15. Thinking About You

8 3 0
                                    

"Aku terus memikirkanmu entah ada atau tanpamu, seakan aku terlahir untukmu."

-Ken Zinagar-

"Bunga Lotus?" Harum mewangi dan kelopak-kelopak Lotus bertebaran di seluruh ruangan. Ruangan di mana seorang gadis dengan dress putih bermotif bunga menutupi lutut, cardigans merah muda senada pita yang ada di rambut kecoklatannya. Ia setia duduk di kursi dengan meja kayu itu. Tak lupa berteman dengan vas bunga edelweis kering, buku, dan pensil di sana.

Gadis itu melihat keluar jendela, di mana awan biru dan pemandangan hijau terlihat. Ia tenggelam begitu lama seakan menikmati keindahannya. Padahal, ia sendiri mengisi ruangan ini dengan begitu indahnya. Bunga terus bertebaran entah dari mana. Cantik. Senyum terkembang saat membatin itu, tetapi belum sempat aku mengendalikan gejolak hati, ada yang seolah menerbangkan semua bunga ke arahku.

Bagaimana tidak bergejolak saat gadis itu menoleh dengan senyuman dan binar mata abu-abunya yang indah sekaligus sendu? Bunga-bunga menjadi badai dalam hati rasanya, bahkan waktu seakan berhenti sampai ia bersuara setara dengan kicauan burung di pagi hari nan merdu.

"Ken, apakah kita akan membuat lembaran cerita baru?" tanyanya begitu lembut.

Detak jantungku tak karuan. Begitu memburu dan menggebu. Senyumnya semakin lebar hingga bola mata yang indah itu terlihat indah dengan sinarnya.

"Vi-o-let," ucapku terbata, seakan sulit mengatakannya. Namun, bersamaan dengan itu mataku terbuka. Begitu terbangun sepenuhnya, aku menyadari jika telah kembali ke kamarku sendirian. Segera kuhembuskan napas, memejamkan mata dan memijit dahi untuk menenangkan diri. Kemudian bangun, terdiam beberapa saat dalam posisi duduk di tepi tempat tidur dengan kaki menyentuh lantai. Aku tertunduk, mengingat kembali kejadian terakhir di Oradour San, Prancis.

"Aku tahu sulit untukku hidup bersama kalian, tapi alasanku tetap ada meski seperti tiada adalah kalian. Kalian tahu aku ada di sini, aku nyata, cantik, dan langka. Itu sudah cukup, bersama kalian sudah memberiku warna. Ken, pergilah dengan baik, kamu bisa bahagia dengan duniamu. Memperjungkanku yang memang sedari awal sudah sebuah kegagalan hanya akan menyulitkanmu," ungkapnya dengan suara paraunya di tengah tangis yang ditahan.

"Tapi, Vi--"

"Ken, kembalilah ke kota bersama Vioni dan Datta. Aku sudah bahagia bersama Ayah, aku juga yakin ayah bisa merasakan kehadiranku dengan baik," ujarnya.

Hanya bisa kutarik napas panjang saat Doktor Zey pun tersenyum dan menyetujui pendapat Violet.

'Tak bisakah sebuah kegagalan itu diperbaiki?' Hanya pertanyaanku yang masih melayang dari malam ke malam.

Mengingat itu membuatku memijit dahi, lalu menoleh ke tas di nakas. Meraihnya untuk mengambil laptop dan dokumen yang berisi laporan penelitian kemarin. "Aku harus menyelesaikannya!"

Usai menyemangati diri sendiri aku menghidupkan laptop, kemudian kuletakkan di ranjang bersama dokumen dan tas. Melenggang ke belakang untuk mengambil camilan. Segelas susu hangat dan satu toples biskuit dari lemari penyimpanan. Kubawa kembali ke kamar, lalu duduk bersila di atas tempat tidur usai meletakkan camilan di nakas. Kurang satu, headset yang kucari di dalam tas. Begitu tangan merasa telah mendapatkannya, aku langsung menariknya keluar.

Namun, ada hal yang mengejutkan, sebuah buku ikut tertarik keluar. Buku dengan nuansa dark purple berjudul 'Hollow World'. Aku mengingatnya, buku pertama yang ditulis oleh Violet. Segera aku memeriksa buku tersebut, terselip sebuah surat. Tulisan latin Italic kuno, begitu indah. Aku tersenyum miring, "Dari mana ia mempelajari tulisan indah ini?"

Evanescent [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang