊️🕊️

Yesha menunggu kedatangan bunda dan ayahnya, ia rela membeli semua bahan masakan dan lain sebagainya.

Ia menata semua kue di meja ruang tamu dan bersiap untuk memasak di dapur.

Ditengah kesibukannya menyiapkan segala sesuatu, Asraf datang tanpa mengucap sepatah katapun, ia langsung masuk ke kamarnya dan membereskan semua barang yang ada disana.

Yesha hanya melihat tanpa berniat menanyakan ini itu, melihat kebiasaan Asraf ketika ada masalah pasti menghindar dan tak ingin berada dekat dengannya, contohnya saat ini, Asraf tak mau lagi satu kamar dengannya, padahal Asraf sendiri kemarin yang menyuruhnya pindah dikamar itu. Tapi Yesha tetap tenang, dalam fikirannya mungkin Asraf perlahan akan membaik seiring berjalannya waktu.

Saat Asraf memindahkan barang terakhirnya ia memandang dan tersenyum kecut ke arah Yesha.

"Enak ya jadi kamu, bisa tetap melakukan segala sesuatu seolah tidak terjadi apa-apa!" Sarkasnya yang dapat menghentikan aktifitas Yesha.

Air mata dipelupuk mata Yesha mulai membendung,

"Semalam kan sudah saya jelaskan, lantas apalagi yang harus saya lakukan?" Saut Yesha, ia mulai tak tau harus bersikap bagaimana menghadapi Asraf.

"Penjelasan disertai dengan kebohongan apa masih bisa disebut penjelasan, padahal kamu hanya melakukan pembelaan terhadap dirimu sendiri!" Jawab Asraf tak ingin mengalah.

Yesha menghela nafasnya kasar, dadanya mulai naik turun, namun air matanya tak mampu ia bendung,
"Percuma bicara sama Pak Asraf, tidak bisa mengerti apa yang saya ucapkan." Ia meletakkan pisau yang digunakan untuk memotong bahan masakan dengan sedikit kasar.

"Oh begitu kamu sekarang, sudah pintar berbicara kamu dihadapan saya!" Asraf mengatakannya dengan tatapan tajam melihat Yesha yang seolah menantangnya.

"Iya, memangnya kenapa?" Saut Yesha tak tahan, ia berani mendekat ke arah Asraf. Tapi badannya bergetar menjawab perkataan yang sebelumnya belum pernah ia lontarkan dihadapan siapapun.

"MENYAUT SAJA KAMU!" Geram Asraf, ia terlihat begitu murka.

Merasa tak akan ada gunanya melawan Asraf, "Yasudah saya diam, memang itu kan yang Pak Asraf inginkan, melihat saya diam dan tak melawan perkataan pak Asraf!" Katanya, air matanya tetap mengalir deras.

Berdebat dengan Asraf sebenarnya suatu hal yang ia benci, karena ia tak dapat menahan amarahnya pada Asraf, jika ditanya seberapa geram Yesha dengan Asraf maka Yesha sangatlah geram, kalau bisa dan kalau mau ia ingin mencabik-cabik wajah Asraf.

Lalu Yesha meninggalkan Asraf ditempat, ia pergi karena tak ingin mendengar kelanjutan perdebatan ini, jadi ia memutuskannya terlebih dahulu.

Ia berjalan disekitar rumahnya, ia mengusap-usap air matanya khawatir para tetangga melihatnya dalam keadaan menangis.

Yeshaa [On Going]Where stories live. Discover now