37. Kasih sayang

1 0 0
                                    

Empat bulan kemudian ....

Sekian lama sudah kedekatan Valerie dan David, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Begitu pula dengan Valerie, gadis itu menutup lembaran lama yang menyakitkan itu, dan memulai lembaran baru.

Pagi yang cerah sama seperti senyuman Valerie, gadis itu berdiri tegap di depan teras sembari menunggu kedatangan David.

Bi Siti muncul tiba-tiba, wanita paruh baya itu mengejutkan Valerie yang sedang termenung. "Hayo, mikirin siapa? Lagi mikirin David ya?" gurau bi Siti.

"Bi Siti apaan sih, gak ya. Aku lagi ...."

Suara kelakson motor David terdengar, menandakan bahwa lelaki itu telah tiba.

"Hallo, Bi Siti," sapa lelaki itu.

"Hai, nak David. Mau jalan ya sama Valerie?"

David tersenyum hangat. "Iya, Bi."

"Oh, kalo gitu pergi sekarang aja. Ntar malah kemalaman kalian pulangnya," sarannya.

David dan Valerie pun segera beranjak dari sana. Namun, baru dua langkah mereka meninggalkan rumah, suara bi Siti kembali terdengar. "Eh, tunggu dulu."

Keduanya berbalik badan. "Kenapa, Bi?" tanya Valerie.

"Val, pake baju hangat ini ya. Di luar dingin, kamu kan gak bisa kena dingin," seperti seorang ibu yang terus memperhatikan anaknya. Tak semua orang bisa seberuntung Valerie. Disayang oleh banyak orang dengan cinta yang tulus.

"Bi." Valerie memeluk erat bi Siti. "Makasih ya, Bi. Selama ini Bibi udah rawat aku dengan sepenuh hati. Gak pernah marah kalo aku berbuat salah," lanjutnya.

Bi Siti mengusap pucuk kepala Valerie dengan penuh kasih sayang. "Sama-sama, kan Bibi udah pernah bilang sama kamu. Kamu itu udah seperti anak Bibi sendiri, jadi jangan ngerasa gak enakkan sama Bibi, ya."

"Iya, Bi. Ya udah, kalo gitu kita berdua pergi dulu ya," pamitnya.

"Ya udah, kalian hati-hati ya." Keduanya mengangguk paham.

Mereka berdua pun menempuh perjalanan yang cukup jauh, kini Valerie bisa berbagi cerita dengan David tanpa ada rasa canggung di antara keduanya. Kebahagiaan pun kembali terpancar dari raut wajah Valerie. Gadis itu benar-benar bahagia bisa memiliki laki-laki seperti David.

"Dav, kita mau ke mana?" tanya Valerie disela-sela keheningan yang tercipta di antara mereka.

"Kamu mau tau banget? Atau mau tau aja?" David memperlihatkan senyuman jahilnya,

Terlihat jelas dari kaca spion motor David. Raut wajah Valerie tampak kesal. "Kamu tuh bercanda terus deh, nyebelin," kesalnya.

David terkekeh melihat tingkah laku Valerie, gadis itu sangat mengesankan ketika sedang marah. "Kamu lucu banget sih, Val," kata David bisik-bisik.

"Ha? Apa kamu bilang?"

"Eh, bukan apa-apa. Dahlah, saya mau fokus ke depan liat jalan. Kalo liatin kamu terus bisa nabrak ntar," secara tak langsung lelaki itu baru saja menggombal.

Pipi Valerie merah merona, sekian lama ia tidak merasa perasaan itu lagi, sekarang ia kembali merasakannya. "Bisa aja nih cowok, tapi aku gak boleh terlalu percaya lagi. Takut yang dulu terjadi lagi," gumamnya dalam hati.

Sudah 30 menit lamanya mereka berjalan, akhirnya mereka sampai juga ke tempat tujuan.

"Nah, ini tempatnya. Aku pengen ngajak kamu ke sini," ucap David.

Rumah yang megah nan indah terlihat jelas di mata Valerie. Gadis itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Ini rumah siapa? Gede banget," gumamnya pelan.

"Ayo masuk!" Ajak David.

Sebelum David melangkah lebih jauh, Valerie menghentikan langkah itu. "Ets, tunggu dulu. Ini rumah siapa? Kamu mau macam-macam sama aku?" pikiran Valerie tidak pernah berubah. Ia takut jika David punya niat jahat, padahal David sudah menjadi pacarnya.

Lelaki itu kembali terkekeh. "Kamu curiga terus sama saya, Val. Padahal saya gak ada niatan jahat loh. Oh ya, ini rumah orang tua saya," jelasnya.

"Ha? Berarti ini rumah kamu dong?"

Lagi-lagi lelaki itu mengangguk mantap. "Iya, ada yang aneh?"

Valerie menggeleng. "Gak ada, tapi kenapa kamu milih ngekos kalo rumah kamu aja segede ini?"

Untuk sekarang David belum bisa menjelaskannya, lelaki itu hanya bisa tersenyum. "Ceritanya panjang, nanti aja saya ceritain. Sekarang mending kita masuk aja, tenang kamu gak akan saya apa-apain kok," katanya.

Tak banyak tanya lagi, Valerie pun mengikuti langkah David. Baru saja sampai di depan rumah, seorang wanita setengah baya langsung memeluk David. Valerie hanya diam menyaksikan momen itu.

"Akhirnya kamu pulang juga, Nak. Mamah kangen banget sama kamu," ucap wanita itu.

David melepaskan pelukannya dari wanita setengah baya itu. "Mah, maaf ya. David udah buat Mamah khawatir," mohonya.

"Jangan pergi-pergi lagi ya, temanin Mamah di rumah," pinta wanita itu.

"Aku gak bisa janji Mah, aku masih punya mimpi yang harus aku wujudkan."

Ibu dan anak itu larut dalam obrolan mereka. Sedangkan Valerie hanya diam sambil menunggu David.

"Oh, ya Mah. Aku bawa seseorang," katanya sambil memperkenalkan Valerie.

"Siapa dia, Dav?" tanya wanita itu.

"Namanya Valerie, dia pacar David," dengan bangga lelaki itu mengenalkan kekasihnya pada sang ibu.

Saat pertama kali bertemu pun, wanita setengah baya itu langsung menyukainya. "Dia cantik, Dav," pujinya. "Eh, mendingan kita ngobrol-ngobrolnya di dalam aja yok. Gak enak ngobrol di luar." Ajaknya.

Wanita itu sudah masuk duluan, sedangkan Valerie dan David masih berada di luar. Sebelum benar-benar masuk ke dalam, Valerie menarik pergelangan tangan David. Gadis itu hendak mengatakan sesuatu. "Dav, aku deg-degan. Aku takut ...."

"Takut apa? Mamah orangnya gak galak kok, udah masuk aja. Kan ada aku," ucapnya meyakinkan.

Dengan keraguan hatinya, Valerie memutuskan untuk masuk. Meskipun ia gugup, sebisa mungkin ia menenangkan dirinya. "Oke Valerie, santai. Kamu gak akan diapa-apain kok, jadi stop overthingking," batinnya.

Ketika masuk ke dalam, di sana keluarga David tengah berkumpul. Wajar saja pada di rumah, hari ini kan hari libur. Melihat itu Valerie semakin gugup, gadis itu menggenggam tangan David sekuat tenanga. Semua orang di sana langsung menatap ke arahnya.

"Pulang juga kamu, Dav. Udah capek di luar sana?" seorang lelaki berbadan tinggi dan mengenakan kaca mata mengucapkan kalimat seperti itu kepada David.

Terlihat jelas, dari raut wajah David, lelaki itu terlihat kesal. Valerie terus menatap wajah David, wajah yang biasa ia lihat tenang, kini seperti sedang menahan amarah.

"Bang, kenapa sih, selalu aja cari masalah sama aku?"

"Kamu tanya sama Abang? Harusnya kamu tanya ke diri kamu sendiri, Dav."

"Emang harus ya, aku nurutin apa mau kelurga ini? Aku bilang, aku punya pilihan sendiri, kalian gak bisa paksa aku buat ngikutin apa mau kalian."

"Tapi kamu tuh ...."

"Eh, eh, jangan ribut. Kita lagi ada tamu loh," lerai wanita setengah baya itu.

Ditulis, 09 November 2024
Dipublish, 09 November 2024

Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang