41. Kembali pulang

3 0 0
                                    

Dua minggu kemudian ....

Setelah David memikirkan semuanya dengan matang. Lelaki itu memutuskan untuk kembali pulang.

"Oke, Dav. Ini pilihan yang terbaik, apa pun keputusannya kamu harus terima," lelaki itu seraya menyemangati dirinya sendiri.

Lengkap dengan pakaian serba hitam yang biasa ia pakai, lelaki itu mengendarai motor kesayangannya. Namun, kali ini ia tidak mengajak atau memberitahu Valerie kalau ia hendak pulang. Lelaki itu hanya ingin menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini ia lakukan karena David ingin mempersunting gadis pilihannya itu.

Menempuh jarak yang cukup jauh, akhirnya Davit sampai juga di kediamannya. Segera lelaki itu memarkirkan motornya, lalu ia mengetuk pintu. Tidak ada yang membukakan pintu itu, cukup lama ia berdiri di sana, sampai akhirnya ada yang membukanya.

"David, kamu pulang Nak?" tangis wanita itu pecah. Meskipun baru dua minggu yang lalu putranya datang bersama dengan pacarnya. Ia sangat rindu dengan sosok lelaki itu, suasana rumahnya menjadi sepi saat anak-anak tidak berada di rumah.

David pun membalas pelukan hangat dari sang ibu. Ini kali pertamanya ia nangis di depan orang, selama ini ia hanya merenung seorang diri di dalam kost-an. "Mah, maafin David ya. Harusnya selama ini aku jagain Mamah di rumah. Gak seharusnya aku ngebantah, aku—" wanita setengah baya itu menghentikan kalimat David. Ia tidak ingin mendengarkan apa pun lagi, ia tak sanggup mengingat semua kejadian itu. Sakit rasanya, ketika David berdebat dengan sang ayah dan lelaki itu memilih untuk pergi meninggalkan rumah.

"Udah ya sayang, jangan diingat lagi. Seperti yang kamu bilang waktu itu sama Mamah, yang udah terjadi biarkanlah terjadi." Keduanya saling berpelukan satu sama lain.

Tak lama kemudian, sang abang pulang dari tugasnya. Memang beberapa hari lalu, abangnya David ditugaskan ke luar kota.

Daren Avalin—abangnya David, wajah David dan Daren tak beda jauh. Namun, sifat keduanya membuat perbedaan di antara mereka. Daren yang tegas dan disiplin, sedang David pendiam dan lemah lembut.

"Bang, kamu udah pulang?" tanya mamah.

"Udah," balasnya cuek. Lelaki itu langsung masuk ke dalam, bahkan ia tak menegur adiknya sama sekali.

"Bang, tunggu dulu." Mamah menghentikan langkah Daren.

Lelaki itu berbalik badan. "Apa lagi, Mah? Aku mau istirahat, capek," ujarnya.

Wanita setengah baya itu menghampiri putra pertamanya. "Bang, adek kamu pulang loh. Kamu gak mau nyamput dia?"

Lelaki tinggi berkulit putih itu melirik sekilas ke arah David. "Untuk apa, Mah? Dia kan pengen hidup di luar yang gak punya aturan," katanya.

David tak menyengkal, ia hanya diam. Ia tidak ingin ribut dengan sang abang lagi. Lebih tepatnya, ia tidak ingin membuat sang ibu sedih.

"Ya udah Mah, gak papa. Aku mau ke kamar dulu ya," pamitnya. Lelaki itu pergi meninggalkan mamah dan sang abang di sana.

Saat pertama kali David memasuki kamarnya yang sudah lama ia tinggalkan, terasa beda. Rungan itu seperti asing baginya, sama seperti dirinya saat kembali pulang ke rumah. Ia seperti orang asing ditengah-tengah keluarganya.

Ketiak ia sedang tiduran, ia ingat sesuatu. Dari pagi, David belum menghubungi Valerie dan memberi kabar pada gadis itu. "Oh ya, aku belum hubungin Valerie. Pasti dia khawatir kalo aku gak ada kabar," ucapnya.

Segera ia merongah kantung celananya, mencari ponselnya. Tanpa banyak aksi lagi, lelaki itu segera mencari nomor Valerie dan langsung menghubungi gadis itu.

"Hallo sayang."

"David, kamu ke mana aja? Aku telpon gak aktif, terus pas aku cek ke kostan kamunya gak ada. Kamu ke mana?"  terdengar suara cemas dari seberang sana. David merasa bersalah pada Valerie. Harusnya ia memberitahu gadis itu lebih dulu, dan tak membuatnya khawatir.

"Maaf ya, saya pergi gak pamitan dulu. Setelah saya pikir dengan matang, saya harus kembali pulang ke rumah."

"Sekarang kamu lagi di rumah?"

"Iya, tadinya saya mau ajak kamu. Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Tapi saya gak mungkin ngerepotin kamu, saya gak mau buat kamu capek di perjalanan. Besok, saya jemput kamu. Saya juga mau kenalin kamu ke keluarga besar saya, waktu itu kan, pas kita datang cuman ada abang sama mamah doang."

"Jemput aku? Mau ngapain coba? Gak deh, aku malu."

"Gak papa, kan ada saya."

Keduanya larut dalam obrolan, entah mengapa saat mendengar suara Valerie. David merasa jauh lebih baik, Valerie seperti obat yang bisa membuatnya merasa tenang.

Keesokan harinya, David sudah siap dengan mobil yang ia pinjam dari mamah. Lelaki itu tidak ingin menjemput Valerie mengunakan motor, ia tidak ingin gadisnya capek di jalan. Sungguh laki-laki pengertian.

"Mah, aku jemput Valerie dulu ya," pamitnya.

"Iya, kamu hati-hati di jalan ya. Em, Dav, soal papah. Biar mamah yang ngomong nanti. Kamu gak perlu jadi seperti mereka, yang penting mamah pengen kamu lanjutin kuliah kamu yang sepemat tertunda," pinta wanita itu.

"Iya mah, nanti David pikirkan lagi. Ya udah ya, David berangkat dulu. Dah, Mah."

"Dah sayang." Wanita itu melambaikan satu tangannya ke arah David yang perlahan menjauh.

Di sepanjang jalan menuju rumah Valerie, David terus memikirkan perkataan mamahnya tadi. "Apa aku terima aja ya tawaran mamah, aku gak mau buat dia kecewa lagi. Aku juga pengen memperbaiki hubungan aku sama bang Daren," gumamnya.

Sekitar 30 menit lamanya, akhirnya lelaki itu sampai juga. Ia segera turun dan mengetuk pintu rumah Valerie. Di balik pintu itu, ada sosok bi Siti yang berdiri tegap di sana.

"Hallo Bi Siti, Valerie-nya ada?"

"Eh, nak David. Ada kok, kalia mau ke mana?" tanya bi Siti kepo.

"Ih, Bibi kepo deh sama urusan anak muda," celetuk Valerie yang tiba-tiba berada di sana.

Wanita paruh baya itu menoleh ke arah Valerie, lalu ia berucap demikian. "Kamu tuh ya, Val. Kebiasaan banget jawabnya kayak gitu kalo ditanya mau ke mana," protes  bi Siti.

Valerie terkekeh kecil. "Bercanda Bi, lagian Bibi kepo sih. Udah bagus di rumah, duduk nonton TV, ini malah mau tau aja urusan anak muda."

"Gini-gini, Bibi juga mau muda lagi ya." Kalimat yang bi Siti ucapkan membuat David tertawa.

"Kamu kenapa ketawa, Dav?" tanya Valerie.

Lelaki itu gelang-gelang kepala. "Gak papa, kamu sama Bi Siti lucu banget," katanya.

"Ah, kamu bisa aja deh, Dav," Valerie dibuat salah tingkah dengan kalimat yang David lontarkan tadi.

Melihat keduanya, bi Siti segera menyuruh mereka pergi. "Udah-udah, kalian mau pergi kan? Kenapa belum berangkat? Ingat ya, Valerie gak boleh pulang malam-malam," peringkatnya.

Ditulis, 13 November 2024
Dipublish, 13 November 2024

Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang