Ting!
[Besok Mama pulang]
Notifikasi yang berhasil membuatku mengerutkan dahi dan membulatkan mata. Tiba-tiba memberi kabar seperti ini tanpa memberikan alasan dan dari kata yang diketikkan terkesan dingin. Apa dia mengetahui tentang niatku melanjutkan penelitian itu?
"Kita harus cepat!" seruku sembari memandang Nyonya Amelia dengan tatapan serius.
"Ada apa?" tanya mama Vioni.
"Mamaku, Doktor Leya akan pulang, dia pasti melarang penelitian ini. Kita harus sampai di sana sebelum besok!" tegasku.
"Tunggu, kenapa Mamamu tiba-tiba pulang?" tanya Datta yang muncul dari belakang, disusul Vioni. Sepertinya mereka mendengarkan semuanya sedari tadi.
"Nak?" tanya mama Vioni saat melihat putrinya menghampiri.
"Kami mendengarkan pembicaraan kalian, kami juga setuju tentang penelitian itu," ucap gadis itu.
"Ya, jika masalah terbesarnya penelitian itu ada pada manusia transparan, mengubah Violet menjadi manusia normal juga menyelesaikan masalahnya kan?" tanya Datta. Kali ini aku setuju dengan sahabatku itu.
"Vio juga setuju kalau Mama saja tidak keberatan dan menerima putri pertama ayah," ungkap Violet sembari menunduk dan melirik mamanya sesekali.
"Putriku," ujar mama Vioni sembari tersenyum dan memandang putrinya dengan mata berbinar. Segera Vioni menghampiri dan memeluknya.
"Baguslah," ucapku.
"Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Datta, sejenak aku berpikir langkah pertama yang harus dilakukan.
"Menemui Doktor Forc, ya, kita harus mengambil senyawa yang telah disiapkannya!" putusku. Maka, dengan cepat kami pun bergegas keluar, mobil sport milik Vioni telah siap ditumpangi. Tanpa basa-basi kamu berempat langsung meluncur ke laboratorium Doktor Forc dengan aku sebagai sopir. "Semoga kita bisa menyela sedikit kesibukan Doktor Forc," ucapku dengan wajah menatap lurus ke depan.
"Bagaimanapun kita harus melakukannya, kan?" tanya mama Vioni yang duduk di sampingku.
Aku mengangguk mantap. Tak lama kemudian, kami sampai di gedung tujuh lantai itu. Memang tak megah, tapi mewah dan mahal. Dilihat dari luar memang tak banyak aktivitas yang bisa dilihat, tapi begitu memasukinya usai memarkir mobil, dalam diamnya orang-orang berlalu-lalang tanpa saling berbicara. Tak berisik, tapi semuanya bergerak. Aku menghela napas, lalu melihat sejenak ponsel. Pukul 19.32, kami harus cepat sebelum semuanya terlambat.
"Kamu tahu laboratoriumnya di mana, Ken?" tanya Vioni yang mengimbangi langkahku saat memasuki koridor utama gedung itu.
"Kita tanyakan saja pada penerima tamu," sahut mama Vioni yang tiba-tiba muncul di samping.
Benar. Bagaimana pun tetap berhadapan dengan resepsionis terlebih dulu, "Maaf, saya ingin bertemu dengan Doktor Forc, apakah bisa?"
"Ada keperluan apa? Apakah sudah ada janji?" tanyanya.
Sejenak aku menoleh ke mama Vioni, orang paling dewasa di antara kami yang bisa membuat keputusan. Tak banyak bicara, matanya bergerak seolah memberi isyarat, tapi sebelum aku mengerti maksudnya ia menyahut kartu identitas Doktor Zey di tanganku dan menunjukannya.
"Dia yang menyuruh kami menemui Doktor Forc untuk mengambil senyawa yang dibutuhkan," ungkapnya.
"Baiklah, silakan langsung menuju laboratorium di lantai tiga, ruangan di ujung koridor, tapi hanya dua orang," jelasnya yang segera kami angguki.
"Baiklah, ayo Ken!" ajak Mama Vioni yang menyimpan kembali kartu identitas. Ia melirik putrinya dan Datta dengan tatapan tajam, "Kalian tunggu di sini!" tegasnya lalu berjalan dengan langkah panjang ke lift di sudut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [TAMAT]
Science Fiction/evanes·cent/ (adj) Arti:lekas menghilang dan hanya bertahan dalam kurun waktu singkat. Oradour San, Prancis menjadi laboratorium seorang peneliti terkenal yang berhasil membuat organ manusia transparan. Namun, seseorang juga harus menjadi bahan uji...