Jangan lupa vote sebelum baca
Happy reading*
*
*Masa depan tidak ada yang tau. Sebuah petaka tak dapat diprediksi kapan datangnya. Hidup tak selalu penuh akan tawa, tapi ada kalanya juga air mata, begitu pun sebaliknya. Namun menurut Yudha, hidupnya seakan hanya diisi oleh luka dan duka semata.
Di bawah redupnya lampu ruangan, tubuh ringkih Rega terkulai tanpa daya. Tatapannya kosong ke depan, seakan tak ada lagi kehidupan di dalam raga. Ia tak lagi peduli pada rembesan darah di punggungnya, juga tak menggubris kehadiran sosok lain di dekatnya. Kepalanya terlalu berisik untuk sekedar mencerna setiap kejadian yang menimpa. Namun satu hal yang dapat dipastikan, tubuhnya saat ini sedang tak baik-baik saja.
"Hei, apa kau benar-benar sudah mati? Apa pukulan anak buahku barusan terlalu kuat hingga langsung membuatmu mati?" Dengan sisa kekuatannya, Rega menatap sengit pada sosok lelaki yang saat ini tengah memasang wajah pongah. Bibir pecahnya bergerak, menyumpahi tanpa suara.
Brengsek
Satu kata, tapi mampu membuat si pria murka. Dengan tak berperasaannya, pria yang tak lain adalah Wiliam itu meletakkan sebelah kakinya di kepala Rega. Desisan kecil terdengar, saat ia sedikit memberi tekanan pada sepatunya.
"Sudah seperti ini pun kau masih bisa mengucapkan hal seperti itu? Kau memang mirip dengan Vano, sama-sama menjengkelkan." William mengangkat kakinya, kemudian melayangkan sebuah tendangan kuat di perut Rega.
Rega berguling, dengan mulut yang mengeluarkan seteguk darah. Semua anggota tubuhnya seakan mati rasa. Darah berceceran di mana-mana, tulangnya seakan telah remuk akibat pukulan tiada henti yang dilakukan anak buah William.
Beberapa langkah kaki terdengar menjauh, membuat air mata Rega mengalir saat itu juga. Dia hanya ingin bahagia, sekalipun di dunia semu ini. Baru juga sebentar ia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya, Rega harus mengalami kejadian tak menyenangkan.
"Bubu ... aku harus gimana?" Rega berbisik tanpa suara, dengan air mata yang tak berhenti mengalir di kedua sisi wajahnya.
Kepalanya terus berisik, memikirkan keadaan saudara dan juga keluarganya. Meskipun William mengatakan bahwa mereka tewas, tapi Rega tak akan percaya semudah itu. Ia yakin ada Taijo yang akan menyelamatkan mereka.
"Abang, gue harap kalian berdua baik-baik aja. Kalaupun gue nggak bisa balik, tapi gue harap kalian berdua bisa, dan lanjutin hidup sama ayah ..."
•••••A.Y.O•••••
Arga membuka matanya dan hanya ada putih yang mengitari. Ia menoleh ke samping, di mana Erga masih memejamkan mata. Tangannya memegang kepala yang terasa sakit, ingatan akan kejadian beberapa waktu yang lalu kembali hadir.
Setelah menghabiskan waktu bersama di pantai, Vano memutuskan untuk mengajak anak-anaknya pulang. Namun, dalam perjalanan menuju mansion itu lah, beberapa mobil asing menyerang mereka. Arga, Erga, Azkiel, dan Vano sempat beradu kekuatan dengan orang-orang itu, meskipun akhirnya harus kalah karena perbandingan jumlah yang tak seimbang.
Arga sontak mendudukkan diri, begitu menyadari bahwa Rega tak ada di sekitarnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, berharap menemukan keberadaan adik bungsunya itu.
"Lo udah bangun, Ar?" Taijo muncul dengan keadaan yang cukup berbeda. Sistem itu tak lagi berwujud seperti jin dalam botol, tapi berdiri tegak dengan kedua kaki.
Arga tak punya waktu mengomentari penampilan baru Taijo, dia langsung menyerang sistem itu dengan pertanyaan tentang keberadaan Rega.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.Y.O Transmigrasi!
FantasyNOT BXB!! NOH UDAH PAKE CAPSLOCK, BIAR KELIATAN. Ardi si CEO, Yudha si remaja narsis, dan Ozan si pencuri, tiga orang yang mengalami kejadian di luar nalar Berawal dari aksi kejar-kejaran, ketiganya justru berakhir di tubuh kembar tiga atau triplets...