19. Janji

1 1 0
                                    

Hari ini Valerie dan Calvin memutuskan untuk bertemu. Dengan perasaan gembira, gadis itu lekas bersiap-siap. Momen seperti ini sudah jarang terjadi, karena Calvin yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya.

"Aku harus dandan yang cantik, biar dia suka," katanya.

Tak sengaja bi Siti mendengar celotehan Valerie. Wanita itu mengetuk pintu kamar Valerie, lalu meminta izin padanya. "Permisi, Bibi boleh masuk gak?"

Valerie menoleh ke belakang, menatap wanita paruh baya itu sebentar. Kemudian kembali fokus pada cermin yang memantulkan dirinya. "Boleh, silahkan masuk, Bi." Ia mempersilahkan bi Siti masuk.

Sampai di sana bi Siti hanya melihati Valerie yang tengah sibuk dengan dirinya sendiri. Wanita itu pun beratnya, "Val, kamu dandan rapih kayak gini mau ke mana?"

Senyuman manis terukir dikedua sudut bibir Valerie. "Biasalah Bi, anak muda,  mau malam mingguan," jawabnya.

"Halah, dulu Bibi gak ada tuh malam mingguan, malam apa pun sama aja," katanya.

"Pasti Bi Siti pacaran sama tetangga depan rumah kan? Makanya gak ada malam mingguan," celetuk Valerie asal.

"Dih, sok tau kamu. Zaman dulu tuh kalo pacaran unik, kalo yang dekat pasti tiap hari si cowok bertamu ke rumah cewek. Tapi kalo jauh, yah cuman kirim surat aja, itu pun seminggu sekali."

"Masa iya, Bi?" Valerie selalu penasaran dengan kisah kehidupan tentang bi Siti di masa lalu. Sepertinya menyenangkan.

"Iya beneran. Udah ah, ntar kalo Bibi cerita kamu malah telat." Wanita itu pergi meninggalkan Valerie seorang diri.

Tak lama kemudian, suara klakson mobil terdengar dari luar sana. Valerie sudah siap  dengan baju dres biru langit yang ia kenakan serta hiasan rambut yang cantik. Menambah kesan elegan untuk dirinya, tak lupa sepatu heels putih yang menempel di kakinya.

Saat pertama kali Valerie turun dari arah kamarnya ke bawah. Calvin yang tadinya duduk kini berdiri, ia tidak menyangka bahwa pacarnya sangat cantik ketika full make up. Biasnya gadis itu hanya menggunakan celana jeans dan baju kaos saat keluar bersamaan, dandan pun sealakadarnya saja.

"Cantik," satu kalimat yang keluar dari mulut Calvin.

"Hai, udah lama ya nungguin aku?"

Calvin masih diam, menatap Valerie dengan perasaan kagum. Hingga suara Valerie menyadarkannya. "Sayang, kamu mau berdiri di situ terus? Katanya kita mau pergi."

"Eh, iya. Ayo kita jalan sekarang." Lelaki itu mempersilahkan Valerie untuk menggandeng tangannya. Gadis itu pun tak menolaknya.

Sebelum pergi, mereka berdua pun, pamit terlebih dahulu dengan bi Siti dan kakek.

"Kami pergi dulu ya, Kek, Bi," pamit Calvin.

Bi Siti mengangguk, dan Malik memberi peringatan kepada cucunya agar tidak pulang larut malam. "Val, ingat jangan pulang malam-malam. Kamu cewek, jam 10 harus sampai rumah, paham gak?!"

"Iya Kek, aku paham kok. Ya udah, kalo gitu aku pergi dulu ya Kek." Keduanya mencium punggung tangan bi Siti dan kakek secara bergantian.

Di sepanjang perjalanan, Calvin terus memuji kecantikan Valerie, hingga membuat pipi gadis itu merah merona.

"Kamu cantik banget hari ini. Dandan buat aku ya?" tebak Calvin.

Akan tetapi Valerie menyengkal tebakan Calvin, ia malu untuk berkata jujur. "Dih, pede banget kamu. Aku dandan buat diri sendiri," elaknya.

"Masa? Kok aku gak percaya ya?"

"Udah ah, kamu apaan sih. Nyetir yang benar tuh, ntar nabrak pohon lagi kayak aku dulu," gadis itu sengaja mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin pipinya semakin memerah karena ulah pacarnya.

"Iya, iya."

Malam ini kota Jakarta terlihat ramai, bagaimana tidak. Ini malam minggu, tentu saja para remaja dan orang dewasa tengah menikmatinya. Mengingat esok hari weekend.

Riuknya suara kendaraan terdengar dari berbagai arah. Valerie menatap ke arah jendela, mengamati suasana di luar sana. Tak sengaja matanya tertuju pada keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia. Bayang-bayang tentang masa kecilnya pun terlintas kembali, ia benar-benar rindu pada kedua orang tuanya.

"Andai mamah sama papah masih ada, mungkin aku akan sebahagia itu," gumamnya.

Calvin mendengar sekilas kalimat Valerie. Lelaki itu langsung mengusap pucuk kepala Valerie dengan lembut. "Sayang, kamu kenapa?"

Ia tidak ingin terlihat murung, bukankah saat pergi tadi ia sangat bahagia. Gadis itu menyembunyikan kesedihannya seorang diri. Meskipun Calvin pacarnya, untuk hal itu ia belum bisa berbagi selain dengan bi Siti. "Aku gak papa, cuman liatin anak kecil itu. Dia lucu ya, sayang."

Calvin tersenyum. "Aku kira kamu kenapa tadi."

Valerie membalasnya dengan senyuman. Setelah itu tidak ada lagi obrolan di antara mereka berdua.

Memakan waktu 15 menit untuk sampai ke cafe tempat biasa mereka kunjungi. Tempat itu menjadi tempat favorit mereka berdua setelah pantai. Bahkan para karyawan sana sudah sangat hapal dengan kedatangan keduanya.

Setiap malam minggu, di sana ada live musik.
Saat sedang menikmati alunan musik, suara Calvin mengalihkan perhatian Valerie. "Sayang, kamu tadi pas di mobil kenapa?"

"Ha? Aku ...."

Valerie bingung, apakah ia harus berbagi cerita dengan Calvin?

"Sayang." Kejutnya, Valerie pun tersadar dari lamunannya.

"Huf, aku gak tau harus mulai dari mana. Kamu tau kan, aku tinggal sama kakek dan bi Siti. Itu karena orang tua aku udah gak ada, atas insiden kecelakaan pesawat waktu itu. Dulu aku masih kecil banget, aku gak tau tentang permasalahan orang dewasa."

Mendengar cerita Valerie, Calvin mencoba menenangkan kekasihnya. "Kamu yang sabar ya. Masih ada aku di sini yang selalu ada di samping kamu," ujarnya.

"Mungkin sekarang iya, tapi aku gak pernah tau kedepannya gimana."

"Sayang, liat aku. Aku janji gak akan pernah ninggalin kamu sampai kapanpun."

"Beneran?"

Lelaki itu mengangguk mantap. Meskipun mendapat respon yang baik dari Calvin, Valerie masih tidak percaya. Kalimat bi Siti seakan selalu berputar di dalam kepalanya.

"Aku harap itu bukan cuman sekedar janji, tapi akan kamu tepati. Entah kapanpun itu, aku akan menunggunya."

Ketika Valerie berkata seperti itu, Calvin menunjukkan senyumannya. Tapi tidak semanis biasanya, di balik senyuman itu seperti penyimpanan rahasia yang ia sembunyikan dari semua orang.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Valerie.

"Em, aku gak papa. Mendingan kita pesan makanan sekarang aja yok, kamu kan gak boleh pulang malam-malam sama kakek."

Lelaki itu sengaja mengalihkan pembicaraan, agar Valerie tidak menaruh curiga padanya. Calvin jadi tidak yakin dengan kata-katanya barusan. Ia takut mengecewakan gadisnya yang sangat ia sayangi suatu hari nanti.

Malam minggu kali ini benar-benar penuh haru. Suka dan duka mereka bagi bersama. Kedua pasangan itu mencoba untuk saling melengkapi dan memahami satu sama lain. Agar bisa saling menguatkan.

Ditulis, 20 Oktober 2024
Dipublish, 20 Oktober 2024

Janji Palsu  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang