Calvin kembali merasakan masa kuliah dulu. Bahkan kali ini ia memilih untuk tinggal lebih lama di Malang, ia ingin menghabiskan waktu bersama Gadis. Dia benar-benar melupakan Valerie?
Hari ini Calvin dan Gladis memutuskan untuk berkeliling menelusuri kota Malang. Kembali mendatangi tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi dulu. Keduanya benar-benar menikmati kedekatan mereka. Banyak cerita yang terlewati kini diceritain kembali.
"Kamu tau gak, selama kita gak pernah ketemu. Aku cuman bisa berharap, kalo kamu kembali kepadaku. Ternyata doa aku selama ini terkabulkan," ucap Gladis.
"Yakin, setelah gak sama aku kamu gak cari lagi?"
Gladis mengangguk mantap, ia meyakinkan Calvin bahwa tidak ada laki-laki lain selain dirinya. "Kamu masih gak percaya sama aku?"
Calvin terkekeh. "Percaya kok, kapan sih aku gak percaya sama kamu?" Saat Calvin mengatakan itu, gadis itu tersenyum.
Ketika sedang asik, deru ponsel Calvin berdering. Siapa lagi yang selalu menghubunginya kalau bukan Valerie. "Aduh, Valerie nelpon lagi," gumamnya. Calvin terus diam sambil menatap layar ponselnya.
"Cal, kamu kenapa? Siapa yang nelpon?"
"Ha? Em, aku angkat telpon bentar ya," pamitnya.
Calvin berjalan menjauh dari Gladis. Ia lekas mengangkat panggilan itu.
"Hallo, sayang.""Hai, kamu ke mana aja? Kenapa lama banget ngangkat telpon aku? Sesibuk itu ya?"
"Em, gini sayang. Emang akhir-akhir ini aku sibuk banget. Ini aja aku belum bisa pulang. Aku juga gak tau kapan pulangnya," pintar sekali lelaki itu bersilat lidah.
Di sebrang sana, Valerie mebghelai napas panjang. Ia seperti lelah mendengar kalimat itu. Entah itu benar atau hanya sekedar alasannya saja.
"It's oke, no problem, sayang. Kamu di sana hati-hati ya, jangan lupa makan, sama jangan terlalu kecapean juga, oke. Istirahat yang cukup," pesan gadis itu.
Calvin merasa bersalah, tak seharusnya ia melakukan hal ini. Tapi ..., ia tak bisa memilih. Egois jika ingin bisa memiliki keduanya.
"Sayang maaf ya," ucapnya.
"Maaf? Buat apa?"
Calvin tidak bisa menjelaskannya sekarang. Ia butuh waktu untuk menyelesaikan semua ini, entah siapa yang akan ia pilih pada nanti.
"Sayang, udah dulu ya. Aku ada kerjaan nih."
"Oh, oke. Semangat ya sayang."
"Iya, bye."
Usai panggilan itu berakhir, Calvin jadi kepikiran. Ia sudah terlanjur jauh dengan Gladis, tapi hubungannya dan Valerie sudah hampir tiga tahun. Pilihan yang sulit.
"Apa yang aku lakukan? Harusnya aku gak ngelakuin semua ini. Aku gak mungkin nyakitin Valerie. Tapi, aku juga gak bisa ninggalin Gladis." Lelaki itu mengacak-acak rambutnya frustasi.
***
Semenjak ditinggal Calvin, Valerie lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Gadis itu memilih untuk menonton drama Korea kesukaannya. Sesekali ia pun, membantu bi Siti masak.
Malam ini Valerie rasanya ingin mengunjungi cafe Cups Coffee. Ia ingin menikmati live musik di sana. Setelah meminta izin, gadis itu lekas bergegas ke sana.
Jalanan malam ini sangat ramai, Valerie jadi harus berhati-hati membawa kendaraannya. Takut kejadian kala itu terjadi lagi. "Tumben banget sih malam ini rame, biasanya juga gak serame ini," gumamnya. Matanya celingak-celinguk menatap ke arah luar. Ingin tahu di sana ada apa.
Tak sengaja gadis itu menabrak sesuatu, ia terkejut. Ia lekas keluar untuk mengecek keadaan di sana. "Ya ampun, aku nabrak apa barusan?"
Ketika ia keluar, ia menemukan seseorang yang terjatuh dari motornya. Lelaki itu mengenakan pakaian serba hitam. Karena merasa bersalah, Valerie membantunya berdiri. "Sorry, sorry, aku gak sengaja tadi. Astaga, kamu gak papa, kan?"
