16. Pelaku

424 68 36
                                    

Tameng
—16. Pelaku—

------

Kita hidup dilingkungan yang serba salah.

------

Yika tidak berhenti menangis sedari tadi, melihat keadaan Shankara yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Sang suami berada di sampingnya, merangkul Yika guna menenangkan.

Shankara belum bangun dari tidurnya, efek setelah meminum obat. Wilard memutuskan untuk segera memberi tahu keadaan Shankara pada kedua orangtuanya, dan Yika langsung histeris disaat itu.

Apalagi saat Wilard mengatakan Shankara hilang ingatan, Teo bahkan tidak bisa menahan kesedihannya disaat dirinya juga harus memberikan kekuatan pada Yika dan Wilard.

"Sudah bunda, bang Kara nanti sedih kalau bunda nangis mulu."

Yika menoleh pada Wilard, membawa sang anak dalam pelukannya. Yika mengusap air matanya, berusaha terlihat tegar di hadapan Wilard.

"Kita usahakan yang terbaik buat abang Kara ya, kita harus bisa bikin dia sembuh dan kembali seperti semula."

Teo mengangguk membenarkan ucapan Yika, mengusap pucuk kepala Yika dan Wilard secara bergantian.

"Ayah keluar dulu ya."

Keduanya mengangguk dan membiarkan Teo keluar dari ruang rawat Shankara.

Saat menutup pintu Teo bertemu dengan Jiyon dan Hega di luar ruangan, Jiyon yang melihat pertema pun segera mendekat dan mencium punggung tangan Teo dengan diikuti oleh Hega.

"Mana ketua mu?"

Jiyon sempat saling lirik dengan Hega sebelum menjawab pertanyaan dari Teo. "Di luar om, tadi ngangkat telfon dulu."

Tanpa menunggu lagi Teo segera melangkahkan kakinya keluar dimana Jico berada, dan di taman depan rumah sakit lah ia bisa menemukan pemuda itu. Nampaknya benar baru saja selesai mengangkat telfon.

Jico sempat terkejut melihat kedatangan Teo, ia hendak menjabat tangan Teo sebelum sebuah pukulan mampir mengenai rahangnya dengan keras.

Jico terhuyung, tidak menyangka akan mendapatkan serangan dadakan dari Teo. Sorot mata ayah kandungnya Shankara itu begitu tajam, sepertinya ada emosi yang meluap-luap dibalik sikap tenangnya.

"Kamu ketuanya, gimana bisa kamu membiarkan anggota mu dilukai seperti ini?!"

Jico mengusap setitik darah di sudut bibirnya yang sedikit sobek. "Maaf, bukannya om yang memerintahkan Shankara untuk keluar dari Suarga? bahkan sampai pindah sejauh ini?"

"Tapi kamu bahkan tidak membiarkan Shankara bebas begitu saja, dan karena hal itu lah yang membuat Shankara celaka!" Ujar Teo marah, ingin memaki sikap tenang Jico yang masih tidak terusik.

"Karena nggak bisa semudah itu buat keluar dari Suarga, keluar berarti menghampiri ajalnya sendiri."

Bukan tanpa sebab Jico berkata seperti itu, sudah bukan hal yang omong kosong lagi apabila anggota Suarga yang memutuskan hengkang akan berakhir terkena masalah. Banyak yang mengincar mereka, dan keluar dari Suarga sama saja melepas perisainya.

"Om tenang saja, saya sudah mengamankan yang om cari. Secepatnya saya akan menemukan dalang utamanya dan membalaskan rasa sakit Shankara."

Teo mengeraskan rahangnya, emosi masih meluap-luap didalam dadanya. Namun akhirnya ia mengangguk, Teo akan mempercayakan hal ini pada Jico yang lebih berpengalaman.

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang