Dunia ini luas,
seperti peta yang tak pernah selesai digambar,
gunung-gunung yang terbentuk dari pikiranku,
dan lautan yang deras mengalir dari mimpi-mimpi tak terucap.Kepalaku, seperti bola kaca berisi badai,
gelombang-gelombang pecah di dinding-dinding nadi,
menciptakan riak-riak sunyi yang tak terjamah oleh siapa pun,
namun gemuruhnya tak pernah berhenti,
seperti petir yang tersembunyi di balik senyap.Ada jalan-jalan berliku di dalam pikiranku,
seperti labirin yang tak pernah selesai dilalui,
setiap belokan membawa ke hutan lain,
ke padang pasir yang tiba-tiba muncul,
seakan dunia dalam kepalaku tak pernah satu,
selalu berubah, selalu bergerak,
namun tak pernah benar-benar keluar.Kadang, angin bertiup lembut di sana,
membawa bisikan dari langit-langit tinggi,
mengisi ruang kosong dengan awan dan hujan ringan.
Tapi di lain waktu, angin itu menjadi badai,
menyapu habis setiap bayangan,
meninggalkan kekosongan yang asing,
seperti malam tanpa bulan,
seperti dunia tanpa bintang.Dunia luar, dengan pohon-pohon dan jalan aspalnya,
tak pernah bisa masuk sepenuhnya,
hanya tampak di jendela-jendela pikiranku yang berembun.
Setiap tetes hujan di luar terasa jauh,
seolah hanya bayangan dari hujan yang sesungguhnya,
yang turun di dalam kepalaku,
mengetuk-ngetuk, meminta jalan keluar.Dan aku?
Aku hanyalah pelancong di dunia ini,
melihat ke dalam, melihat ke luar,
tak pernah benar-benar tahu,
mana yang nyata,
dan mana yang hanyalah bayangan dari pikiranku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diujung Hujan, Masih Ada Tuhan
PoetrySinopsis "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" Dalam perjalanan hidup, badai seringkali datang tanpa peringatan-mengguncang keyakinan, memporak-porandakan harapan, dan membawa perasaan sepi yang pekat. "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" adalah sebuah kar...