Ketika Valerie masuk ke cafe, sosok Calvin tidak terlihat di sana, sorot mata gadis itu terus menganalisis mencari keberadaan laki-laki berkulit sawo matang, serta memiliki senyuman manis. "Dia di mana ya?"
Valerie terus berjalan, sampai akhirnya ia memutuskan untuk duduk di samping jendela. Sembari menunggu Calvin yang tak kunjung datang, Valerie memainkan ponselnya. Tiba-tiba seorang waiter's datang menghampirinya, lalu memberinya daftar menu. "Permisi, Mbak mau pesan apa?"
Valerie meletakkan ponselnya, tangannya beralih mengambil buku menu itu. "Makasih Mbak, nanti saya panggil lagi ya. Saya lagi nunggu seseorang," balas Valerie.
"Baiklah, kalo gitu saya permisi dulu ya, Mbak." Valerie menganggukkan kepalanya. Membiarkan pelayan cafe itu pergi.
Cukup lama Valerie menuggu kehadiran Calvin, akhirnya laki-laki itu datang juga. Menyadari kehadiran Calvin, Valerie jadi deg-degan. Sebisa mungkin ia mencoba untuk terlihat biasa saja. "Huf, oke, Val. Kamu gak boleh salah tingkah, bersikap biasa aja. Lagipula jangan terlalu berharap sama apa yang mau dia bilang, belum tentu apa yang kamu pikirkan sama seperti apa yang dia katakan," Valerie bergumam pada dirinya sendiri. Sampai ia tidak menyadari ada seseorang yang sedari tadi berdiri di sana.
Ketika gadis itu sibuk berceloteh, sosok Calvin sudah berada di depannya. Tersenyum melihat tingkah mengemaskan Valerie. "Sore cantik." Sapaan dari Calvin mampu membuat gadis berambut coklat itu terkejut.
"Astaga, kamu ngangetin aja," kesalnya.
Calvin terkekeh pelan, lalu menarik kursi dan langsung duduk di depan Valerie. "Udah lama kamu di sini?" tanyanya.
"Lumayan lama sih, tapi gak sampai lumutan kok aku nungguin kamu datang," katanya.
Senyum manis dari Calvin kembali terlihat, saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Valerie barusan. "Kamu tuh lucu ya, pinter banget bikin orang nyaman kalo lagi dekat sama kamu," kalimat yang keluar dari mulut Calvin mampu membuat pikiran Valerie bercabang.
Gadis itu terdiam sejenak, menggerutu dalam hati. "Please ya, Cal. Jangan buat cinta aku bertepuk sebelah tangan, jatuh cinta itu sakit tau," ungkapnya dalam hati.
"Apaan sih kamu, gak jelas banget. Dah ah, aku mau pesan." Valerie mengangkat satu tangannya, memanggil pelayan yang tadi memberinya buku menu.
"Mbak, saya mau pesan mie goreng sama jus jeruk ya," pintanya. "Oh, ya, kamu mau pesan apa, Cal?"
Bukannya menjawab pertanyaan Valerie, Calvin malah sibuk memperhatikan gerak gerik gadis itu. "Cal," suara Valerie menyadarkan Calvin dalam lamunannya.
"Ha? Em, samain aja deh pesannya."
"Mie goreng sama jus jeruknya dua ya, Mbak," Valerie mengulangi perkataannya tadi.
"Oke, silahkan ditunggu ya pesanannya."
"Iya, Mbak, makasih," ucap Valerie. Pelayan itu mengangguk lalu pergi menuju resepsionis.
Setelah pelayan cafe pergi, Valerie menatap Calvin penuh curiga. "Kamu kenapa sih dari tadi liatin aku terus?"
"Gak papa, cuman aku mikir aja, kok ada ya bidadari turun dari surga ke bumi."
Mengetahui ke mana arah pembicaraan Calvin, Valerie pun menyeletuk. "Kamu tuh pasti mau gombal lagi kan? Udah ketebak, dasar buaya."
"Aku gak lagi gombal, aku serius, Val."
"Halah, boong aja," meskipun menyukai Calvin, Valerie berhasil untuk tidak terlihat bahwa ia sangat menyukai laki-laki yang saat ini sedang bersamanya.
Calvin meraih kedua tangan Valerie. "Val, kamu boleh gak percaya soal omongan aku barusan, tapi aku mohon banget sama kamu. Tolong dengerin aku bentar aja," pintanya.
"Soal apa?"
"Soal perasaan aku sama kamu."
Mendengar itu, detak jantung Valerie seakan bekerja 2x lebih cepat dari sebelumnya. " Maksud kamu?"
"Aku suka sama kamu, Val. Saat pertama kali kita ketemu, aku udah tertarik sama kamu. Kamu idaman aku banget," ungkapnya.
Valerie tersenyum, namun belum mengatakan apa pun. Sampai suara Calvin kembali terdengar. "Valerie, aku mau kamu jadi pacar aku."
Hening, Valerie belum bisa menjawabnya. Meskipun yang ia harapkan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Tetap saja, ada perasaan canggung.
"Em, Cal. Aku boleh jawabnya nanti gak? Aku ...."
"Udah, gak perlu terburu-buru, lagipula aku gak maksa kamu kok. Aku cuman pengen mengungkapkan tentang perasaan aku sama kamu. Daripada aku pendam sendiri, ntar malah jadi pikiran, kan?"
"Iya, tapi kan ...," lagi-lagi Calvin memotong pembicaraan Valerie.
"Aku paham kok, udah jangan dibahas lagi ya. Mending sekarang kita makan aja."
"I-ya," balas Valerie gugup.
Benar-benar canggung.
***
Di kediaman rumah Malik Haidar—kakek Valerie. Pria paruh baya itu mondar-mandir menunggu cucunya kembali. Ia merasa cemas, takut terjadi sesuatu kepada cucunya.
"Bi Siti," panggilnya.
"Iya, Tuan," mendengar suara dari majikannya. Bi Siti merasa takut. Takut nanti akan terjadi sesuatu. Karena dari nada bicara pria itu tidak seperti biasanya. Terdengar lebih tegas.
"Ke mana Valerie pergi?"
Bi Siti menundukkan kepalanya ke bawah, engan menatap majikannya. "Saya gak tau, Tuan. Mungkin dia ada tugas kampus, makanya pulang telat," jawab bi Siti. Ternyata bukan hanya bi Siti yang merasakan bahwa akhir-akhir ini Valerie sering pulang terlambat.
"Kenapa dia gak izin ke saya? Ini aneh," Malik menaruh curiga kepada cucu satu-satunya.
"Mungkin dia—" bi Siti belum menyelesaikan ucapnya, sebuah mobil berawan hitam menekan klaksonnya minta dibukakan pintu pagar.
"Bi, tolong bukain pagar," serunya. Kepala gadis itu keluar sedikit dari jendela mobil.
Bi Siti lekas berlari menuju pagar yang menjulang tinggi. Menariknya perlahan, lalu membiarkan mobil Valerie masuk.
Saat keluar dari mobil, wajah Valerie tidak merasa bersalah. Bahkan ia melewati kakeknya begitu saja. Ia tidak tahu, kalau kakeknya sedang marah padanya.
"Valerie, berhenti kamu!" pria paruh baya itu berjalan mendekati cucunya.
"Kenapa, Kek?"
"Habis dari mana kamu?"
"Kuliah, emang kenapa sih? Kan Kakek tau, kalo aku kuliah pulangnya sore," masih tidak menyadari pertanyaan kakeknya mengarah ke mana, Valerie masih bersikap santai.
"Kakek tau soal itu, tapi apa kamu tau jam? Sekarang udah jam berapa coba? Hari juga udah mulai gelap tuh."
Valerie menghelaikan napas, lalu merangkul pundak sang kakek. "Kakek Valerie yang paling ganteng. Valerie cuman ngumpul sama teman kok dekat cafe yang ada di kampus."
"Tapi kenapa kamu gak menghubungi Kakek?"
"Kek, ini udah zaman modern. Gak perlu lah ngelakuin hal gituan," ini bukan Valerie yang keluarganya kenal. Gadis itu benar-benar berubah.
"Valerie!! Jaga sikap kamu ya! Kakek gak pernah ngajarin kamu untuk kurang ajar sama orang yang lebih tua dari kamu!" Malik tidak bisa menahan emosinya lagi.
"Kek, Valerie udah dewasa. Please jangan larang-larang Valerie lagi, Valerie tau mana yang benar dan yang salah." Gadis itu pergi begitu saja, tidak menghiraukan teriakan dari kakeknya.
Gak mau basa-basi, maunya kalian votmen cerita aku ya, Babay see you 🤗💕
Ditulis, 05 Oktober 2024
Dipublish, 05 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Teen FictionIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...