39. Perhatian

0 0 0
                                    

Semenjak mendengarkan cerita dari David. Valerie semakin hari semakin perhatian dengan lelaki itu. Gadis itu benar-benar sudah berubah, dia bukan seperti Valerie yang dulu.

Sebelum ke kampus, gadis itu masak terlebih dahulu. Menyiapkan sarapan dan bekal yang akan ia bawakan untuk David. Dari kejauhan, bi Siti hanya bisa tersenyum ketika melihat semangat Valerie kembali lagi.

"Terus seperti ini, Val. Jangan biarkan rasa sakit hatimu kembali merusak diriamu," gumam wanita tua itu.

Tiba-tiba Malik datang dan menyahuti perkataan bi Siti. "Dia akan seperti itu, Bi. Sekarang, kita harus fokus perhatiin dia, jangan sampai hal yang dulu terulang kembali," pesan pria paruh baya itu.

"Eh, kamu. Mau berangkat kanto? Sarapan dulu yok, kayaknya Valerie masak banyak biar kita bisa sarapan bareng," katanya.

Tak banyak basa-basi lagi, Malik menyetujui ajakan bi Siti. Keduanya pun, berjalan menuju meja makan.

"Good morning Valerie," sapa Malik.

Valerie yang sedang sibuk menyiapkan sarapan menoleh ke belakang, saat mendengar suara sang kakek. "Morning too, Kek. Udah mau berangkat ya? Sarapan dulu yok sini" ajak gadis itu.

Malik mengangguk, lalu menarik kursi yang berada di hadapannya.

"Val, tumben kamu rajin," gurau bi Siti.

Valerie tersenyum semuringah. "Gak papa, Bi. Pengen aja masak," jawabnya.

"Yakin nih gak ada yang lain?" Bi Siti Menaik turunin alisnya. Hal itu membuat Valerie jadi salah tingkah.

"Apaan sih, Bi Siti. Dahlah, aku mau pergi ngampus dulu. Ntar keburu telat," pamitnya.

Gadis itu mencium punggung sang kakek dan bi Siti. Namun, belum jauh gadis itu pergi, suara Malik memanggil namanya. "Eh, Val. Ini kamu gak sampai habis makannya?"

"Gak Kek, aku udah kenyang."

Malik hanya mengangguk sebagai jawaban. Dan, membiarkan cucunya pergi.

Sampai di depan, Valerie mengeluarkan ponselnya. Menghubungi David yang belum kunjung datang juga.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya sosok lelaki itu terlihat. Segera Valerie berlari ke arahnya. "Morning sayang," sapa Valerie.

"Too, kamu dari tadi nungguinnya?"

"Lumayan sih, ya udah yok. Mendingan kita jalan aja."

Keduanya pun melanjutkan perjalanan mereka. Di sepanjang jalan, Valerie terus cerita banyak hal pada David. Sedangkan lelaki itu hanya diam, pikirnya gaduh.

"Gimana ya? Aku nurutin mau mamah atau diri aku sendiri? Di satu sisi, aku gak bisa biarin mamah sendirian di sana. Tapi, di sisi lain aku juga  gak mau jadi dokter. Aku punya jalan sendiri," batinnya.

Valerie terus mengoceh, tapi semua ucapan tidak didengar oleh David. Sampai akhirnya gadis itu bertanya. "Dav, kamu dengerin aku ngomong gak sih?"

"Ha? Apa sayang?" kagetnya.

"Kamu ngelamuin? Kenapa?"

"Gak papa, em ini kita ke kampus kamu, kan?"

"Iya."

"Ya udah, langsung ke sana aja ya kita," lelaki itu seperti mengalihkan pembicaraan.

Valerie hanya diam, ia memendam segala pertanyaannya untuk David.

Setibanya di kampus, Valerie segera menyerahkan kotak bekal pada lelaki itu. "Nih, buat kamu. Tadi pagi aku masak," ucapnya.

Davi mengambil alih kotak bekal itu. "Makasih ya, Val. Kamu udah perhatian banget sama saya," ujarnya.

"Sama-sama, em ..., Dav. Aku boleh nanya sesuatu sama kamu gak?"

David yang sibuk mengecek isi bekal Valerie langsung mendongakkan kepalanya. "Kamu mau nanya apa?"

"Em ..., maaf sebelumnya kalo pertanyaan aku bikin kamu tersinggung. Sebenarnya kamu kenapa sih? Aku perhatiin dari tadi, kamu dia aja. Gak fokus, bahkan aku ajak ngobrol pun gak kamu hiraukan. Are you oke, Dav?"

David tersenyum singkat, ia bahagia bisa memiliki pasangan seperti Valerie. Pengertian, bisa memahami apa pun kondisinya. Tapi, David belum bisa berbagi masalahnya dengan gadis itu. Valerie baru saja pulih, David hanya tidak ingin menambahkan beban pikirannya.

"Saya baik-baik aja, mungkin cuman kecapan kerja. Kurang istirahat juga," balasnya.

"Beneran gak papa?" tanya Valerie kurang yakin dengan penjelasan David.

"Iya gak papa, kamu gak usah gitu ah."

"Loh, kenapa? Wajar aku perhatian sama cowok aku sendiri. Aku cuman gak mau kenapa-napa aja. Dav, kamu yang buat aku sembuh, dan aku juga mau melakukan hal yang sama. Aku gak akan biarin kamu terluka," rasa cinta Valerie pada David sungguh besar. Ia sadar, siapa yang pantas untuk dirinya. Selama ini, ia dan Calvin hanya sebuah perkenalan untuk dirinya memahami sebuah cinta lebih dalam lagi.

David tersenyum senang, mengacak-acak rambut Valerie yang sudah tertata rapih. "Gemesin banget sih pacar, David. Sebelumnya makasih ya sayang. Kamu udah peduli banget sama aku," ungkapnya.

"Sama-sama, kamu juga dulu gitu. Jadi, aku ngelakuin hal yang sama."

"Iya, iya, ya udah masuk gih. Aku mau pulang dulu, sekalian mau nyicipin masakan buatan kamu," pamitnya.

"Pulang? Kamu gak kerja hari ini?" pertanyaan itu berkecambuk dalam benak Valerie.

"Enggak, hari ini aku libur dulu. Mau istirahat," jawabannya.

"Kamu gak lagi sakit kan? Apa mau aku bawa ke dokter untuk periksa?"

David geleng-geleng kepala. "Nggak sayang, saya cuman kurang tidur aja. Jadi kesempatan libur dipake buat tidur deh."

Sepertinya Valerie terlalu berlebihan, gadis itu jadi malu sendiri. "Maaf, aku terlalu berlebihan," gumamnya pelan.

Melihat raut wajah mengemaskan Valerie. David mencubit kedua pipi cabinya. "Ih, gemes banget. Udah, gak papa kok. Masuk sana, ntar kamu telat," serunya.

Tak banyak omong lagi, Valerie segera masuk ke dalam. Meninggalkan David seorang diri.

Setelah kepergian Valerie, David menghelai napas panjang. Ia benar-benar lelah. Ia pikir, dulu keputusan yang ia ambil sudah benar. Tapi, lambat laun hal itu menghantui dirinya dengan perasaan bersalah.

"Apa aku salah ngambil keputusan ini ya? Aku cuman pengen bebas dari tuntutan mereka semua," gumamnya.

"Ah, mending aku pikirin nanti aja. Sekarang waktunya pulang dan istirahat," ujarnya. Lelaki itu segera menaiki motor miliknya.

Dengan kecepatan tinggi ia mengendarai motornya. Seperti kebanyakan laki-laki lain. Motor dan jalan sepi adalah pelampiasan dari rasa kesal mereka. Mereka tidak tahu harus mengepresikan rasa kecewa mereka pada orang lain.

"Argh, kenapa aku!" teriaknya.

Laki-laki yang terlihat kalem, pendiem, dan penyabar. Ternyata ia punya luka yang begitu hebat. Menjadi keinginan dalam keluarga itu memang tidak mudah. Mereka selalu salah, keinginan mereka tak pernah diapresiasi, malah di banding-bandingan dengan orang lain atau para saudara mereka.

Karena menggunakan kecepatan tinggi, David cepat pula sampai ke kosannya. Usai memarkirkan motor, lelaki itu masuk dan mencobai makanan yang telah Valerie kasih padanya.

"Enak juga masakannya, dia perhatian banget.  Padahal mamah cuman ngomong kalo aku sering sakit kalo telat makan. Tapi, dengan inisiatifnya,  dia malah repot-repot buatin aku sarapan."

Ditulis, 11 November 2024
Dipublish, 11 November 2024

Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang