12. Dia Tidak akan kembali

645 76 13
                                    

Tameng
—12. Dia Tidak Akan Kembali—

------

Mereka yang ingin menjatuhkan mu sebenarnya tau bahwa level mu jauh berada diatasnya.

------

Wilard tidak ingat tentang bagaimana ia bisa tertidur dengan paha Jico yang menjadi bantalnya, mungkin karena efek tangan besar Jico yang tidak berhenti memainkan rambutnya hingga tanpa sadar membuat Wilard mengantuk.

Jico bilang ingin mengajaknya kesuatu tempat  dan Wilard mengiyakan saja karena diiming-imingi segunung jajanan. Dan ditempat inilah ia berada sekarang, sebuah apartemen yang tidak bisa dikatakan kecil dengan nuansa klasik.

Jico tidak merubah posisinya, meskipun yang ia nantikan sudah duduk berhadapan dengannya. Jico tertawa lirih melihat dimana pusat atensi Shankara kini hanya berfokus pada Wilard.

"Wilard bakal jadi salah satu anggota gue, gimana menurut lo?"

Shankara berpindah menatap Jico. "Gue nggak setuju."

"Gue nggak butuh persetujuan lo, yang gue tanyain itu gimana tanggapan lo." Jico masih berujar santai, tidak memperdulikan Shankara yang mulai goyah dengan emosinya.

Kalau boleh jujur sebenernya Shankara sudah jengkel banget sampe ada rasa pengen nempeleng wajah ganteng nya Jico, tapi sayangnya nggak berani.

Tidak ada pilihan lain selain tetap tenang dan menahan diri agar tidak tersulut emosi, Shankara mengadahkan kepalanya dengan bersandar di sofa. Hembusan nafasnya terasa memberat, Shankara sungguh dibuat pening dengan kehadiran Jico yang tiba-tiba muncul ini.

Hingga tak lama Jiyon masuk dengan Riki yang ia seret paksa, yang paling muda sempat memberontak tidak ingin menghadap sang ketua dikarenakan belum siap menyuarakan alasannya.

"Duduk yang manis, adik kecil." Jiyon memaksa Riki untuk berlutut tepat dihadapan Jico.

"Adek gue yang ini makin cakep aja." Jico dengan mudahnya berujar, membuat Riki tanpa sadar meremat genggaman tangannya.

"Ketua, gue nggak ada maksud unt—"

"Lo bermaksud menyembunyikan keberadaan dan semua perbuatan Shankara hanya karena lo pengen berteman dengan Wilard, right?"

Riki menelan ludahnya, spontan ia menunduk dan tidak lagi bertatapan dengan manik tajam Jico yang mirip dengan milik Shankara. Mata rubah.

"Lo memang mata-mata jarak jauh terbaik milik Suarga, tapi seharusnya lo nggak lupa siapa yang udah ngajarin lo selama ini." Jico kembali berucap, satu tangannya bertahan mengusap lembut pipi bulat Wilard.

"Maaf, gue bersalah."

Tidak ada pilihan lain selain mengakui kesalahannya, membuat sang ketua sampai harus turun tangan sendiri adalah hal yang fatal di Suarga.

Shankara menatap jengah adegan drama dihadapannya ini, namun fokusnya kini beralih pada pergerakan kecil yang ditunjukkan oleh Wilard. Adiknya itu perlahan membuka kedua matanya dan beberapa kali mengedip untuk membiasakan penglihatannya.

"A-abang." Wilard bergumam tanpa sadar, tangannya yang hendak ia gunakan untuk mengucek matanya ditahan membuatnya merengut.

"Kok sudah bangun?" Nada bicara Jico seketika berubah, ia membantu Wilard yang memaksakan diri untuk duduk.

Wilard tidak menjawab, ia melihat sekeliling dengan bingung. Terutama pada Riki yang masih setia berlutut sembari menunduk.

"Ngapain, Rik? lo sekarang nyembah gue?"

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang