Jakarta, Januari 2055.
Indonesia telah berkembang pesat puluhan tahun terakhir. Mengejar kemajuan negara negara lain. Mobil terbang melintas diudara adalah hal yang umum sekarang, namun produksi nya belum terlalu banyak. Hanya orang orang menengah atas yang mempunyai, karna harganya cukup mahal. Dan polusi sudah mempunyai alat untuk menetralisir nya hingga udara masa kini bersih, tidak sekotor dulu.
Sosok wanita berumur 50 tahun melangkah dengan senyuman yang merekah di bibirnya, ia bernama Aletta. Ia mendekati sebuah bangunan yang menjadi tujuannya berkunjung kembali ke dalam sebuah kompleks di kota jakarta.
Rumah itu berjejer rapih dan walaupun sudah tidak berpenghuni rumah itu masih dalam keadaan bersih dan terawat. Ia tersenyum semakin lebar. Dipandanginya rumah itu Lamat Lamat hingga tak terasa air mata sudah menetes di pelupuk matanya. Ia mengusap air matanya dengan sapu tangan yang selalu ia bawa kemanapun ia berada. sapu tangan dengan motif beruang. sapu tangan itu adalah barang yang berharga didalam hidupnya, Ia sangat menyayanginya lebih dari apapun.
Setelah beberapa saat berdiri di depan kedua rumah tersebut akhirnya ia memberanikan diri untuk melangkah masuk. Ini adalah pertama kalinya ia menjejakkan kakinya kembali ditempat ini, semenjak kejadian menggenaskan yang ia alami saat masih muda.
Ia bertemu dengan seorang perempuan dan juga laki-laki yang merupakan sepasang suami istri yang ia pekerjaan sebagai tukang bersih bersih kedua rumah tersebut. Sehingga kedua rumah itu walaupun tidak berpenghuni masih terlihat bersih dan asri. "Bagaimana kabarnya bi? Pak?" Tanya aletta dengan sopan.
"Baik nyonya." Jawab mereka berdua dengan kompak. Mereka berdua tahu bahwa malam ini nyonya aletta akan berkunjung dan menginap disini. Maka mereka pun menemani dan menjaga nyonya aletta atas permintaan nyonya aletta yang tidak mau kesepian dalam rumah yang besar ini.
Setelah beberapa menit melakukan percakapan pendek mereka bertiga akhirnya melangkah kedalam rumah dengan nyonya aletta yang berada di barisan depan. Aletta menuju lantai atas dan masuk kedalam sebuah kamar yang ia tempati semenjak kecil. Tak ada yang berpindah posisi hanya saja ruangan ini tetap bersih karena selalu dibersihkan oleh bibi yang tadi.
Ia pun duduk diatas kasur dan memandang setiap inci kamarnya hingga atensinya tertuju pada sebuah pintu menuju balkon. Ia beranjak dari duduknya menuju balkon dan memegang gagang pintu setelah menggeser sebuah korden yang menutupinya. Pintu balkon berderit saat aletta mendorongnya. Ia melangkah ke pagar balkon itu dan menyesapi udara dingin pada malam ini. Ia juga terkaget saat melihat sebuah tali yang menjuntai ke balkon rumah sebelah. Aah, rupanya masih ada dan tetap pada tempatnya.
Ia memegang alat komunikasi berupa kaleng yang dibuat dengan tali dan tersenyum, juga sebuah katrol ala-ala yang ia buat bersama seseorang dimasa lalu. Dan lagi lagi perasaan rindu menyergap lubuk hatinya. Ia memandang ke balkon diseberang sana dengan tatapan yang dalam.
Sungguh ia merindukannya.
Dalam lubuk hatinya berkata dengan lirih..
Bisa kah kau kembali dan memeluk jiwaku yang selama ini terasa hampa tanpamu?
Bisa kah kau kembali dengan senyuman yang selalu terukir indah di wajahmu?
Bisakah kau kembali?
Sungguh aku tak sanggup untuk menahan gelombang rindu ini..
Aku menginginkanmu kembali..
Aku sungguh menyesalkan impianku yang kuidamkan saat itu..
Yang jika ku tau akan seperti itu aku tak akan melangitkan mimpi itu..
Karna harus mengorbankan dirimu..
Dan aku sangat menyesalkan itu..Ia mendongak dengan air mata yang berlinang, hingga ingatannya memutar memori masa lalu seperti kaset yang terputar kembali.
*****************
Sampai jumpa di chapter selanjutnya -!!
Jangan lupa komen and vote
(Menerima saran dan kritik)
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love In A Vulcano [ON GOING]
General FictionKabut menyelimuti langit langit bumi siang ini, yang semula cerah berubah menjadi gelap, guncangan guncangan pada tanah yang kami pijak membuat kami kehilangan keseimbangan. Narael memeluk tubuh Zela dengan erat menggunakan tangan kirinya sedangka...