Ada cahaya di dadamu,
tergantung pada rantai yang tak bisa ku sentuh,
rosario yang berayun lembut,
mengucapkan doa yang tak kumengerti,
namun setiap bisikannya, seperti aliran sungai,
membawa ketenangan yang kutemukan dalam diam.Kita berdiri di tepi jurang,
memandang langit yang sama,
tapi setiap langkahku terasa jauh darimu,
seperti bintang yang tak pernah bisa menyapa rembulan.
Engkau adalah cahaya lilin di gereja tua,
dan aku, api yang terbakar di altar lain,
masing-masing menyala, tapi tak bisa menyatu.Tatap matamu, bagai kitab yang ingin kubaca,
namun halaman-halamannya tertulis dalam bahasa asing,
terjemahan yang tak pernah kutemukan.
Dan ketika aku mencoba menyentuh doa-doamu,
jari-jari kita bersentuhan,
namun terasa dingin, seperti salib yang kutemui di persimpangan.Ada dinding di antara kita,
dibangun dari ribuan tahun keyakinan,
dan meski hatiku berlari ke arahmu,
jalanku selalu berakhir di ambang pintu,
tak diizinkan masuk,
tak diizinkan tinggal.Di malam yang sunyi,
aku memandang rosariomu seperti bintang yang jauh,
berkilauan di langit yang tak pernah kugapai,
dan aku bertanya pada Tuhan,
apakah cinta ini adalah doa yang tak boleh dijawab?
Apakah setiap detik yang kutitipkan padamu,
akan selalu tersangkut di langit yang berbeda?Kita adalah dua nyala dalam satu malam,
namun selamanya, mungkin,
tak akan bisa terbakar di tempat yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diujung Hujan, Masih Ada Tuhan
PoetrySinopsis "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" Dalam perjalanan hidup, badai seringkali datang tanpa peringatan-mengguncang keyakinan, memporak-porandakan harapan, dan membawa perasaan sepi yang pekat. "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" adalah sebuah kar...