"Gak papa, santai aja," balasnya.
Poster tubuh yang tinggi membuat Valerie harus menegakkan kepalanya ke atas saat berbicara dengan lelaki itu. "Ada yang luka gak? Kalo ada kita ke dokter aja yok," Valerie hanya ingin bertanggung jawab atas apa yang tak sengaja ia lakukan.
"Gak papa, santai. Kalo gitu saya duluan, ya," pamitnya. Sebelum pergi, lelaki itu menatap wajah Valerie sejenak. Seperti menghapal raut wajah gadis itu.
"Aneh, tapi kenapa dia nutupin semua tubuhnya? Bahkan mukanya juga. Sebenarnya siapa dia?" Valerie tampak berpikir, ia sungguh penasaran dengan orang di balik pakaian hitam itu. "Ah, bodo amat. Mendingan aku lanjutin perjalanan ke cafe," lanjutnya.
Saat tiba di sana, cafe sudah dipenuhi oleh para pengunjung. Seperti biasa, Valerie selalu memilih tempat duduk di samping jendela. Entah mengapa ia sangat menyukai tempat itu. Gadis itu memesan jus strawberry favoritnya serta sepotong kue cake.
Menikmati musik sambil makan kue cake itu pilihan yang tepat. Suara musik yang menggema serta suara merdu dari sang vokalis membuat Valerie terlena. Meskipun cafe sedang ramai, tapi ia merasa tenang di sana.
Lagu dari Wali yang berjudul Yank menggema diseluruh cafe. Mendengar itu, Valerie teringat sosok Calvin. Ia sangat merindukan laki-laki itu. Tetapi, nomor Calvin tidak aktif. Sudah berulang kali Valerie menghubunginya. Ke mana dia?
"Calvin lagi ngapain ya? Aku kangen banget sama dia," gumamnya.
Valerie merindukan Calvin. Tapi lelaki itu malah bersenang-senang dengan wanita lain. Apakah ini yang dinamakan penantian yang sia-sia?
Suara sang vokalis terdengar. Namun, kali ini bukan bernyanyi, melainkan ia meminta para tamu cafe untuk menyumbangkan sebuah lagu. "Hallo semuanya, wah rame ya. Oke, sebelum kita lanjut, di sini ada gak yang mau nyumbang lagu? Kita nanya bareng. Duet juga boleh," katanya.
Valerie ingin maju, tapi ia malu. Gadis itu demam panggung. "Andai ada Calvin aku pasti maju."
"Untuk Mbak, Mbak yang dipojok jendela. Boleh maju? Yok sini," panggil penyanyi itu. Seluruh cafe menatap ke arah Valerie, gadis itu bingung. Ia menunjuk dirinya sendiri, memastikan apakah benar yang dipanggil barusan dia.
Gerakan mulut Valerie seperti berantanya. Dan di jawab oleh sang penyanyi. "Iya kamu, gadis yang pakai cardigan ungu," ucapnya sekali lagi.
Valerie benar-benar malu. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa bernyanyi, bukan tidak bisa. Lebih tepatnya malu untuk melakukan itu di depan umum. Gadis itu menolak, namun sang penyanyi menjemputnya dari tempat yang ia duduki.
"Ayo, gak papa. Nanti sama saya," ucapnya.
"Tapi aku gak bisa nanyai."
"Yah, sayang sekali. Gimana kalo Mbaknya nemenin saya nyanyi di depan, setuju gak?" tanya laki-laki itu pada pengunjung cafe.
"Setuju," jawab mereka kompak.
Valerie benar-benar malu, pipinya sudah memerah menahan malu. "Sumpah nyebelin banget sih, bisa-bisanya aku disuruh maju," gumamnya pelan.
Valerie tersenyum singkat. Lalu mengikuti langkah lelaki itu ke depan. Saat tiba di sana, lelaki itu langsung membawa sebuah lagu yang berjudul Pecinta Wanita dari Irwansyah.
Para penonton terlihat baper, tetapi tidak dengan Valerie.
Ditulis, 27 Oktober 2024
Dipublish, 27 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Palsu (End)
Teen FictionIni kisah tentang seorang gadis bernama Valerie, yang ditinggal nikah oleh pacarnya. Di situ Valerie frustasi, ia kehilangan kebahagiaan dan harapannya. Usai dikhianati oleh Calvin, Valerie berada difase mati rasa akan cinta. Ia tidak pernah percaya...