27. Make it Right

2 1 0
                                    

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone, but it goes to waste

Could it be worse?
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

"Kamu berhasil," ucapnya lemah.

Aku terpaku pada wajah pucat pasi itu. Mata coklat dan rambut panjang bergelombang yang berwarna sama. Kulitnya seputih salju, hidung mungil nan mancung, bibir tipis merah muda yang tersenyum manis. Sungguh, kecantikan yang selama ini kubayangkan, tapi begitu nyata. Aku bersimpuh dan menggenggam tangannya, menangis dan mencium tangan itu.

"Terima kasih!" Air mataku tak bisa dibentuk, bahkan perasaan itu tak bisa kutahan lagi. Aku menggenggamnya begitu erat dan terisak.

Gadis yang hanya dibalut selimut tanpa pakaian itu tersenyum sembari memandangku. Mataku berbinar, tapi penuh air mata memandangnya begitu lekat.

Sampai Nyonya Amelia menyentuh pipinya lembut, "Setidaknya biarkan ia memakai pakaian agar tidak kedinginan," ucapnya sembari menoleh ke arahku.

Tentu aku mengangguk menyetujuinya. Lalu, bangkit sembari mengusap air mata. Doktor Forc merangkulku sambil tersenyum.

Vioni menepuk bahu, "Good job!" serunya sembari tersenyum miring.

"Gadis tomboi ini," batinku yang hanya memberikan anggukan.

"Kalau begitu aku akan membereskan laboratorium," pamit Doktor Zey yang membuatku seketika enggan.

"Aku akan membantumu, Dok," sahut Datta.

"Aku juga!" putusku dan Doktor Forc bersamaan.

"Ya, keluarlah kalian agar Violet bisa berganti pakaian dengan tenang!" usir Nyonya Amelia sembari menaikkan alis.

Kami tertawa, lalu aku membawa nampan dengan jarum suntik dan botol serum yang telah kosong. Doktor Forc masih setia merangkulku dan kebahagiaan jelas terpancar di wajahnya. Apa pun itu, ia membawa aura positif bahkan padaku.

Brakkk!

Begitu sampai di laboratorium kami dikejutkan dengan suara barang-barang jatuh beruntun. Aku dan Doktor Forc saling bertukar pandang, sementara Datta dan Doktor Zey yang berjalan lebih dulu langsung berlari ke laboratorium.

"Leya!" teriak Doktor Zey.

Aku pun langsung berlari ke sana dan berhenti tepat di depan Doktor Zey. Di depanku, tepatnya meja yang tadinya penuh dengan peralatan percobaan kini hanya tinggal beberapa. Hampir semuanya telah berada di lantai. Tatapan mataku menajam dan memerah saat melihat lantai penuh cairan dan pecahan gelas serta mikroskop juga peralatan lainnya tergeletak di sana.

"Apa yang Mama lakukan?" tanyaku dengan nada berteriak.

"Kalian semua jahat! Kalian pembunuh! Kalian melakukan percobaan terlarang!" jeritnya histeris.

"Leya! Stop!" teriak seseorang dari pintu.

Aku menoleh ke belakang, mendapati paman Leo yang bergegas mendekati mama dan menggenggam tangannya. "Ayo pulang!" tegasnya, tetapi Mama memberontak.

"Tidak! Mereka tidak boleh melakukan percobaan ini, mereka tidak boleh melakukan penelitian lagi!" teriaknya.

"Cukup!" bentak paman Leo dengan tatapan tajamnya.

"Kak! Apa kakak tidak ingat? Jika ia membunuh suamiku?" tanya mama sembari menunjuk Doktor Zey.

Paman Leo menampik tangannya dengan kasar, "Apa kau tidak malu? Aku kira kamu akan mengerti setelah semua kejadian ini, tapi kamu hanya lari dari kenyataan. Aldrick menjadi percobaan karena keinginanmu, dia meninggal--"

Evanescent [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang