Sudah beberapa hari ini, Calvin tidak mengangkat telpon Valerie. Lelaki itu benar-benar menghilang. Valerie duduk termenung di depan jendela kamarnya, sembari memegangi sebuah buku dan pulpen. Ia terus menatap ke arah luar, sesekali ia melirik ke arah ponselnya. Tidak ada pesan atau pun panggilan.
"Dia ke mana sih? Tumben, gak biasnya kayak gini," gumam gadis itu.
Terdengar suara samar-samar dari luar. Valerie beranjak dari duduknya, ingin mengecek keadaan di sana. Saat ia tiba di depan, sebuah motor sports berdiri di depan pagar rumahnya. Itu seperti laki-laki yang tak sengaja ia tabarak malam itu.
"Dia? Ngapain ke sini?" Valerie berjalan menuju gerbang, di sana sudah ada pak Ferdi yang menghalang laki-laki itu untuk masuk.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Valerie.
Keributan antara pak Ferdi dan laki-laki itu pun berhenti saat Valerie datang.
"Eh, Non Valerie," sapa pak Ferdi. Pria separuh baya itu mundur beberapa langkah, menjauh dari mereka berdua.
"Saya cuman mau nganterin barang kamu yang ketinggalan di cafe kemaren," ujarnya. Lelaki itu menyerahkan sebuah buku kecil pada Valerie.
Gadis itu menatapnya sejenak, lalu mengambil alih buku itu. "Kok bisa ketinggalan ya? Dan, kamu sebenarnya siapa? Kenapa tau rumah aku?"
Valerie menatap lelaki itu dengan lekat. "Bentar, setau aku, kamu orang yang gak sengaja aku tabrakan kan? Terus kamu ngapain di cafe dan bisa tau kalo ini barang aku?" banyak pertanyaan yang Valerie lontarkan.
Ini seperti memecahkan sebuah teka-teki yang diberikan dalam sebuah permainan.
Lelaki itu membuka helem full face-nya, Valerie terkejut melihat wajah di balik pakaian serba hitam itu. "Kamu? Kamu yang jadi penyanyi di cafe Cups Coffee, kan? Yang kemaren malam nyuruh aku ke depan?"
Lelaki itu tersenyum, senyumannya benar-benar manis. "Iya, itu saya. Perkenalkan nama saya David Rajendra." Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Valerie.
Tak lama, tangan itu disambut baik oleh sang empu. "Aku Valerie Chyara."
David mengangguk-anggukkan kepalanya. "Em, ya udah kalo gitu saya pamit dulu ya."
"Mau ke mana? Gak mau mampir dulu?"
"Ada kerjaan, lain kali aja deh."
"Oh, oke. Hati-hati ya," pesan Valerie.
Lelaki itu tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke arah Valerie.
David Rajendra—tampan, baik hati, dan pekerja keras. Sifatnya yang sangat ramah pada orang lain membuatnya disukai banyak orang, entah dari kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang tua.
Setelah kepergian David, Valerie segera masuk ke dalam. Baru saja ia hendak melangkah, tiba-tiba ada tukang pos yang mengirimkan sebuah surat.
"Permisi, Mbak. Ini ada surat," kata tukang pos.
Valerie kembali membuka gerbang, menemui tukang pos itu. "Iya, untuk siapa ya, Pak?"
"Di sini tertulis nama Valerie," ucapnya.
"Ah, itu saya, Pak. Omong-omong ini dari siapa ya, Pak?" tanyanya penasaran.
"Kalo itu saya kurang tau, Mbak. Ya udah kalo gitu saya permisi dulu ya, Mbak." Valerie mengangguk, membiarkan tukang pos itu pergi.
Valerie membolak-balikkan kertas surat itu. Ia sangat penasaran siapa yang mengirimkannya surat ini. Namun, saat dibuka surat itu hanya menampakkan tulisan saja tanpa nama pengirimnya.
To: Valerie
Maaf ya, gak seharusnya aku lakuin ini. Tapi, aku gak bisa miliki antara kamu dan dia. Mungkin belum waktunya.
Usai membaca surat itu, Valerie dibuat bingung. "Siapa sih? Apa surat nyasar? Tapi ada nama aku di sini."
Gadis itu menatap secerik kertas putih bertuliskan tinta hitam di sana. "Ah, bodo lah. Orang gabut kali, ngapai juga ngirim-ngirim pesan pake surat segala. Kurang kerjaan banget, ngerepotin tukang pos aja," katanya. Ia mencoba untuk berpikir positif, agar hal yang tidak ia inginkan tak terjadi.
Ketika kembali ke kamar, Valerie teringat pada kotak hitam waktu itu. Ia belum membukanya sampai saat ini, ia masih menunggu siapa pemilik kotak itu. Tapi sudah berbulan-bulan tidak ada yang mencari. "Aku penasaran sama kotak itu, apa jangan-jangan ini ada hubungannya sama surat ini?"
Valerie lekas mencari kotak itu, setelah ketemu ia meletakkannya di atas kasur. Perlahan ia membuka pita merah yang membaluti kotak itu.
Saat dibuka, ada beberapa barang yang terletak di sana. Tapi yang bikin Valerie kaget sebuah foto yang terpampang di sana. "Ini benaran atau cuman editan? Tapi, aku gak bisa langsung nuduh dia gitu aja. Sekarang kan banyak banget editan AI, mungkin foto ini salah satunya."
Valerie benar-benar menghalau pikiran negatifnya. Ia tidak ingin terlalu overthingking.
Segera Valerie merapihkan barang-barang itu. Ia tidak ingin berpikir yang bukan-bukan. Usai merapihkan barang itu, Valerie menghubungi Calvin. Namun, masih sama seperti biasa. Panggilan itu tidak terjawab, sudah beberapa hari ini ponsel Calvin tidak aktif. Lelaki itu seperti menghilang dari muka bumi.
"Gak aktif lagi, padahal dia yang bilang kalo aku gak boleh matiin handphone, tapi malah dia sendiri yang melakukan itu."
Valerie menghelai napas panjang. Ia seperti lelah dengan hubungannya akhir-akhir ini. Semakin hari semakin rumit. Tak ada angin tiba-tiba terbawa arus. Entah ke mana perginya.
"Valerie, turun dulu sini. Tolongin Bibi dong sayang," teriak bi Siti.
"Iya, Bi. Ini Valerie ke bawah," balasnya.
Tak ingin terlalu memikirkan Calvin, gadis itu segera turun ke bawah. Meningkatkan ponselnya di kamar.
"Kenapa, Bi?" tanyanya ketika sampai di sana.
"Ini, Bibi minta tolong beliin bahan-bahan buat kue. Katanya nanti malam kakek ada acara di rumah," jelas bi Siti.
"Kok mendadak sih, Bi?"
"Gak tau, ya udah kamu beliin ya. Oh, ya, hari ini kamu gak ada kelas kan?" Gadis itu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan dari bi Siti.
"Nah, bagus. Nanti bantuin Bibi buat kue ya, kamu kan udah bisa buat tuh. Kalo Bibi buat sendiri, takut gak kekejar," katanya.
"Ya udah, Bi. Kalo gak kekejar lari aja. Ngapain di pertahanin," celetuk Valerie.
Karena itu pun Valerie kena omel bi Siti. "Val, kamu kalo lagi bucin, ya sendiri aja. Gak usah ngajak -ajak, Bibi udah tua. Lagian, cinta banget sama dia. Ingat kata Bibi, jangan terlalu cinta. Sakit hati tak seindah jatuh cinta," tak bosan-bosan bi Siti mengingatkan Valerie.
Bi Siti hanya tidak ingin gadis itu bergantung dengan laki-laki itu. Karena bi Siti tidak ingin Valerie terluka karena cinta.
"Yey, Bibi. Namanya anak muda, sakit hati atau nggak itu hal biasa Bi," Valerie seperti orang yang berpengalaman. Padahal ini pengalaman pertamanya dalam kisah percintaan.
"Ah, udah-udah. Bahas cinta terus gak ada habisnya. Udah buran sana beli bahan-bahannya, ntar malah gak keburu lagi."
"Iya, Bi siti."
Ditulis, 28 Oktober 2024
Dipublish, 28 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Novela JuvenilIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...