14. Kotak misterius

5 1 0
                                    

Jika biasanya orang lain menghabiskan waktu libur semester kuliah mereka dengan berjalan-jalan, tapi hal itu tidak dilakukan oleh Valerie. Gadis itu lebih suka menghabiskan waktunya di rumah, dan melakukan hal baru bersama bi Siti.

"Bi, ini mau buat apa?" Tanyanya sambil memegang buah pisang.

"Oh, itu. Bibi mau coba buat bolu kukus pisang, tapi warna pink. Kira-kira bagus gak?"

Valerie tampak berpikir sejenak. "Bagus sih, Bi. Tapi soal rasanya gimana?"

Bi Siti tersenyum. "Rasa dan warna gak ngaruh sayang. Kalo takarannya udah benar, ya rasanya juga bakal enak," jawab bi Siti.

"Oh, gitu. Aku baru tau."

"Nah, karena kamu belum tau. Mendingan kita belajar sekarang.

Valerie bahkan tak menolak ajakan bi Siti. Gadis itu lekas mendekat pada bi Siti. Membantunya memasukkan bahan-bahan untuk kue bolu. "Bi, ini dipake juga gak?" Valerie menunjukkan baking powder.

"Pake dong, kalo itu gak dipake yang ada kuenya gak ngembang. Malah bantet jadinya," jelas bi Siti.

Valerie membentuk mulutnya seperti huruf O lalu melanjutkan aksinya.

Setelah adonan selesai, bi Siti langsung memanaskan air yang sudah ia letakkan di dandang. Lalu adonan itu ia cetak di loyang kue. Tak lupa juga hiasan di atasnya agar lebih cantik.
Saat tengah menunggu kue matang, Valerie meminta bi Siti untuk mengajarinya memasak. "Bi, nanti ajarin aku masak ya. Aku pengen bisa buat apa pun, kayak bi Siti. Gak cuman kue bolu atau brownis aja."

Bi Siti yang sedang sibuk motongi sayuran langsung menghentikan aktivitasnya. "Boleh aja kalo kamu beneran mau. Tapi ingat ya, Bibi gak suka sama orang yang mau belajar tapi ngeluh capek. Karena masak itu emang capek, karena hobi aja capeknya jadi ilang," kata bi Siti.

"Siap Bi!"

Ketika keduanya larut dala obrolan, tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Bi Siti hendak membukanya, namun dicegah oleh Valerie. "Ets. Bi, biar aku aja yang bukain pintunya, Bibi fokus masak aja ya."

Bi Siti membiarkan Valerie pergi, ia pun melanjutkan aktivitasnya.

Ketika pintu itu terbuka dengan sempurna, ada sosok laki-laki yang menutupi seluruh tubuhnya. Hanya matanya saja yang terlihat. "Maaf, ada keperluan apa ya?" tanya Valerie penasaran.

Lelaki itu langsung memberikan sebuah kotak yang Valerie sendiri tidak tahu isinya apa. "Silahkan tanda tangan di sini kalo sudah nerima paketnya." Ucapnya lalu menyodorkan sebuah buku data dan pulpen. "Terima kasih," lanjutnya.

"Sama-sama, ini dari siapa?"

"Saya hanya diamanati untuk mengantarkan, bukan memberitahu," ucapnya.

"Ya tapi kan ...."

"Saya permisi dulu, mari Mbak."

Sosok itu menjauh pergi. Sedangkan Valerie masih penasaran dengan kotak yang dikirimkan untuk dirinya. "Ini isinya apa ya? Siapa juga yang ngirimin ini ke aku? Apa jangan-jangan ini dari Calvin?"

Gadis itu merongah saku celananya, mencari nomor sang kekasih. "Nah ketemu juga, langsung aku telpon aja deh."

Panggilan pertama tidak terjawab, begitupun dengan panggilan berikutnya. "Ih, ke mana sih dia?" Tidak ingin dibuat penasaran, Valerie membawa kotak itu ke dalam.

"Val, itu apa?" Bi Siti menghentikan gerakannya saat melihat Valerie membawa sebuah kotak berbungkus kan kertas hitam dan pita merah.

Gadis itu meletakkannya di atas meja. "Gak tau, Bi. Tiba-tiba aja ada orang datang ngasih ini, pas aku tanya dari siapa jawabnya bikin kesal," adu Valerie.

