26. Perdamaian

224 58 12
                                    

Tameng
—26.Perdamaian—

------

Kadang terjatuh, kadang tersungkur.

------

"Kau tidak ingin ayah bantu?"

Jico yang tengah mengenakkan sepatunya pun terhenti, melirik sang ayah yang tengah bersandar ditembok sembari mengunyah sepotong roti. Jico hanya menggeleng saja, yang mana membuat ayahnya heran.

"Ayah akan menjemput bunda mu nanti, pastikan cerita mu pantas untuk bunda dengar nantinya."

Jico menghela nafas, ia bangkit dan berbalik menghadap ayahnya. "Bunda nggak harus denger cerita ku."

"Dia sudah tau sebelum kau bicara."

Kepala Jico menjadi pening seketika, seharusnya ia tidak pernah meremehkan sang bunda yang tidak pernah lengah sedikitpun untuk mengawasinya.

"Terserah, Jico mau berangkat dulu."

Pria berseragam itu hanya menatap datar putranya yang perlahan menjauh darinya, mengambil motornya dan pergi dengan buru-buru.

Sekelebat ada niatan didalam kepalanya untuk menyudahi kegiatan sang putra, itu karena sang istri yang menginginkan anaknya menjadi salah satu abdi negara. Namun Jico dengan tegas menolak, dan berdalih ingin menentukan jalannya sendiri.

Hubungan keluarga kecil mereka sedikit rumit, mungkin karena jarang sekali ada waktu untuk mereka berkumpul dan berdiskusi bersama. Mau bagaimana lagi, kehidupan mereka berjalan sibuk sendiri-sendiri.

Diposisi Jico saat ini, ia berusaha konsentrasi mengingat ia tengah berkendara saat ini. Banyak yang mampir di kepalanya, memaksa masuk dan mengganggu ketenangan Jico.

Hingga suara klakson motor mengagetkan Jico hingga nyaris kehilangan kendali atas motornya, Jico mengumpat pelan dan menatap galak seseorang yang kini mengimbangi laju motornya dengan Jico.

"Bajingan!"

Si pelaku pun tertawa, membuka kaca helm nya. "Gitu aja kaget lo, payah bener!"

Jico mendengus, memilih mengabaikan Simon dengan cara mempercepat laju motornya. Namun secepat itu jugalah Simon mengimbangi, hingga mereka berhenti di sebuah tempat yang sebenarnya sangat asing bagi Simon selaku bukan orang asli sana.

Simon tetap mengikuti kemana langkah Jico membawanya pada sebuah danau rindang yang begitu indah. Simon terkagum dalam hati, maniknya menjelajah pemandangan yang sangat jarang ia temui itu.

"Tempat macam apa ini?"

Jico melipat kedua lengannya didepan dada, menatap aneh Simon yang kelihatan sekali norak nya. "Ini namanya danau."

"Ya kalo itu gue tau!"

"Terus ngapain nanya?"

Simon berdecak kesal, Jico mode menyebalkan memang sangat menguji kesabarannya. Simon mengambil posisi duduk ngemper diatas tanah yang tertutup rerumputan hijau, dengan diikuti Jico yang juga duduk disampingnya.

"Dulu banget gue pernah kesini, dan gue ketemu sama seseorang."

"Cewek ya?"

Jico menggeleng pelan. "Cowok, dia setahun lebih muda dari gue. Kata dia ini adalah tempat nya buat istirahat, dia selalu kesini kalau lagi cape. Dan terus kembali kesini walaupun cuman sendirian. Dia sempat cerita tentang kisah dia dan danau ini, sesaknya melebihi apapun."

Simon mengerjab, entah mengapa ia bisa menangkap kilatan sedih dari kedua mata Jico. Sepertinya Ketua nya itu tengah dalam posisi yang rumit.

"Dimana dia sekarang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang