Bukan sebab manusia,
ia berjalan perlahan,
seperti kabut yang merayap di lembah,
tak ada suara langkah,
hanya angin yang menyusuri rindu di balik dedaunan.
Ia tahu, tak semua perjalanan butuh jawaban secepat pagi,
dan di setiap hening, ada arah yang memanggilnya,
tanpa kata, tanpa tanda.Ia tak langsung menentukan,
seperti sungai yang mencari jalannya sendiri,
menyusuri bebatuan,
tak tergesa, tak terhenti.
Setiap tetes adalah keputusan,
setiap arus adalah pilihan yang belum terungkap.
Ia datang bukan karena harapan di mata orang,
bukan karena peta yang diberikan tangan-tangan asing,
tetapi karena desiran halus,
sesuatu yang lebih dalam,
lebih tua dari kata-kata.Seperti bintang yang muncul satu per satu,
ia tak terburu untuk bersinar,
tahu bahwa cahayanya tak butuh disaksikan segera,
karena ada malam yang panjang,
ada gelap yang mesti dihuni dengan sabar.Maka ia datang,
bukan karena dorongan,
tapi karena panggilan.
Ia melangkah pelan,
menyusuri lorong-lorong waktu,
tak memilih dengan gegabah,
karena ia tahu,
setiap detik adalah kisah yang akan tercatat,
dan setiap pilihan adalah benih yang akan tumbuh dalam hatinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diujung Hujan, Masih Ada Tuhan
PoetrySinopsis "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" Dalam perjalanan hidup, badai seringkali datang tanpa peringatan-mengguncang keyakinan, memporak-porandakan harapan, dan membawa perasaan sepi yang pekat. "Di Ujung Hujan, Masih Ada Tuhan" adalah sebuah kar...