"Emang dia ngomong apa?" bukan hanya Valerie saja yang ingin tahu, bi Siti pun sama.

"Dia bilang gini Bi, 'Saya hanya diamati untuk mengantarkan bukan memberitahu'. Ngeselin, kan?"

"Sedikit, ya udah mendingan kamu buka aja kotak itu. Biar kita tau isinya apa," saran bi Siti.

Valerie menatap kotak itu sangat lama, hingga ia berkata demikian. "Aku takut, Bi. Mungkin aja ini salah alamat kan? Ntar kalo udah kita buka sebelum sampai sama yang punya, malah gak sopan, Bi."

Bi Siti pun tampak berpikir, mungkin yang Valerie katakan ada benarnya juga. "Iya sih, tapi masa iya, dia ngantarnya ke rumah kita, bukan kah ini aneh?"

"Aku juga mikirnya gitu, Bi. Apa jangan-jangan ...."

"Jangan-jangan, apa?"

"Gak, gak. Bi, sementara kotak ini aku simpan dulu ya. Kalo gak ada yang nyariin, baru kita buka dan cari tau isinya apa," final Valerie.

"Ide bagus tuh, ya udah simpan gih. Takut lecet nanti," ucap wanita paruh baya itu.

Tak menghiraukan bi Siti lagi, gadis itu lekas berlari menuju kamarnya. Saat tiba di sana, Valerie masih terus menatapi kotak itu. "isinya kira-kira apa ya? Kok aku jadi penasaran gini sih?" celotehnya seorang diri.

Ketika ingin meraih kota itu kembali, suara cempreng dari bi Siti mengalihkan perhatiannya. "Valerie turun cepat! Bolunya udah jadi, kamu mau nyicipin gak?"

Tentu saja ia mau, rasa penasarannya tentang kotak itu pun ia abaikan. "Iya, Bi. Ini juga mau turun kok," jawab Valerie sembari berteriak.

Melihat Valerie sudah hampir sampai, bi Siti menyodorkan piring kecil yang berisikan bolu buatannya tadi. "Nih, mau nyicipi gak?"

Gadis itu menuruti anak tangga dengan perlahan. "Mau dong, aku kan juga bantuin buat," katanya.

"Yey, bantuin masukin bahan doang juga," lanjut bi Siti.

"Yang penting bantuin kan, Bi?" Ucapnya sambil memainkan alis.

Senang rasanya ketika melihat raut wajah kesal dari bi Siti. Itu menjadi salah satu hobi Valerie yaitu; menganggu bi Siti.

"Seterah kamu aja deh, Val. Ngomong sama kamu tuh kayak air laut."

Kalimat yang barusan bi Siti lontarkan mampu membuat Valerie kebingungan. "Maksudnya air laut apa, Bi?"

"Gak ada ujungnya," jawabnya. Wanita itu langsung masuk ke dapur, dan membiarkan Valerie menikmati hidangannya di meja makan.

Bukannya duduk diam, Valerie malah membuntuti bi Siti ke dapur sambil memegangi piring kue miliknya.

"Kamu ngapain sih, Val?" tanya bi Siti bingung.

"Mau liatin Bi Siti masak, biar nanti pas aku udah nikah aku bisa masakin suami aku." Ucapnya sambil tersenyum malu.

"Berharap boleh, Val. Tapi kita perlu introspeksi diri juga, karena kan jodoh gak ada yang tau." Kalimat bi Siti mampu mengubah raut wajah Valerie.

"Loh, kok Bibi ngomongnya gitu sih? Bibi masih gak yakin sama Calvin?"

Memang dari awal kenalan, Bi Siti kurang suka dengan laki-laki itu. Entah mengapa, dirinya pun bingung. Seperti ada sesuatu yang membuatnya tidak yakin akan semua ucapan yang laki-laki itu katakan waktu bicara di depan kakeknya Valerie.
"Bukan gak yakin, cuman Bibi kasih tau aja. Takutnya kamu kecewa, jatuh cinta emang enak, Val. Tapi patah hati sakit loh."

"Iya sih. Tapi Bi ...."

Ditulis, 15 Oktober 2024
Dipublish, 15 Oktober 2024


Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang