Bab 4 : Masa Lalu yang Tersebar di Dunia Maya
Nazeera merasa seperti sehelai daun yang terbawa angin di pagi itu. Sinar matahari menyapu jalan-jalan kota dengan lembut saat dia sibuk mengejar tenggat waktu di kantor. Tiba-tiba, ponselnya bergetar dengan gemuruh pesan masuk. Raut wajahnya berubah menjadi kebingungan saat dia membuka pesan tersebut.
Ameera, pengirim pesan, memberitahunya bahwa sebuah foto dirinya telah menyebar di media sosial. Nazeera merasa seperti terdampar di tengah badai.
Dengan mata berkaca-kaca, Nazeera menemukan dirinya dalam foto tersebut. Dia menggenggam teleponnya dan menekan nomor Ameera. Suara Ameera terdengar lembut di seberang sana.
"Apa ini, Meera? Bagaimana bisa foto ini tersebar?" desak Nazeera dengan suara gemetar.
Ameera, dengan sikap bijak, mencoba menenangkan temannya. "Nea, jangan panik dulu. Aku akan mencoba mencari tahu lebih lanjut."
Di balik layar, Lucas tersenyum penuh kemenangan. Dia telah menyusun rencana licik sebagai balas dendam atas akhir hubungannya dengan Nazeera. Seperti gunung berapi yang meletus, dia sengaja membocorkan foto tersebut untuk membuat Nazeera terkejut dan bingung.
Lucas, dengan mata yang memancarkan api, mengirim pesan kepada Nazeera, "Maafkan aku, Zeera. Aku tidak tahu bagaimana foto itu bisa tersebar. Aku hanya ingin kau tahu, apa yang aku rasakan."
Nazeera, masih terkejut dan penuh emosi, menanggapi, "Apa yang kamu lakukan, Lucas? Bagaimana bisa kamu begitu kejam?"
Pria berpirang pasir mencoba memberikan penjelasan yang mengelabui, "Aku tahu ini terdengar kejam, tapi aku ingin membuatmu merasakan sesuatu. Aku masih menyimpan perasaan padamu, dan melihatmu tertekan membuatku merasa lebih baik."
Nazeera, dengan mata tajam, menegaskan, "Ini tidak adil, Lucas. Kenapa harus aku yang menerima dampak dari perasaan pahitmu? Ini hanya menyakiti."
Lucas, dengan pura-pura penyesalan, mencoba meredakan situasi, "Aku tahu ini tidak benar, Nazeera. Aku hanya merasa terluka setelah kita berdua berpisah. Tapi aku sadar sekarang bahwa ini tidak benar. Maafkan aku."
Nazeera, sambil menahan emosinya, berkata, "Maaf tidak akan mengembalikan privasiku yang telah kamu rusak. Aku harap kamu menemukan cara yang lebih baik untuk mengatasi perasaanmu."
Kafe tempat Nazeera dan Ameera bertemu terletak di sudut jalan yang sunyi. Lampu-lampu gantung berpendar lembut, menciptakan suasana intim. Aroma kopi dan suara mesin penggiling biji kopi mengisi ruangan. Nazeera bertemu Ameera setelah jam kerjanya selesai di sore hari.
Ameera, sahabat Nazeera, telah melakukan riset lebih lanjut. Bukti-bukti mengarah pada satu nama: Lucas. Dia mendekati Nazeera dengan wajah serius, "Nea, sepertinya Lucas yang sengaja membocorkan foto ini. Ini rencananya untuk melampiaskan perasaannya."
Nazeera menatap Ameera dengan mata yang sama tajamnya, "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Sahabatnya memberikan dukungan, "Kita bisa melaporkan insiden ini dan mencoba menghapus foto-foto tersebut. Kamu tidak sendirian, Nea."
Nazeera mengangguk. Jejak pengkhianatan telah menggurat di hatinya. Namun, dia tidak akan membiarkan dirinya hancur. Dia akan menghadapi Lucas dan mengungkap kebenaran. Lautan emosi bergelombang, dan Nazeera siap mengarungi badai yang akan datang.
Jejak-jejak masa lalu terbentang di depan kedua sahabat itu seperti jalan yang berbicara. Aspal yang mengeluh mengingatkan mereka pada perjalanan yang telah mereka tempuh, dan lampu-lampu jalan memandang tajam, seolah-olah ingin mengetahui rahasia yang tersembunyi di balik wajah-wajah mereka.
Detektif Harris, mata-mata kebenaran, menjadi harapan mereka dalam mencari keadilan. Di balik pintu kantor polisi, harapan berkilauan. Bersama, mereka siap terbang menuju kebenaran.
"Saya mengerti kekhawatiran kalian," ucap Detektif Harris dengan penuh empati. "Kami akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. Apakah kalian memiliki bukti konkret yang bisa membantu kami dalam penyelidikan?"
Bukti-bukti berbicara pada Detektif Harris, seperti buku-buku bisu. Layar ponsel memperlihatkan jejak digital yang tak bisa dihapus. Detektif Harris, menggali lebih dalam, mengikuti jejak tersembunyi. Setiap pesan ancaman membawa petunjuk kebenaran.
Setelah beberapa hari penyelidikan, Nazeera mencoba menjaga ketenangan dan fokus. Dia tahu pentingnya menjalani proses hukum dengan sabar dan tanpa emosi berlebihan.
Detektif Harris menatap Nazeera dengan mata yang penuh tekad. "Kita telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk menghadapkan Lucas di pengadilan," katanya dengan suara tegas. "Kamu harus siap, Nazeera. Persidangan akan segera dimulai."
Nazeera mengangguk, tangannya gemetar saat memegang secangkir teh hangat. "Terima kasih, Detektif. Saya hanya berharap keadilan benar-benar dapat ditegakkan."
Detektif Harris mengangguk, lalu berbalik menuju meja kerjanya. Dia meraih telepon dan memanggil timnya untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Lucas, pria yang telah mengancam Nazeera di media sosial dan menyebarkan foto pribadinya tanpa izin, harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hari itu, langit terlihat murung. Awan hitam menggantung rendah, seolah menandakan bahwa keputusan yang akan diambil akan mengubah takdir seseorang. Detektif Harris dan Nazeera tiba di depan rumah Lucas. Petugas polisi yang mendampingi mereka mengetuk pintu dengan hati-hati.
Suasana tegang memenuhi udara. Detektif Harris merasakan detak jantungnya semakin cepat. Nazeera menahan napas, matanya terpaku pada pintu kayu yang akan segera terbuka.
Pintu terbuka perlahan. Lucas, pria berusia dua puluh tahun dengan rambut pirang pasir, terlihat terkejut melihat petugas polisi di depannya. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada kaget.
Petugas polisi menjelaskan alasan kedatangannya dengan tegas. "Lucas, Anda ditangkap karena telah mengancam Saudari Nazeera di media sosial dan menyebarkan foto baju kaos tanpa lengan miliknya tanpa izin. Ini merupakan pelanggaran serius yang harus dihadapi di pengadilan."
Lucas menelan ludah, matanya memandang kosong. Dia tahu bahwa perbuatannya telah membawanya ke ujung jurang. Detektif Harris menegaskan, "Anda akan diberikan hak untuk menjelaskan diri di pengadilan. Namun, tindakan Anda memiliki konsekuensi yang pantas."
"Kami memiliki bukti yang cukup untuk menangkap Anda, tetapi Anda akan memiliki kesempatan untuk menjelaskan diri di pengadilan. Sampai saat itu, Anda memiliki hak untuk tetap berdiam diri." Kata polisi tersebut dengan tegas dan serius.
Setelah itu, petugas polisi memborgol kedua tangan Lucas dengan tegas, memastikan dia tidak dapat bergerak bebas.
Proses pengadilan berlangsung dengan lancar, dihadiri oleh Nazeera, Ameera, dan Detektif Harris. Pengacara dari pihak Lucas mencoba membela kliennya, namun bukti yang kuat dari Nazeera dan Ameera membuatnya kesulitan.
Hakim memberikan keputusan bahwa Lucas bersalah atas pencemaran nama baik dan ancaman yang dia sampaikan. Akhirnya, pengadilan memutuskan untuk menjatuhkan hukuman penjara kepada Lucas. Nazeera merasa lega, namun masih terasa pahit karena privasinya telah terlukai.
Saat Nazeera bertemu dengan Ameera setelah persidangan, dia berkata, "Meera, kita berhasil, kita melawan tindakan tidak etis itu dan membela keadilan."
"Aku sangat bersyukur memilikimu sebagai sahabat, Nea. Bersama, kita bisa menghadapi segala tantangan," balas Ameera dengan tulus, matanya bersinar penuh kepercayaan.
Setelah proses pengadilan selesai, Nazeera dan Ameera merasa lega. Mereka mendapatkan dukungan dari teman-teman dan masyarakat yang menentang perilaku tidak etis seperti yang dilakukan oleh Lucas.
Sebagai hasil dari perjuangan mereka, Nazeera dan Ameera merasa bangga bahwa mereka telah membela keadilan dan melawan tindakan tidak etis yang bisa merusak kehidupan seseorang. Namun, saat mereka merayakan kemenangan mereka, sesuatu yang tidak terduga mulai mengintai dari balik bayangan. Suatu ancaman baru yang dapat mengubah segalanya mengintai di masa depan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Kesedihan Dipelukan Hujan [End]
Ficção GeralRintik hujan membasahi tanah dengan irama yang hampir menyentuh hati. Di dalam pelukan hujan,Nazeera merasakan kebingungan dan kegelisahan yang mengalir dalam alur air yang turun dari langit. Tetapi di tengah rintik hujan yang mengalir, ada keindaha...